14

17.3K 840 13
                                        

"Jae, kamu tuh jangan terlalu posesif sama istri kamu, nanti mantu ibu jadi jenuh, ibu nggak mau loh ya kehilangan dia lagi."

Jaehwan saat ini sedang diberi wejangan dari ibunya karena ia ketauan memarahi Tan yang tadi siang mengerjakan tugas bersama Seonho. Tan yang duduk di sebelah Jaehwan hanya diam memperhatikan percakapan ibu dan anak ini.

"Aku juga ingin mengurangi posesifku,ibu. Tapi tak bisa. "

"Yaudah kalau memang cara kamu mencintai Tan begitu, tapi setidaknya turuti apapun yang dia mau, biar Tan tidak jenuh. Oke?"

"Iya ibu."

"Nih, ibu kesini cuma mau nganter ini aja, kue buatan ibu. "

"Makasih, bu."

"Sama-sama sayang, ibu pulang dulu ya."

"Iyaa."

Setelah ibu Jaehwan pulang dari rumah mereka, Jaehwan memeluk Tan dan berbisik,

"Jangan ulangi itu, sayang. Kau tau kan aku tak bisa melihatmu bersama pria lain?"

"Iyaa mas Jaehwanku."

"Sini cium dulu."

"Nggak mau."

"Tak mau? Cium atau kegiatan di ranjang?"

Cup

Tanpa pikir panjang, Tan mengecup pipi Jaehwan.

"Kok di pipi sih? Disini dong."

Jaehwan menunjuk bibirnya.

Cup

"Lagi."

Cup

"Lagi."

Cup

"Lagi."

"Udah ahh."

Jaehwan tertawa melihat wajah kesal Tan.

"Sayang, kau serius tak mau ke Dubai?"

"Nggak maas. Aku mau di rumah aja sama mas."

"Okee."

"Mas,"

"Hm?"

"Aku pengen ke makam papah sama mamah. Boleh kan?"

"Tentu boleh sayang. Besok kita kesana."

"Aku kangen papah, mas." Lirih Tan.

"Sayang, ingatlah selalu ada aku disini, aku siap menjadi ayahmu, kakakmu, temanmu, sahabatmu, pacarmu, dan suamimu. Aku selalu disini, sayang. Jika kau rindu dengan mereka, katakan padaku, jangan dipendam sendiri. Oke?"

Tan hanya mengangguk dalam pelukan Jaehwan.

"Mas, makan malem mau dimasakin apa?"

"Apapun yang kamu masak pasti mas makan sayangku."

"Tapi masalahnya bahan makanannya abis, mas. Beli dulu yuk."

"Ayo."

Jaehwan dan Tan pergi belanja di supermarket dekat rumah mereka. Dengan cekatan, Tan mengambil bahan makanan yang habis dan memilih sayur dan buah dengan teliti.

"Mas mau pisang atau semangka?"

"Semangka, sayang."

"Oke."

Tan kembali sibuk memilih barang apa lagi yang ia butuhkan.

"Dia istrimu, tuan?"

"Ahh, iya, dia istriku."

"Dia anak yang baik, tuan. Dia pernah membayar hutangku saat renternir mengobrak-abrik kedaiku padahal kami tak saling mengenal waktu itu."

"Benarkah? Aku tak mengetahuinya."

"Dia tak memberitahumu?"

"Mas Jaehwan." panggil Tan.

"Iya sayang."

Tan melihat wanita paruh baya yang ada di hadapan Jaehwan.

"Ahh, bibi tteokpokki!" panggil Tan sembari tersenyum sumringah.

Yang dipanggil ikut tersenyum pada Tan.

"Bagaimana kabarmu, bi?"

"Baik, kau kenapa tak pernah makan tteokpokki di kedai ku lagi, hm?"

"Aku sibuk kuliah akhir-akhir ini, bi. Maaf. Nanti kalau aku senggang pasti aku akan makan tteokpokki lagi di kedai bibi."

"Baiklah, sayang. Ahh, mumpung aku bertemu denganmu, aku ingin mengembalikan uangmu yang waktu itu, nak."

"Ahh, uang itu, mm."

Tan menggenggam tangan Jaehwan.

"Mas Jaehwan,"

"Hm?"

"Maaf aku tak pernah cerita kalau aku-"

"Aku sudah tau sayang, tak usah dikembalikan bi, aku dan Tan ikhlas." Jawab Jaehwan.

"Semoga kebaikan kalian dibalaskan kleh Tuhan, nak."

"Aamiin, bi."

"Yasudah, bibi lanjut berbelanja dulu, sampai jumpa."

"Sampai jumpa, bi."

Tan merasa bersalah dengan Jaehwan karena tak memberi tahu Jaehwan bahwa ia menggunakan uang Jaehwan dengan jumlah yang cukup banyak untuk membayar hutang bibi tadi.

Tan terus mengenggam tangan Jaehwan, bahkan memeluk tangan Jaehwan.

"Kau kenapa, sayang?" tanya Jaehwan.

"Ak-aku merasa bersalah sama mas, karena nggak bilang kalau uang mas aku pakai untuk membayar hutang bibi tadi."

"Tak apa, sayangku. Uangku kan uangmu juga. Kau tak perlu merasa bersalah seperti ini, hm? Ayo lanjutkan belanja kita dan pulang ke rumah, sayang."

Cup

Tan mengecup bibir Jaehwan.

"Kau jangan membuatku menginginkanmu di tempat ramai seperti ini, sayang."

"Aku sayang Mas Jae."

"Hmm."

"Yuk pulang."

Mereka menuju kasir dan Jaehwan membayar seluruh belanja mereka. Saat di mobil dalam perjalanan pulang, Jaehwan terus mengenggam tangan Tan.

"Mas, mau es krim.." rengek Tan.

"Daritadi di supermarket kenapa tak mau beli sayang?"

"Jadi mas nggak mau beliin? Yaudah!" ketus Tan.

Jaehwan yang tak mau istri tercintanya marah hanya bisa menuruti keinginan Tan.

"Bukan seperti itu, sayang. Iya ayo kita beli es krim."

Jaehwan menepikan mobilnya di kedai dekat Sungai Han langganan mereka.

"Mau coklat!" pinta Tan dengan riang saat mereka sampai di kedai.

"Es krim coklat dua, bi." ucap Jaehwan.

"

My Posessive JaehwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang