37. 2. Sprung.

112 11 4
                                    

Rintikan air hujan sangat kontras terlihat dari balik sorot lampu mobil yang dikendarai Lucas dengan sorot wajah tajamnya. Jam yang sudah menunjukan pukul sepuluh lewat itu membuat jalan raya kini terlihat lebih lenggang walau malam minggu akibat hujan deras yang mengguyur lima belas menit
yang lalu.

Satu tangan Lucas memegang perseneling mobilnya, sedangkan satu tangannya digenggam erat dengan buku-buku ibu jari yang sudah tercetak jelas.

Kemeja nya pun sudah terlihat berantakan, tuxedo nya yang ia lempar sembarang di kursi belakang pun sudah tak lagi cowok itu pedulikan. Sorot matanya masih sama gelapnya seperti tadi melihat Audrey meninggalkannya.

Lucas tak tahu apa yang membuat alasannya membawa mobil dengan kecepatan penuh seperti ini selain setelah menerima panggilan dari seseorang yang amat ia benci hingga mendarah daging sore tadi.

Ponsel yang tergeletak begitu saja di kursi sebelahnya pun terus menerus tanpa henti berbunyi, panggilan dan banyaknya pesan masuk dari Adit, Bagas, dan Daren yang berusaha untuk membatalkan rencananya kali ini pun ia hiraukan.

Lucas sudah tak peduli lagi. Bencinya sudah memuncak, dendamnya harus dibalas, kedua tangannya sudah terasa kebas akibat hasrat ingin meninju seorang bajingan yang menunggunya diujung sana.

Mobil hitam itu semakin lama kemudian semakin menepi di sebuah bangunan yang kosong. Lucas segera keluar, menutup pintu kasar dan bodohnya entah sengaja atau tidak, ia meninggalkan ponselnya yang terus menyala itu didalam mobil.

Cowo itu lantas masuk tanpa rasa takut sama sekali kedalam sana, kemeja yang sudah tergulung hingga siku dan keluar dari ban celananya menambah sorot seberapa berantakannya Lucas sekarang.

Apalagi setelah tak berselang lama suara tepuk tangan berbunyi dari belakangnya. Lucas membalikan badan, dan hal yang ia tunggu-tunggu, seorang pengacau datang dari sangkarnya setelah menjadi pengecut selama di Lintasan tanpa menunjukan batang hidungnya.

Zidni.

"Anjing." Lucas membuang liurnya kesamping.

"Woow, santai bro." Sedangkan lagi-lagi lelaki dihadapannya kini mengarahkan kedua telapak tangannya santai didepan dada.

Zidni mendekat, dengan Lucas tetap ditempat.

"Dateng juga lo, selamat. Gimana? mantan temen lo itu masih mengambang ngambang?"

Rahang Lucas mengeras setelah mendengar kalimat yang baru dilontarkan Zidni layaknya teman lama yang menanyakan kabar dan menekankan kata mantan. "Kaya nya lo udah tau deh man, rumor Leo dulu, yang kena... 'sabotase' sama gue?"

Zidni mengucap dengan nada rendah, mengutip kedua tangannya di samping pelipisnya ketika menyebut kata sabotase dengan mimik muka meledek.

Lucas masih diam, tatapannya semakin gelap menatap Zidni.

"Hhhh....." Cowok itu mendengus, "Kalau ternyata semua itu bener gimana?"

Dan tanpa aba-aba, Lucas mendekat ke arah Zidni, dengan langkah cepatnya ia langsung melayangkan tinju di kelopak mata Zidni sekeras yang ia bisa. "Bangsat."

"Tinju terusss boy!"

Lagi, Lucas semakin melayangkan tangannya di sudut bibir Zidni, di tulang pipi, hidung, dan pelipisnya hingga Zidni tergeletak di lantai yang lembab sedagkan Lucas menindih perutnya.

"BAJINGAN! LO PANTES DAPET INI ANJING." Lucas puas dengan karyanya yang ia cetak di wajah Zidni. Laki-laki itu lalu bangun, menghempaskan kemejanya kasar diikuti Zidni yang sedikit meronta sakit tapi memaksakan menegakkan diri dengan terseyok-seyok.

WHO CARES? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang