18

13.6K 747 11
                                    

Seketika seluruh orang yang ada dalam ruangan itu menjadi takut hal yang dulu terulang lagi. Hyunseung segera memanggil dokter dan Jaehwan menggenggam tangan Tan sembari membisikkan kata yang menguatkan Tan agar ia tak pergi.

"Sayang, ada aku disini. Aku membutuhkanmu, aku tak bisa tanpamu sayang, kembalilah, ikuti suaraku." bisik Jaehwan berulang-ulang.

Tak lama, dokter datang untuk memeriksa kondisi Tan, bukan hanya satu dokter tapi empat dokter dan dua suster yang datang, mereka dengan sigap memeriksa keadaan Tan dengan teliti.

"Maaf Tuan Kim, saya harus menyampaikan bahwa kondisi Tan melemah. Ada kaitannya dengan kondisi psikologinya yang melemah karena ia baru kehilangan bayinya, biar bagaimanapun, kondisi psikis sangat mempengaruhi penyembuhan. Dia baru 20 tahun, masih terhitung sangat muda untuk mengalami keguguran, beruntung rahimnya kuat sehingga rahimnya tak mengalami cidera. Kim Tan gadis yang kuat, saya tau dia gadis yang kuat, saya yakin dia bisa melewati ini semua."

Nafas Jaehwan tercekat, ya, benar kata dokter, Tan baru 20 tahun, ia masih terlalu muda untuk mengalami keguguran, andai saja ia bersabar sedikit untuk memiliki anak, meskipun Tan tidak keberatan memiliki anak dalam waktu dekat, harusnya ia mengerti bahwa usia Tan masih terlalu muda.

"Terimakasih, dokter." lirih Jaehwan.

"Kami permisi."

BUGH

Pukulan keras Jaehwan dapatkan di bagian pelipisnya. Park Woojin, sepupu istrinya yang memukul Jaehwan. Keluarga Jaehwan hanya terdiam seolah tak melihat saat Jaehwan dipukul sepupu Tan. Menurut ayah Jaehwan, ia memang pantas mendapatkan pukulan itu, sedangkan Hyunseung yang hendak melerai mereka, ditahan oleh Hyuna.

"Kenapa tak ada habisnya kau menyakiti adikku?"

Yang ditanya hanya terdiam tanpa berniat menjawab pertanyaan pria yang sedang naik pitam itu.

"Seharusnya waktu itu aku memaksa adikku untuk ikut bersamaku ke LA dan melupakan pria brengsek sepertimu, Kim Jaehwan. Kau hanya bisa menyakiti wanita yang sangat mencintaimu. Dia rela menomorduakan kuliahnya hanya demi menuruti keinginanmu menikah. Ia rela mempertaruhkan nyawanya sendiri demi melindungimu. Kau.."

Woojin tak sanggup melanjutkan amarahnya, ia berjalan mendekati ranjang Tan dan menggenggam tangannya.

"Kak ujin disini, cepat sembuh yaa. Jangan bertemu dengan orang tuamu atau anakmu dulu, belum waktunya. Semua orang disini menunggumu, mereka membutuhkanmu, kau harus kuat, kau gadis yang kuat." bisik Woojin pada Tan.

"Maafkan aku, Park Woojin." ucap Jaehwan.

"Jangan meminta maaf padaku, minta maaf pada istrimu."

Setelah itu Woojin pergi dari ruangan Tan. Jaehwan hanya terdiam lalu mendekati ranjang Tan.

"Semua orang menyalahkanku, aku tau memang aku yang salah, tapi aku juga kehilangan, aku juga kehilangan anakku, aku juga sedih. Aku tak mau semua ini terjadi padamu, padaku, pada kita. Aku harus apa, Kim Tan?"

Jaehwan menangis. Ia juga manusia, ia butuh sandaran, hanya Kim Tan yang bisa mengerti Jaehwan, hanya Kim Tan yang bisa menjadi tempat bersandar Kim Jaehwan.

"Bukan maksud kami menyalahkanmu, Jae-"

"Aku memang salah, ayah."

Ayah Jaehwan menghela nafas berat.

"Jadilah pria yang kuat, kau juga harus bisa menguatkan istrimu."

.

"Mas.."

Jaehwan yang sedang tidur langsung terbangun mendengar panggilan dari istrinya. Jaehwan terkejut melihat istrinya tengah terduduk di tepi ranjang rumah sakit. Bukankah kemarin kondisi Tan melemah? Namun sekarang ia bisa duduk sendiri di ranjang.

"Kau bangun? Aku disini. Berbaring saja, sayang. Hm?"

"Aku malah pusing berbaring terus, mas."

"Baiklah, apa masih sakit?"

Tan menggeleng ragu.

"Tak sesakit kemarin."

Jaehwan memeluk Tan dan mengecup seluruh wajah Tan.

"Kemarin aku bertemu Mama dan Papa." ucap Tan.

"Benarkah?"

"Mereka bilang, aku tak boleh terus-terusan bersedih karena keguguran, karena bayinya sekarang sedang bermain dengan Mama dan Papa. Dia sudah bahagia disana."

Tan tersenyum, namun air mata lolos dari kedua mata indahnya.

"Mama bilang, ia tampan dan pipinya tembam seperti Mas Jaehwan."

Tan tertawa kecil. Jaehwan sangat senang mendengar penuturan dari Tan, senang mendengar anaknya bahagia di surga, dan juga senang karena Tan sudah tak terpuruk dan terus menangis seperti kemarin.

"Aku ingin pulang, mas. Boleh kan?"

"Boleh, sayang. Tapi tanya dokter dulu ya?"

Tan mengangguk lalu mengecup pipi Jaehwan bertubi-tubi.

"Tumben sekali kau menciumku terus."

"Aku gemas dengan pipi mas Jae, sangat besar seperti bakpao. Boleh aku menggigitnya?"

"Ahh, cium saja sepuasmu. Kalau digigit nanti jadi kempes."

"Baiklah, aku tak kan menggigit pipi Mas Jae, nanti mengecil. Aku tidak suka."

"Eoh, Tan sudah bangun? Kau mau makan apa, sayang?" tanya ibu Jaehwan yang baru saja kembali dari makan siang bersama ayah Jaehwan, Hyuna dan Hyunseung.

"Aku ingin makan pipi Mas Jae, bu." ucap Tan lalu kembali mengecup pipi Jaehwan bertubi-tubi.

Mengingat bagaimana kemarin Tan menangis karena kehilangan bayinya, Ayah, Ibu, Hyuna dan Hyunseung sebenarnya terkejut melihat Tan menjadi gadis yang riang kembali, namun mereka menutupinya dengan wajah seolah tak terjadi apapun.

Ibu Jaehwan tertawa gemas dengan menantunya yang seperti anak kecil padahal sudah menikah bahkan pernah hamil.

"Pipi mas Jae jadi memerah, apa pipi mas Jae sakit? Maafkan aku."

Tan meminta maaf namun ia tetap mengecup pipi Jae tanpa bosan, hanya saja ia melakukannya dengan lebih lembut dengan harapan agar ia bisa menghilangkan sakit di pipi suaminya.

My Posessive JaehwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang