36

213K 12.7K 470
                                    

I remember the girl, but I don't remember the feeling any more
***

Author POV

Suasana meeting yang sebenarnya sangat bersahabat, entah kenapa terasa begitu mencekam oleh Saga. Dia tahu, tujuan utama dari meeting ini bukanlah membahas apa yang telah terjadi selama seminggu ini. Tapi, untuk memperlakukan Marly ke staf rumah sakit. Wanita itu, sudah duduk di depan dengan wajah sumringah, menatap semua staf dengan semangat, tanpa mengetahui jika Sagara, ada di sana. Terus bersembunyi, berharap semuanya cepat selesai dan bisa keluar dari sana sesegera mungkin. Seperti bom waktu, tinggal menunggu timing yang tepat ketika Marly mengetahui keberadaan dirinya.

Yolan yang duduk di antara Marco  dan Saga merasa prihatin dengan keadaan sahabatnya, tak terkecuali Marco. Dia selalu melihat ke arah Saga dengan was-was, kemudian menatap Yolan seperti mengkonfirmasi jika mereka punya pemikiran yang sama.

Menurut Marco, Saga seperti narapidana yang sedang menunggu eksekusi matinya hari ini. Dan, sang algojo tidak lain adalah Marly.

"Silahkan, dokter Marly perkenalkan diri," ucap dokter Sondang, direktur rumah sakit setelah meeting mingguan bersama pada kepala ruangan dan dokter spesialis selesak. Saga berusaha menenangkan diri dengan memejamkan mata ketika si mantan berbicara. Sialnya, dengan mata tertutup, suara Marly seperti merasuk dalam relung hatinya. Dan, Saga semakin merindukan wanita itu. Tidak, tidak boleh begini, batin Saga.

"Selamat pagi, perkenalkan saya Marly Revanna Wiraatmadja. Tapi cukup panggil Marly. Semoga saya bisa memberikan kontribusi terbaik untuk rumah sakit ini. Terima kasih," tanpa dipandu seisi ruangan langsung bertepuk tangan. Ada yang curi-curi menatap Marly, mengagumi kecantikan alaminya atau sekedar berbisik-bisik penasaran dengan rekan di sebelahnya.

"Nah, Marly kamu akan berpartner bersama dokter Saga. Kalian bisa berbagi tugas di poli dan ruang VK," Saga yang disebutkan namanya tersentak dan mau tak mau menatap dokter Sondang tanpa melihat Marly yang kaget karena ternyata Saga ada di sana sedari tadi. Berusaha keras agar tidak terlihat. Namun tetap saja, pertemuan itu tak terhindarkan. "Kalian akan menjadi tim yang hebat. Hahaha," dokter Sondang tertawa puas, seakan membayangkan betapa suksesnya kedua dokter kandungannya mendatangkan pasien ke rumah sakitnya. Marly segera tertunduk ketika tahu bahwa dia tidak salah lihat. Karena di sana ada Yolan dan Marco juga. Saksi hidup hubungan percintaan mereka dulu. Baik senang, maupun susah, sedih atau juga senang.

"Maaf, saya harus segera kembali visit," ujar Saga berbohong agar bisa keluar secepatnya. Jujur, dia sudah jengah terus diperhatikan oleh Marly yang seakan tak percaya jika akan bertemu dirinya.

Baru saja tangannya bergerak memutar gagang pintu, perintah dokter Sondang menghentikan gerakannya "Dokter Saga, tolong ajak sekalian dengan dokter Marly," ingin sekali rasanya Saga menghilang saat itu juga.
***

"Apa kabar?" Dari berjuta kalimat, Marly merutuk dirinya, karena telah memilih kalimat apa kabar? Yang benar saja? Ini pertama kalinya mereka bisa bicara berdua-tepatnya Marly yang memaksa Saga-setelah belasan tahun. Belum tentu Saga mau diajak bicara seperti ini di kesempatan selanjutnya.

Terdengar Saga berdecih dan enggan menjawab. Bahkan setelah mereka duduk berdua di taman rumah sakit yang sepi, Saga belum mau menatap Marly.

"Gara," panggil Marly dan berhasil membuat Saga menoleh dan menatap matanya setelah belasan tahun. Mata yang dulu selalu menatapnya hangat dan penuh cinta, kini dipenuhi oleh bara kebencian.

"Saya tidak suka dipanggil dengan nama itu," geram Saga penuh penekanan. Gara, nama panggilan Marly untuk Saga dulu. Hanya dia, yang memanggil Saga seperti itu.

Are We Getting Married Yet?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang