28

10.1K 578 16
                                    

Jaehwan keluar dari kamar mandi dengan raut bingung, tak biasanya Tan masih tertidur pulas pada jam sekarang ini, Jaehwan jadi kesiangan karena tak ada yang membangunkannya.

"Sayang, ayo bangun," ucap Jaehwan dengan lembut setelah ia memakai baju kerjanya.

Ia duduk di samping ranjang Tan sembari mengelus rambut istrinya.

"Sayang,"

Tan membuka matanya perlahan. Jaehwan mengecup bibir Tan lalu beralih pada pipinya.

"Mual," lirih Tan.

"Hm? Mau ke dokter?"

Tan memeluk Jaehwan.

"Sarapan dulu yuk, ibu masak nasi goreng kesukaanmu,"

"Nggak mau, mual." rengek Tan.

"Harus makan, sayang."

Tan tak menjawab Jaehwan, ia hanya memeluk suaminya erat-erat.

"Anter aku ke kamar mandi, mas."

Jaehwan segera mengangkat tubuh istrinya menuju kamar mandi. Ia menghela napas berat, tak tega melihat istrinya muntah-muntah seperti ini. Ia memijat tengkuk istrinya dengan telaten dan membersihkan mulut istrinya.

"Masih mual, sayang?"

Kim Tan hampir menangis saat ini, ia mual dan ingin muntah namun ini masih pagi, tak ada yang bisa ia keluarkan karena ia belum makan apapun. Pahit, sampai berasa pahit saliva yang ia keluarkan. Ia ingin menangis namun ia tak mau Jaehwan khawatir padanya.

Setelah Jaehwan mengeringkan mulutnya dengan handuk, ia menyandarkan tubuhnya pada Jaehwan lalu memeluknya. Jaehwan mengelus punggung Tan dengan lembut.

"Mau tidur lagi?"

Tan menggeleng.

"Malah pusing, mas." lirih Tan.

"Mau makan?"

"Mual,"

"Mau jalan-jalan? Biar kau tidak stress,"

"Lemas,"

Jaehwan tidak lanjut bertanya pada Tan.

"Mas,"

"Hm?"

Tan terdiam sejenak sebelum menghela napas berat.

"Mau makan,"

"Tadi katanya mual," ucap Jaehwan.

"Kalau aku nggak makan, nanti anak kita nggak dapat nutrisi, aku harus makan walau sedikit," ucap Tan.

Jaehwan menciumi puncak kepala istrinya berkali-kali, merasa bersyukur dengan sikap dewasa istri cantiknya.

"Ayo," ajak Jaehwan.

"Mau gendong,"

Jaehwan menuruti permintaan istrinya, ia berjongkok agar Tan lebih mudah untuk menaiki punggungnya.

"Mas Jae nggak berangkat? Kan udah siap," ucap Tan dalam gendongan Jaehwan.

"Mana mungkin aku meninggalkanmu dengan keadaan seperti ini, sayang?"

Tan mengeratkan pelukannya di leher Jaehwan.

"Sayang Mas Jae, sayang ayahh,"

Jaehwan tersenyum.

"Kau mau dipanggil apa? Bunda? Ibu? Mama?"

"Kalo mama, Mas Jae suka nggak?"

"Aku suka kalau kau juga suka,"

Tan tersenyum senang.

"Mas Jae, hari ini ke dokter yuk, cek kandungan. Mumpung Mas Jae nggak kerja.

"Iya, sayang. Kau janji ya, kalau mau cek kandungan kau harus bilang padaku, biar aku antar, jangan kesana sendiri atau dengan orang lain, pokoknya harus denganku, agar aku juga tau perkembangan bayi kita. Kau harus bilang padaku saat kau akan keluar rumah, walaupun sudah ijin pada ibu, kau harus tetap ijin padaku, besok akan kusuruh orang untuk memasang cctv di seluruh penjuru rumah agar aku bisa mengawasimu dari kantorku,"

"Ihh gemes gemes gemess sama Mas Jae, sini sini cium dulu," ucap Tan sembari mencubiti kedua pipi Jaehwan dengan brutal.

"Aku serius, sayang. Aku sedang tidak bercanda," ucap Jaehwan setengah kesal dengan istrinya yang malah tertawa disaat ia sedang khawatir dengan kehamilannya.

Jaehwan menurunkan istrinya dengan hati-hati di kursi, ia mengambilkan makanan untuk Tan dengan telaten. Jaehwan duduk di samping Tan agar ia mudah memperhatikan istrinya makan.

Tan hanya terdiam memandangi nasi goreng kesukaannya, ia lapar, namun ia mual, sangat mual, namun jika ia tak makan, bagaimana dengan kondisi bayinya nanti, darimana nutrisi yang akan bayinya dapat jika ia tak makan. Tan menyendokkan sedikit nasi dan melahapnya. Ia mengunyah nasi itu sembari memejamkan matanya menahan mual. Setelah ia telan, Tan hanya terdiam berusaha agar nasi itu tak keluar lagi dari tubuhnya.

"Huek!"

Rasa mual yang hebat kembali datang saat Tan hendak menyendokkan nasi untuk kedua kalinya. Tan berlari menuju wastafel dan memuntahkan makanannya. Jaehwan dengan sigap kembali memijat tengkuk Tan dan memegangi rambut panjang Tan.

Setelah selesai membersihkan mulutnya, Tan memeluk Jaehwan, ia menyandarkan tubuhnya pada suaminya. Ia menangis sesenggukan. Jaehwan mengelus punggung Tan berharap agar Tan bisa lebih tenang.

"Mas Jae m-maaf, aku bukan ibu yang baiik, a-aku nggak bisa kasih nutrisi bu-buat anak kita," ucap Tan sesenggukan.

"Sayang, kau ini bicara apa? Hm? Kau itu ibu yang baik, buktinya kau mau mencoba makan walaupun kau mual, sudah jangan menangis lagi,"

Jaehwan mengusap air mata Tan dan mengecup kedua mata indah kesukaannya.

"Kau ingin makan apa? Barangkali tidak mual kalau makan yang kau inginkan," tanya Jaehwan lembut.

"Ingin makan tteokboki," lirih Tan.

"Sayang, kau itu belum makan nasi, kalau makan tteokboki nanti perutmu sakit, tteokbokinya nanti siang saja ya?"

Tan kembali menangis mendengar penolakan Jaehwan.

"S-sayang, jangan menangis, hm? Jangan menangis,"

Jaehwan bingung sekarang ini, apakah boleh ia membawa istrinya untuk makan tteokboki kesukaannya disaat istrinya itu belum makan apapun? Sunguh, Jaehwan tak bisa menolak keinginan istrinya, ia ingin sekali bertanya pada ibunya, namun sejak pagi ayah dan ibu Jaehwan telah pergi berduaan ke taman kota.

"Sayang ayo ganti baju dan pergi beli tteokboki, hm? Sudah jangan menangis, aku tak suka melihatmu menangis," ucap Jaehwan lembut dan mengusap air mata istrinya.

Tan mengangguk lalu menurut saat Jaehwan gendong untuk kembali ke kamar.

Jaehwan melepas piyama istrinya dan menggantinya dengan baju santai. Seperti biasa, milik Jaehwan selalu bangun saat melihat tubuh telanjang istrinya.

"Mas Jae, jangan sekarang, hm? Nanti malem, aku janji,"

Tan seakan paham apa keinginan suaminya saat ia melihat Jaehwan yang terus memandangi payudaranya yang kian membesar karena efek kehamilannya.

Jaehwan melanjutkan kegiatan memakaikan baju istrinya, lalu ia memeluk istrinya.

"Janji yaa? Kan sudah seminggu kita tidak melakukannya, aku sudah tidak tahan menahannya lagii, menyakitkan, masa aku harus bermain sendiri teruus?" ucap Jaehwan memelas.

Tan tertawa kecil.

"Kalo mas nggak tahan kenapa nggak minta? Hm?"

"Kata ibu dan ayah kan aku harus tahan," lirih Jaehwan.

"Sayang, maksud ibu sama ayah itu tahan biar nggak main kasar, nanti bisa menyakiti yang ada disini,"

Tan mengarahkan tangan besar Jaehwan ke perutnya. Jaehwan mengelus perut istrinya lalu berjongkok.

"Maafkan ayah ya, nak. Ayah menyakitimu ya? Habis mama terlalu nikmat sih, jadi ayah tak bisa menahannya, jadi anak yang kuat ya, sayang?" ucap Jaehwan lalu mengecup perut istrinya.

My Posessive JaehwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang