38. Destroyed.

92 7 0
                                    

Gak dikoreksi nih, kalau ada typo dan salah salah lain harap dimaklumkan aja udah ya wkwk


——

Dentuman-dentuman musik itu masih terus berlanjut tanpa henti, dan justru semakin larut dan dinihari, tempat dengan pencahayaan tak beraturan seperti ini semakin ramai dikunjungi. Entah apa yang mereka lakukan disini padahal besok adalah hari senin.

Sorry, itu juga yang dilakukan Audrey sekarang. Duduk di jejeran bar stool tepat dihadapan bartender meracik minumannya, dengan penampilan yang sudah tak tertata, datang sendirian, dan satu gelas kaca kecil dihadapannya yang entah—sudah gelas ke berapa kali vodka itu dituangkan.

Memejamkan matanya lesuh dengan kedua tangan dimasing-masing sisi kepalanya sembari meremas kecil rambut-rambut karena merasa pening, Audrey menarik napas nya panjang, membuka matanya sayu, tetapi kemudian menutupnya lagi beberapa saat, tapi terbuka lagi dengan kesadaran yang minim, menutup lagi, dan hal itu terus menerus terjadi berulang kali sampai akhirnya seorang bartender yang baru selesai meracik sebuah minuman mendekatinya dan menekan keras llengan Audrey dengan telunjuk.

"Hey cewek, kalo ngantuk pulang sana," ucapnya, dihadapan Audrey yang terpejam. Audrey yang merasa sentuhan itu lantas membuka matanya malas, menegakkan kepalanya sehingga membuat rambutnya semakin berantakan.

Satu alisnya terangkat, "Lo ngusir gue?" jawabnya ketus.

Bartender itu justru berdecak dan memperhatikan suasana disekelilingnya, tempat yang sudah amat sangat ia pahami seperti apa. Ia menatap Audrey kembali yang menunduk, lalu mendekat dan melipat kedua tangannya di bar stool.

"Ini club. Lo cewek, sendirian, dan sekarang udah jam setengah dua malem. Mana ponsel lo?" tanyanya, pelan.

"Ilang." Bartender itu merenyitkan dahinya karena jelas-jelas ponsel itu berada dalam
kurungan badan Audrey.

"Lo kesini pake apa?"

"Baju."
"Iyalah, masa telanjang."
"Udah kek lo pergi deh sana!" Audrey berteriak keras tetapi sambil memejamkan matanya dihadapan bartender tadi.

"Siapa nama lo?"

"Lo tau gak sih? semua orang tu brengsek!" Audrey menegakkan kepalanya lalu bangun dari duduknya, meraih ponselnya dan sesegera mungkin membuat bartender tersebut refleks mundur dan menatapnya aneh. Ia lalu mengusap wajahnya sekali, berbalik untuk melangkah dengan susah karena rasa pusing. Namun nahas, heels sialan yang ia pakai karena acara pertemuan bodoh itu membuat kakinya tercengklak dan hampir terjatuh di lantai.

Audrey merintih pelan, kembali melanjutkan jalannya dengan susah tapi sekali lagi, heels itu membuat langkah hidupnya seperti semakin menyulitkan. "Stupid." Rancaunya tak jelas lalu melepas heels dan berjalan keluar area club dengan sempoyongan.

Beberapa kali ia ingin terjatuh, satu tangannya menenteng heels dan menggengam ponselnya sekenanya dan satu tangan lainnya memegangi kepalanya yang semakin pening dan pandangannya memburam.

Audrey hampir ingin terjatuh kembali, sampai akhirnya satu tangannya ditahan dari belakang oleh seseorang.

"Hidup lo lagi berat kayanya, mana ponsel lo siniin." Bartender itu lagi.

Audrey memutar kedua bola matanya jengah, memandang Bartender dihadapannya dengan malas lalu berujar, "Semua orang brengsek." Tetapi sembari tangannya menyodorkan malas ponselnya pada si Bartender dihadapannya ini.

Bartender tersebut berdecak dan menggelengkan kepalanya pelan, jika ia perhatikan menyeluruh, penampilan Audrey memang tak selayaknya orang kesulitan dalam materi. Ia lantas tanpa membuang waktu membuka ponsel Audrey yang mati, menunggu sesaat menampilkan logo sebuah ponsel ternama dan bibirnya spontan membulat dengan mata melebar ketika melihat serbuan notifikasi yang langsung menyerbu ponsel Audrey ketika ponsel itu kembali menyala.

WHO CARES? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang