Untuk part 46 ini khusus Yolan ya...
Happy reading!
***
Author POV
Seberkas sinar matahari yang masuk dari celah jendela kamar, berhasil membangunkan Yolan dari tidur singkatnya. Setelah menemukan Lisa kemudian menangis bersama, mereka baru kembali tidur jam 5 subuh. Yolan merasa badannya pegal dan lelah luar biasa. Dia menatap jam bulat di atas nakas menunjukkan pukul 11 siang. Kedua sisinya yang ditempati Rere dan Lisa telah kosong. Yolan merenggangkan badan sebentar, lalu menunduk dan menatap perutnya.
"Nak? Maafkan Mama. Mama hampir saja membunuh kamu. Mama sadar, ini bukan kesalahan kamu,'' air mata Yolan segera saja menetes dari kedua ujung matanya. "Kamu hanya perlu tahu, Papa kamu sudah mati. Mama bisa membesarkan kamu sendirian. Bersama Tante Lisa dan Rere,"
Yolan menyeka kasar air matanya. "Bantu Mama ya, Nak? Buat Mama enjoy menjalani kehamilan ini, dan menjadi single mommy yang bahagia. Mama yakin, kamu bisa mendengar permintaan Mama meski kamu masih sekecil kacang tanah. Hari ini kita pergi ke dokter. Mama pengen lihat kamu," ucap Yolan penuh sayang dengan tangannya yang mengusap perutnya terus-menerus.
Seteleh berhasil mengumpulkan kekuatannya, Yolan bangkit dan menuju dapur untuk sarapan karena semalam dia makan sangat sedikit. Saat hendak membuka kulkas, ada sebuah note yang tertempel. Tulisan tangan Lisa, tebak Yolan.
Gue dan Rere udah berangkat kerja. Makanan udah ada di meja. Jangan lupa sarapan. Si kecil juga butuh makan. Nanti kalo jadi periksa kandungan hubungi gue. Jangan pergi sendirian! Ntar Lo nggak balik-balik lagi. Ingat, telpon gue, ya! Love you :*
Yolan tertawa kemudian menuju meja makan. Benar saja. Ada 2 potong sandwich berbentuk segitiga berisi potongan lettuce, tomat, keju, bacon, zucchini, serta mayonnaise. Setelah mencuci tangan, Yolan segera melahap ditemani segelas susu cair. Sementara tangan kanannya memegang sandwich, tangan yang lain memeriksa notif di ponselnya yang baru saja dinyalakan setelah dibanting Lisa kemarin.
Ada 50 panggilan tak terjawab serta 100 pesan. Sembilan puluh persen berasal dari Marco. Baru saja Yolan akan meletakkan ponselnya, ada sebuah panggilan dari Marco.
Yolan merasa seperti bertambah lelah karena Marco terus mengejarnya. Dia ingin hidup tenang tanpa ada Marco di dalamnya. Tapi sepertinya akan sulit. Yolan tak bisa membayangkan bagaimana jika suatu saat Marco mengetahui dirinya hamil anaknya? Sudah pasti, Yolan akan segera menghilang sebelum Marco mengikatnya dengan sebuah tali ilusi bernama pernikahan. Apa pun yang terjadi, Marco tidak boleh mengetahui tentang kehamilannya.
"Gue heran," Yolan tersentak dari lamunannya sampai-sampai ponsel ditangannya meluncur hingga terjatuh dan membentur lantai untuk kedua kalinya. Menciptakan suara keras diantara jeda kalimat Marco yang sempat membuat hening. "Hape selalu di tangan Lo, tapi sedikit pun Lo nggak jawab telpon gue. Apalagi balas pesan gue," tanya Marco dingin. Kini pria itu sudah berdiri menjulang di depan Yolan yang terpaku, setengah mati menyembunyikan ketakutannya. Dia merutuk kebodohannya yang belum juga mengganti password pintu apartemennya.
"Gue lagi cuti dan nggak mau diganggu siapa pun," jawab Yolan tegas dan ikut berdiri dengan tatapan menantang. "Termasuk Lo,"
"Lo sengaja cuti buat menghindar dari gue? Nggak akan bisa, Lan. Gue ini, bayangan Lo. Lo nggak akan bisa ke mana-mana karena gue akan selalu mengikuti,"
"Siapa bilang gue cuti untuk menghindar dari Lo? Gue cuma pengen istirahat! Jangan ge-er jadi orang," Bentak Yolan.
"Baguslah, kalo gitu!" Sinis Marco dan berjalan ke arah kulkas. Dia perlu mendinginkan kepalanya dengan minuman yang ada di dalam. Pilihannya jatuh pada air mineral kemasan 300ml yang langsung habis dalam beberapa teguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We Getting Married Yet?
RomanceSagara Fattah Ghani seorang dokter obgyn di RS terkenal di kota, sudah mencapai usia di awal 30 namun masih single karena terlalu sibuk dengan kerjaannya. Sementara sang ibu selalu memaksanya untuk segera menikah dan mengancam akan berpindah kewarga...