"Sayang, aku ke pasar." Bisik Lisa di depan telinga Saga. Pria itu masih setengah sadar, hanya mampu mengangguk menjawab Lisa. Dia terlalu lelah hanya untuk sekedar membuka mata. Tadi malam adalah jadwal jaganya di IGD. Pasien yang harus dioperasi lumayan banyak, hingga Saga baru tiba di rumah jam 5 pagi.
"Aku antar." Gumam Saga berubah pikiran dan berusaha membuka mata yang terasa lengket.
"Hei, nggak apa-apa. Ayah tidur aja lagi. Bunda bisa pergi sendiri. Bahaya nyetir dalam keadaan ngantuk." Lisa kembali membuat Saga berbaring. Pria itu mengangguk, dan kembali tidur.
"Aku pergi, titip anak-anak." Lanjutnya dan mengecup singkat pelipis Saga.
Setelah mengambil kunci mobil, Lisa menuju pasar yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Pasar tradisional yang sudah moderen. Bersih, tertata rapi, bahkan menerima transaksi cashless. Beberapa pedagang sudah menjadi langganannya, dan sebagian akan masuk ke dalam daftar pemasok bahan makanan untuk restorannya nanti.
Ngomong-ngomong soal restoran, sudah tiga hari Lisa mulai disibukkan dengan kegiatan barunya. Begitu Saga mengizinkan, tidak butuh waktu lama bagi Lisa segera bergerak mewujudkan keinginannya memiliki sebuah restoran. Sementara masih dalam bentuk konsep. Bersama Rere dan juga Nina-mantan sekretarisnya yang memilih resign setelah Lisa memilih berhenti bekerja-mereka berpikir dan mulai merancang ide-ide sebelum menjalankan bisnis ini.
Karena ini hari Minggu, Lisa memilih libur dan menghabiskan waktu bersama keluarganya dengan memasak makanan kesukaan suami dan ketiga anaknya. Ayam.
"Eh, Bu Lisa. Minggu lalu tumben nggak belanja?" Tegur ibu pedagang salah satu langganan Lisa.
"Iya Bu, agak sibuk Minggu lalu jadi nggak sempat belanja." Jawab Lisa sambil memilih ayam yang akan dibeli. Padahal Minggu lalu dia berkunjung ke rumah ibu Saga.
"Wah, sibuk apa Bu?" Tanya si penjual masih kepo.
"Biasa, kelonin ayahnya anak-anak." Dan mereka tertawa sambil meneruskan obrolan singkat. Setelah selesai membayar belanjaannya, Lisa membeli beberapa bumbu dan pelengkap masakannya. Dia akan memasak chicken steak untuk makan siang nanti. Pagi ini keluarganya cukup sarapan croissant yang akan dibeli Lisa di toko roti langganannya. Anak-anaknya juga menyukai croissant dari toko roti tersebut. Membayangkan mereka makan dengan lahap saja sudah membuat Lisa tidak berhenti tersenyum. Dia sangat merindukan anak-anaknya. Hanya sedikit waktu untuk bertemu triplet tiga hari terakhir ini. Hari ini Lisa ingin bersenang-senang sebelum kembali tenggelam dalam aktivitasnya besok.
Selesai belanja dan mampir sebentar membeli croissant, Lisa bergegas pulang sebelum anak-anak mulai bangun dan menangis, lalu membuat Saga harus terbangun dan mendiamkan mereka, sementara suaminya juga baru saja tidur. Karena itu dia mempercepat waktu belanjanya dan tiba di rumah lebih awal. Begitu sampai di rumah, Lisa langsung menuju dapur dan meletakkan barang-barang belanjaan kemudian menata dengan rapi dalam kulkas dan lemari. Ayam yang dibeli dicuci terlebih dahulu sebelum direndam dalam bumbu steak rahasia yang menambah kelezatan masakannya nanti.
Semuanya sudah beres, waktunya Lisa mengecek anak-anak di kamarnya. Jantungnya seperti berhenti berdetak sepersekian detik ketika melihat pagar pembatas terbuka lebar. Apalagi ketika melihat ke dalam kamar ketiga anaknya sudah tidak ada, Lisa merasa kakinya lemas.
"Nggak, anak-anak mungkin lagi tidur sama Saga. Iya, pasti." Gumamnya dan berlari menuju kamar tidurnya. Hanya ada Saga di sana, masih berbalut selimut dengan posisi yang sama persis seperti tadi pagi sebelum dirinya pergi.
"Ayah, bangun. Anak-anak nggak ada di kamarnya." Lisa memukul lengan Saga. Pria itu masih saja damai dalam tidurnya. Sekali lagi dia memukul agak kencang, Saga masih setia menutup matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We Getting Married Yet?
RomanceSagara Fattah Ghani seorang dokter obgyn di RS terkenal di kota, sudah mencapai usia di awal 30 namun masih single karena terlalu sibuk dengan kerjaannya. Sementara sang ibu selalu memaksanya untuk segera menikah dan mengancam akan berpindah kewarga...