36. Renjana

86 9 0
                                    

Maaf ya kalo banyak kekurangan dan janggal lainnya, bcs, gak diedit lagi hehe

***

Lucas tertawa keras, "Sumpah kaya gitu tuh konyol banget!"

Audrey juga enggan menghentikan tawanya sampai menyipitkan matanya dengan tangan yang meninju lengan Lucas hingga cowok itu terhuyung sesaat, "Gue juga heran lah! Hahahahahaha." Sautnya, dengan tawa yang semakin lama semakin menipis karena canda yang mereka buat sendiri, dan tak berselang lama, keduanya kembali pada keterdiamannya.

"Gimana perkembangan Alsa?" Lucas tiba-tiba bersuara dengan nada yang datar, menatap Audrey disebelahnya, dengan tangan kanan yang memegangi kentang goreng dan mulut yang kembali sibuk mengunyah.

"Hm?" Tatapan mata Audrey yang sekarang mengarah memperhatikan pemadangan gedung-gedung serta lalu lintas sore itu melirik sekilas Lucas di sebelahnya, mereka kini sedang berada disebuah rooftop Rumah Sakit tempat Alsa dan Alif dirawat. Lucas selalu bisa membawanya ke tempat yang tak terduga. Karena, Jakarta sore hari ini nampaklah indah ditambah langit jingga yang menghiasi macetnya Ibu Kota. Cowok itu, katanya, memiliki hobi memperhatikan pemandangan kota dari ketinggian, dan rooftop lah tempat teryaman melihat itu semua. Dengan selalu memberi sedikit sogokan untuk membayar cleaning servis agar ingin membuka pintu menuju rooftop.

Sudah cukup lama mereka disini, duduk berdua beriringan, sembari diiringi obrolan kecil mereka yang menceritakan kisah-kisahnya dengan Leo dan Alif dahulu yang kadang membuat tawa mereka selalu menyembur keluar.

Audrey mengangkat kepalanya melirik Lucas, ia berfikir sejenak,

"Belum ada perkembangan, tapi seengaknya mendingan." Perempuan itu kemudian menelan makanannya dengan sempurna, "Anyway, uda ada progress dari kasus kecelakaan Alif?"

Lucas melipat bibirnya kedalam, lalu menggumam pelan, "Masih berjalan, semoga aja kita ngungkapin secepatnya,"

Audrey mengangguk pelan, dengan harap yang sama seperti itu. "Sekarang jam berapa?" Audrey melirik Lucas, cowok itupun segera menyahut setelah melihat arloji hitam yang melingkar indah di tangannya. "Lima sore."

Cewek itu berdecak, "Ck. Males banget."

"Kenapa emang?"

"Gue disuruh stay dirumah jam enam. Katanya bakal ada pertemuan antar kolega perusahaan, dan anehnya, Bokap gue ngajak gue ikut gabung di pertemuan itu, dengan memperkenalkan diri pakai nama keluarga—" ia tertawa miris sesaat, "Lucu ya? kemarin-kemarin gue berasa anak buangan."

"Drey—"

"Kenyataan kan? maaf ya, lo udah tau kenyataan hidup gue gimana." Katanya kembali mengibaskan satu tangannya bebas, kali ini dengan senyum paksa yang amat singkat. Tak berselang, Lucas hendak kembali menyela, namun diteruskan kembali dengan ucapan Audrey sembari menaikan kedua bahunya acuh.

"Udah lah, toh, kenyataannye emang Tuhan gak biarin gue bahagia kali ya? di uji mulu hidup gue."

"Tapi tadi lo ketawa?"
"Itu karena lucu, bukan bahagia. Definisi yang berbeda buat dua hal yang selalu beriringan Luke,"

"Drey,"

"Hm?" kali ini Audrey tak berniat menyanggah kembali, melainkan memusatkan tatapannya pada hamparan bangunan tinggi yang berbaris serta keadaan jalan raya yang amat padat dari atas sini.

"Semua orang selalu di uji kok." Audrey mengangguk, "Gue tau, lo berasa udah sepuh aja ngomong gitu."

"Apa yang gak lo tau tentang gue?" Lucas memperhatikan garis muka Audrey dari samping, dengan sesekali anak rambut perempuan itu terlepas dari gulungannya dan tertiup angin.

WHO CARES? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang