6. Bala Dihari Pertama.

197 16 0
                                    

"Kaliaannn ituuu.."

Pak Anwar, salah satu guru kesiswaan dengan perut buncit dan rambut sedikit botak juga kacamata khas bapak tua yang bertengger di hidungnya itu kini sedang menghela napas pasrah. Pasrah karena harus memiliki anak baru macam Audrey.

Hari pertama, telat mengikuti upacara point 10. Rambut tak sesuai aturan point 5. Baju terlalu press point 5. Dan kini, kepergok sedang ribut dengan teman satu kelasnya sendiri, point 5.

"Audrey—"

"Saya pak." Ceplos Audrey asal padahal ia tahu pak Anwar belum menyelesaikan kalimatnya.

"Saya tidak manggil kamu Audrey..." jawab pak Anwar menunjuk Audrey.

"Tapi tadi bapak manggil saya—"

"Gendeng." Pak Anwar kemudian menyudahi ucapan Audrey. Ia lalu duduk di tempat kekuasaannya dimana terdapat nama beserta gelarnya di depan meja pas berhadapan langsung dengan Audrey dan Lavina. Juga Disty serta Alif dan Abdul yang berdiri dengan posisi istirahat di tempat percis di belakang tempat duduk Audrey dan Lavina di ruang BK.

Setelah sebelumnya Abdul ingin menutup pintu sepuluh menit yang lalu, tiba-tiba saja ia dikagetkan dengan kehadiran pak Anwar yang sedang membetulkan posisi kacamatanya disana. Abdul jelas sontak beristighfar karenanya dengan lantang. Membuat beberapa murid kaget termasuk Audrey yang langsung mengalihkan pandangannya ke pintu.

Dan sialnya, posisi Audrey saat itu dalam keadaan ingin menampar pipi kanan Lavina. Namun karena suara Abdul yang ber Istighfar, membuat tangannya mengambang di udara yang sontak membuat pak Anwar yang sedang menyaksikan jelas disana terlihat marah dan gondok. Karena ia merupakan guru yang benci keributan, khas guru-guru khiller.

Tak lama setelah mereka diintrogasi banyak hal, nama mereka kemudian di sebut satu-satu untuk kemudian ditulis di buku point. "Lavina Anggita, Distya Oktavie Nayara, Alif Cakra Kusuma, Audrey Seraphine. A, Abdul Somad Maliki Salamualaikum—"

"Waalaikumsalam—"

"Warahmatullahi, Wabaraa..."

"Katu." Pak ak Anwar mengucapkan lanjutan salam berikut nya tanpa sadar alias spontan yang sebelumnya telah diucapkan Abdul dan Alif.

"Ehh kalian." Pak Anwar yang menyadari hal itu pun kini merapatkan mulut nya sendiri namun sesudah nya menatap marah Abdul dan Alif membuat kedua anak itu bukannya takut justru malah cengengesan dibuatnya karena berhasil mengerjai pak Anwar.

"Sudah-sudah" pak Anwar pun pada akhirnya mulai ogah terjebak kembali pada guyonan Alif dan Abdul berikut-berikutnya. Padahal ia memang selalu dikerjai anak didiknya sendiri karena latah dan agak pelupa.

Sekarang, pak Anwar lantas menutup buku Absen dan buku point setelah selesai menulis pekerjaannya yaitu menambahkan point hukuman untuk masing-masing anak disini.

Pak Anwar kemudian berdeham dengan tangannya memainkan pulpen standard. "Oke kalian. Sudah beberapa kali sih kalian berempat ini.., sorry Audrey beda urusan." Ucap nya menjeda kalimatnya sesaat untuk berfokus menasehati yang lainnya. "Point kalian ini masing-masing udah nambah lima lagi. Bisa tidak, tidak usah berbuat onar lagi-lagi dan lagi. Apalagi kamu ini Alif. Rambut itu dicukur—"

"Iya pak." Alif menyahuti.

"—jangan kerjaannya, tidur terus dikelas. Kamu kaya orang koma tahu gak. Ini lagi, Abdul, ehhh, bapak kamu itu Haji loh. Suka ikut kajian sama saya di Istiqlal. Aduh kamu jangan bangor kaya tukang koma di sebelah mu dong." Cerocos pak Anwar membandingkan Abdul dan Alif yang hanya diangguki iya-iya saja olehnya.

"Nahh, ini nih, kamu. Eh, kalian berdua. Aduh neng Disty—"

"Saya pak." Disty yang sedari tadi terdiam jengah kini menanggapi setelah namanya disahut.

WHO CARES? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang