31

240K 14.9K 367
                                    

Author POV

"Saya Saga, suami Lisa," ucap Saga dengan penuh penekanan. Pelukan di perut Lisa begitu terasa posesif, seakan menunjukkan pada Ben bahwa Lisa miliknya. Hanya miliknya.

"Jadi... kamu... already married, Lisa?" Tanya Ben tak percaya. Lisa hanya menyengir, mengangkat tangan yang terlingkar cincin yang sama seperti Saga, namun bertahtakan berlian. Ben mencoba tersenyum, namun kesedihan akan patah hati serta merta tak hilang begitu saja. Impiannya memiliki wanita sempurna seperti Lisa lenyap dalam sekejap.

"Alright," Ben seperti kembali berpijak ke bumi setelah mengetahui kenyataan yang harus dihadapinya. "Aku minta maaf Lisa. Aku pikir, kamu belum menikah. Aku malah terus mendekati kamu tanpa tahu yang sebenarnya. Aku hampir aja jadi pebinor, ya? Hahahaha," Lisa hanya tersenyum prihatin, merasa tidak enak karena tidak memberitahukan dari awal. Ben juga terlihat berusaha keras agar tak kelihatan sedang patah hati sekarang. Lisa mengira, Ben sudah tahu akan statusnya sebagai istri orang. Bahkan, Lisa tak pernah menyangka jika Ben menyukainya.

"You really lucky dude," ucap Ben dan menepuk pundak Saga yang belum mau melepaskan tangannya yang masih setia melingkar di perut Lisa.

"I am," jawab Saga tenang, namun terdengar sombong seperti sudah memenangkan perlombaan penting. Ben segera pamit dan pergi tanpa menoleh ke belakang, iri melihat suami istri itu yang entah Ben pikir sangat serasi.

"Nggak jadi makan nih? Pelukan gini terus kamu nggak malu dilihat orang?" Suara Lisa menyadarkan Saga yang pandangannya belum lepas dari Ben yang bahkan sudah tak terlihat, dan langsung menarik tangannya. Lisa berbalik dan meletakkan tangannya di dada Saga. "Aku udah anggap dia kayak adik aku. Jangan di ambil hati, ya? Dia benar-benar nggak tahu kalo aku udah nikah," Lisa mencoba menenangkan Saga. Meski ekspresinya terlihat datar seperti biasa, namun Lisa tahu pria itu sedang membara di dalam.

"Makan, yuk! Aku lapar. Delivery aja ke sini. Kamu temani aku  di kantor sampai jam pulang ya?" Pinta Lisa dan menggenggam sebelah tangan Saga. Pria itu mencoba tersenyum meski cemburu masih menguasai.

"Iya," jawabnya singkat.
***

Lalisa POV

Suasana hati Saga setelah kejadian di kantor tadi sepertinya tak begitu baik. Dia tetap diam selama menemaniku di kantor dan akan bersuara jika bukan aku yang mengajaknya mengobrol duluan. Sampai di rumah pun dia lebih memilih diam dan langsung masuk ke kamar setelah makan malam tadi.

Setelah selesai mencuci piring, aku berpikir untuk menenangkan Saga. Kok, perutku rasanya tidak enak. Aku menggeleng menghilangkan pikiran negatif. Aku bergegas naik ke lantai atas dan mengetuk pintu kamarnya. Setelah Saga menizinkan masuk, aku memutar kenop pintu perlahan, dan mendapati dirinya sedang duduk di meja kerjanya yang menghadap ke jendela besar. Tangannya sibuk mengetik sesuatu yang aku juga tidak mengerti. Mungkin laporan. Aku meletakkan secangkir teh herbal kesukaan Saga dan memeluknya pundaknya dari belakang.

"Kamu masih marah?" Tanyaku lembut. Aku menyandarkan daguku di pundaknya. Saga menghentikan aktifitasnya, meraih salah satu tanganku dan mendekap ke dadanya. Saga menggeleng pelan.

"Apa yang ada dipikiran kamu sekarang? Tell me," aku mengecup singkat rahangnya.

"Saya takut kehilangan kamu," Saga menengok ke belakang sedikit untuk menatapku. God, he loves me that much! Aku tersipu dan mencubit pipinya.

"Memangnya aku hilang ke manaaaa?" Tanganku masih saja menarik pipinya dan berhenti saat dia mengaduh kesakitan. Aku melepaskan pelukanku dan berdiri tegak ketika Saga memutar kursinya menghadap padaku. Dia memegang kedua tanganku, dan menatapku lurus-lurus.

Are We Getting Married Yet?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang