👻👻👻
.
.
.
.
.
"Udah, cup.. cup.. Diem! Mas, gantilah channel-nya yang anak-anak gitu. Jam segini kan biasanya banyak yang tayang!" usul gue ke Mas Yilay dan dia langsung ganti. Ternyata dia nggak tau juga.
TOK.. TOK.. TOK..
"Siapa tuh, Mas?"
"Nggak tau."
"Mas, tolong bukakin gih! Aku nggak bisa berdiri nih." ucap gue yang memang masih kerepotan dengan Kinan yang duduk dipangkuan gue sambil meluk gue kayak gini. Udah gue tenangin, tapi tangisnya belum juga reda.
"Iya, sebentar!"
Ceklek!
***
Sekilas gue denger suara berisik dan sedikit ribut di depan. Emang siapa sih yang dateng? Kok Mas Yilay nggak suruh masuk dulu tamunya.
Kinan udah lumayan diem nih. Gue coba buat bangkit dan nyusul Mas Yilay ke sana, siapa tahu gue bisa bantu. Biasanya kami jarang dapet tamu kayak gini, apalagi malem-malem.
"Kenapa Mas?" tanya gue mendekat sambil gendong Kinan tentunya.
"Tuh, aku bilang apa? Emang tadi suara anak kecil kok."
"Ibuk-ibuk ngapain malem-malem bertamu ke rumah kami?" gue langsung menyahut saat mereka mulai berdebat sendiri ketika gue dateng.
Mereka itu ibuk-ibuk yang tinggal di samping gue. Bisa dibilang mereka tetangga yang paling cerewet. Mereka juga yang sering negur gue dan nanyain kapan gue hamil dan punya anak. Dan gara-gara mereka juga gue sering ngambek sama suami.
"Ada apa ya Buk?" ucap gue memecah drama debat mereka yang luar biasa lebai.
"Adopsi anak ya?"
"Dapet mungut dari mana?"
"Udah lapor belum sama ketua RT belum?"
"Kalau bawa anak ke rumah itu ya bilang-bilang dong sama tetangga yang lain!"
"Kami semua ribut, kaget denger suara teriakan anak kamu tadi."
Sumpah, gue cuma melongoh denger mereka berceloteh satu-satu. Iya emang jumlah mereka cuma bertiga, tapi rasanya kayak di demo orang sekomplek.
"Maaf kalau ibuk-ibuk atau orang-orang di komplek ini terganggu sama suara tangisan tadi. Maaf juga, kami belom sempet lapor karena dia baru dateng tadi sore." ucap gue setenang mungkin. Gue nggak mau nama keluarga gue tercoreng juga. Mas Yilay-nya juga nggak bantuin jawab sih, jadi gue yang kerepotan.
"Nah, Mas? Apa jangan-jangan dia anak selingkuhan kamu?" tuduh seorang ibu berbadan gempal itu ke suami gue. Ngasal banget sih ngomongnya. Emang dia pikir suami gue tukang selingkuh?
"Ibuk Dasiyem, Daliyem, Darmijem tenang dulu ya!-" ucap gue agak nyilot. Gue sedikit emosi denger mereka nuduh suami gue yang nggak-nggak. Apalagi omongan mereka semua nggak baik buat psikologis Kinan.
"Denger, saya nanti akan lapor ke RT. Tapi tolong denger dulu penjelasan saya. Anak ini adalah anak didik saya di tempat ngajar, karena masalah keluarga dan orang tuanya sedang ke luar kota jadi dia dititipin di sini. Hanya seminggu sampai Papahnya pulang jemput dia. Ibuk-ibuk paham?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MY HUSBAND IS A VAMPIRE
FanfictionSuami gue bilang dia adalah vampir. Dia bahkan mengaku bahwa telah membunuh nenek. Pria itu juga bilang kalau gue adalah pasangannya yang telah ditakdirkan. Tapi gue nggak bisa percaya begitu saja. Gimana gue bisa percaya, jika dia tiap hari kalunga...