Yuhuuu siapa yang kangen POV-nya Saga?? *Kagak ada
***
Saga POV
"Kamu jaga baik-baik Lisa, ya. Sampaikan salam ibu," aku sedang video call bersama ibu dari atas kayak. Aku ingin berbagi momen sunset indah ini bersama wanita yang sangat aku cintai. Karena ibu, aku bisa ada di sini, deretan nomor 1 dari bucket list milikku. Datang ke Sumba dan menginap di Nihiwatu. Suatu saat aku harus datang lagi ke sini bersama ibu."Iya Bu. Nanti kalo Lisa bangun, Saga sampaikan salam ibu,"
"Ya udah, kamu mandi sana. Udah malam. Ibu mau pergi arisan. Saranghae," ujar ibu dan membentuk hati dengan jarinya. Aku tersenyum geli melihat tingkah ibu bak anak remaja. Ini semua gara-gara Anin, sepupuku yang masih SMA, anak bungsu Om Eki yang suka ke rumah dan mencuci otak ibu dengan budaya Korea.
"Iya, saranghae," jawabku dan membentuk hati besar dengan sebelah tanganku. Kemudian sambungan video segera terputus. Aku melirik arlojiku hasil taruhan dengan Marco sudah menunjukkan pukul 17.30. Perutku sudah mulai keroncongan. Apa Lisa sudah bangun ya? Sepertinya dia capek sekali. Setelah makan siang tadi dia langsung tidur.
Aku segera mendayung kayak menuju pantai. Ketika aku masuk ke kamar, Lisa ternyata masih tidur. Apa aku bangunkan saja dan mengajaknya makan malam? Baiknya aku mandi dulu supaya aku tinggal menunggunya bersiap.
Aku segera mengambil pakaian ganti serta handuk dan bergegas ke kamar mandi sebelum Lisa bangun. Kamar mandi berada di luar kamar tidur, sehingga lebih aman menurutku. Hmm, nanti malam aku tidur di mana ya? Ranjangnya hanya satu. Tidak ada sofa. Hanya ada sebuah tempat tidur diluar. Letaknya persis di pinggir kolam, beratap alang-alang. Sepertinya tempat untuk bersantai. Nanti sajalah aku pikirkan setelah Lisa bangun.
"Eunghh," terdengar Lisa menggumam saat aku masuk ke kamar setelah selesai mandi. Sambil mengeringkan rambut dengan handuk yang tersampir di atas kepala, aku mendekatinya perlahan.
Lisa lagi mimpi, ya? Kini kakinya bergerak-gerak, menendang kecil. Keningku berkerut heran, ketika kedua tangannya terjulur ke atas, seperti ingin menggapai sesuatu.
"Hmmmm, jangan berhenti," gumamnya lagi, kemudian tersenyum dengan mata masih tertutup. Aku jadi penasaran dia mimpi apa sebenarnya? Mungkin aku bangunkan saja.
"Lisa..." Aku menepuk pundaknya pelan. "Lisa," panggilku lagi saat tak ada respon.
"Ga?" Ujar Lisa dan membuka matanya yang masih merah, khas orang baru bangun tidur. Dia menatap aneh tangannya yang terjulur ke atas. Cepat-cepat dia posisikan tangannya kembali ke samping. Aku mencoba menahan tawaku. Karena sungguh, wajah putihnya kini merah padam. Aku tidak tahu apa yang dimimpikannya. Sepertinya sih... Seru.
"Kamu mandi, gih. Kita makan malam dulu. Saya sudah lapar," aku mengusap perutku yang datar, mengabaikan kelakuan anehnya, meski aku penasaran setengah hidup. Aku makan terakhir tadi siang. Setelah itu aku asik bermain seharian. Jadi wajar aku kelaparan hebat saat ini. Sepertinya kulitku lebih menggelap. Persetanlah.
"I-iya," jawab Lisa linglung dan segera keluar ke kamar mandi. Tak lama dia kembali ke kamar.
"Lupa," ujarnya dan menyengir saat menatapku. Tangannya sudah tergenggam baju dan handuk. Aku hanya tersenyum dan berkata menunggunya di luar. Begitu Lisa mengangguk, aku segera menutup pintu. Jangan lagi deh, kejadian kemarin terulang.
Sementara menunggu Lisa, aku melihat-lihat video koleksiku. Kemudian dilanjutkan browsing tentang wisata alam sekitar Sumba Barat yang bisa aku explore besok. Yang aku dengar, Sumba terkenal dengan air terjun yang jumlahnya tentu lebih dari sepuluh jari tanganku.
Sudah mendapat cukup info, aku membuka galeri dan melihat kembali foto yang sempat aku ambil menggunakan ponsel. Mulai dari foto paling terakhir aku ambil saat senja tadi, hingga berhenti di foto saat di meja resepsionis tadi siang. Aku mencoba mengabadikan interior di lobby tadi. Siapa tahu, bisa aku aplikasikan di rumah nanti. Ya, rumah aku dan Lisa. Begitu kami selesai liburan, kami akan segera menempati rumah tersebut. Rasanya, aku sudah mulai beradaptasi dengan kehidupan pasca pernikahan ini. Tidak ada bedanya dengan sebelum menikah. Hanya saja, aku tidak sendirian lagi. Untuk beberapa saat.
Aku kembali fokus ke foto tadi, dimana aku juga baru sadar jika wajah Lisa juga ikut tertangkap. Dia tengah sibuk berbicara dengan resepsionis. Wajahnya yang kelihatan serius sangat lucu. Lucu dalam artian yang baik. Dia sedang berdiri menyamping, hingga hanya sisi kiri wajahnya saja yang terlihat. Her side profile so...
"Yuk,"
Gorgeous. Yah, satu kata itu cocok mewakili penampilan Lisa yang tengah berkacak di ambang pintu.
Aku tidak begitu mengerti fashion wanita, tapi Lisa sangat pintar memilih style-nya. Dan aku suka apapun yang dikenakannya. Apalagi malam ini.
"Kok bengong? Katanya lapar?" Lisa sudah menjulang didepanku, tanpa aku sadari. Melihatnya dari dekat seperti ini, semakin membuatnya lebih cantik. Aku hanya mengagumi. Bukan berarti suka.
"Let's go!" Aku bangkit dan berjalan dahulu, dan segera berhenti saat dia memanggilku.
"Udah cantik gini, nggak digandeng nih? Kamu nggak romantis ah," sungutnya dan melipat tangan di depan dada. Please, jangan cemberut gitu. Aku bukan orang yang pandai menahan diri.
Aku kembali berjalan ke arahnya, mengamit lengannya.
"Senang?" Tukasku. Dia mengangguk senang. "Terima kasih, suamiku,"
Kami tertawa seiring kami mendekati restoran yang berada di pinggir pantai. Rasanya aneh saar Lisa mengatakan suami. Tapi... rasanya, menyenangkan.
***
Ternyata cuman mimpi Yee.. yaakkk penonton KECEWA 😂😂😂Maaf ya kalo kurang greget. Aku barusan buat, makanya pendek-pendek aja. Gak nyangka yg vote banyak. Hmmm... Tau aja kalo ada yang "iya-iya" pasti jadi favorit.. kadang juga suka sih 🤧😱 #eh
Besok aku libur seharian, pengen leha-leha dan gak pegang hape. Part 16 aku posting hari Rabu yaa.. kalo gak ada aral melintang mengingat bentar lagi akhir bulan.Terima kasih ya yang udah nunggu sampai malam-malam gini. Enjoy ♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We Getting Married Yet?
RomanceSagara Fattah Ghani seorang dokter obgyn di RS terkenal di kota, sudah mencapai usia di awal 30 namun masih single karena terlalu sibuk dengan kerjaannya. Sementara sang ibu selalu memaksanya untuk segera menikah dan mengancam akan berpindah kewarga...