maaf ya kalo ada typo dan peranakannya
______|
"Bagaimana bisa? sekarang kamu pikir. Lebih buruk mana didikan saya sama kamu?!"
"Saya tidak pernah berkata didikan kamu buruk. Tapi memang kamu tidak becus mengurus anak."
"Bisa-bisa nya kamu bilang begitu. Saya disini berusaha menjaga dia walau kenyataannya dia memang sudah besar dan tahu mana yang baik dan buruk."
"Tau kalau dia sudah bisa membedakan, anak kamu gak bakal rusak seperti ini."
"Rusak kamu bilang? otak kamu rusak!. Audrey sudah be better disini, dan kamu seolah-olah menyalahkan keadaan dan menyudutkanku?? alasan kamu memindahkan Audrey kesana saja abu-abu. Didikan yang benar? mana buktinya?! Sampai di beberapa malam dia selalu mengadu pada saya sampai menangis. Mana yang kamu bilang Audrey akan mendapat kesetaraan di keluarganya? buktinya dia selama ini merasa disembunyikan oleh kamu kan?!"
Audrey menggeretakan giginya lamat-lamat. Kedua kepalan tangannya saling mengepal kuat di atas pahanya. rambut cepolannya yang belum terbuka sejak tadi pagi, pakaian seragamnya yang bahkan belum terganti. Inilah gambaran sebagaimana dulu ia melihat dengan jelas kedua orangtua nya yang beradu argumen satu sama lain, Papa nya yang selalu merasa benar dan membela Rachel juga Asila, dan Mama nya yang sampai harus berkorban banyak untuk membela anak-anaknya.
Dan sekarang hal itu terdengar kembali. Melalui audio telepon saluran California dan Jakarta, Papa nya dan Mama nya berdebat melalui telepon satu sama lain semenjak kepulangannya dari kantor polisi hingga sore hari, dijemput Papa nya yang terpaksa karena wajib panggilan Orangtua sebagai wali yang untungnya—hanya untuk dimintai keterangan.
Audrey memandang lamat ruang keluarga rumahnya yang bahkan sudah jarang ia jamah. Beberapa furnitur yang sudah terganti termasuk sofa yang ia duduki. Dari warna silver menjadi putih gading.
Tatapannya melekat memandang arah taman belakang rumahnya yang sedikit terlihat, menyimak dalam suara Orangtua nya dari dalam ruang kerja Papa nya yang terbuka lebar dan suara telepon yang di loudspeaker.
"Aku ingin Audrey dapatkan apa yang dia mau. Terserah kamu berkata dia anak manja. Toh, semua itu milik dia, bukan milik Asila atau Rachel!" Dan suara telepon itu terputus.
Membuat tatapan Audrey juga ikut mengerjap kaget. Karena untuk pertama kalinya, Mama nya—Nadin, dengan lantang menyebut nama kedua orang jahanam itu.
Dirga lalu keluar dari ruang kerjanya, berjalan menuju tempat Audrey berada dan berdiri disebrangnya yang hanya terhalang meja kaca persegi.
"Saya sudah berusaha mendidik kamu seperti Rachel." Lagi-lagi.
Sialan. Persetan untuk semua hal, Audrey bangun dari duduknya, mensejajarkan tatapannya pada Dirga dan memandangnya menantang. Menantang Papa nya sendiri apakah salah?
Audrey menyeringai miris. "Mana anak itu? mana anak tiri Papa, mana anak selingkuhan Papa yang katanya pinter itu? Mana?! Mana Pah?!!" katanya menekan segelintir kata yang amat sialan itu.
"Papa sadar gak sih? Aku itu anak kandung Papa. Aku Audrey yang dulu sering di anter Papa les balet. Papa aku yang dulu buatin aku omlete di pagi hari. Papa di jampi-jampi apa sih sama dia?!" Audrey berusaha mengeluarkan semua uneg-uneg nya yang selama ini ia tahan dan berusaha menyadarkan Papa nya bahwa yang selama ini Papa nya rasakan itu salah. Audrey berusaha mengeluarkan semuanya tanpa menangis. Walau sekarang mata nya pun sudah memerah dan urat dilehernya semakin terlihat mencekik.

KAMU SEDANG MEMBACA
WHO CARES?
Fiksi Remaja#WATTYS2019 [SEBAGIAN PART DI PRIVAT ACAK. FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jika yang kalian harapkan adalah ketika seorang laki-laki yang menjadi pusat perhatian bertemu perempuan anggun yang terbuai bujuk gombalnya, maaf, karena ini bukan cerita seperti it...