12: pelit binti medit √

11.4K 929 34
                                    

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi dengan matahari yang sudah meninggi dan masuk mengintip melalui celah-celah gorden yang tak terikat dan tertiup angin.

Cuaca cerah di luar membuat suasana hati Alify pun ikut cerah. Bukan karena mataharinya tapi lebih karena ia tadi malam sudah berhasil melewati malam pertama terindah.

Alify meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa remuk dan kaku. Kemudian matanya melirik Reno yang tertidur lelap di sampingnya dengan mulut menganga khas orang tidur tanpa sadar.

Jangan menghayalkan ia akan tertidur dengan Reno yang mendekapnya dari belakang atau lengan Reno yang melingkar di perutnya karena itu tidak akan terjadi di dunia nyata.

Alify membuka selimut yang membungkus tubuhnya lalu sedetik kemudian ia menutupnya kembali dengan pikiran yang berkelana memikirkan ukuran pompa Reno yang tidak sekecil yang ia katakan.

"Masih tidur," gumam Alify ketika melihat mata Reno masih tertutup rapat.

Tangan Alify masuk ke dalam selimut kemudian merayap menghampiri tubuh Reno guna mencari sebuah kepastian yang akan menguatkan pendapatnya.

"Besar," batinnya ketika tangannya sudah menyentuh pompa Reno yang berdiri tegang.

Alify merasakan gerakan Reno yang akan terbangun dengan cepat Alify menarik kembali tangannya dan memejamkan mata pura-pura masih tertidur agar tidak terpergok oleh Reno.

Alify merasakan tempat tidur di sebelahnya bergerak membuat Alify yakin jika Reno pasti akan ke kamar mandi.

Sedetik kemudian ia memekik terkejut ketika merasakan tubuhnya terangkat ke atas.

Spontan Alify membuka matanya dengan wajah terkejut ia menatap Reno, "lo mau ngapain?"

"Kita mandi bareng."

"Ogah!  Turunin gue," perintah Alify tegas membuat Reno tersenyum miring.

Reno tak mengindahkan ucapan Alify, ia justru mengeratkan pelukannya agar Alify tidak bisa bergerak leluasa dalam gendogannya.

"Lo udah bangunin dan megang pompa gue, dan ini saatnya lo harus tanggung jawab." Sedetik setelah Reno mengucapkan hal tersebut pintu kamar mandi terbuka dan tertutup kembali dengan sekali dorongan kaki Reno.

Hal selanjutnya yang terjadi adalah suara desahan bercampur kran shower yang terdengar di balik pintu kamar mandi tersebut.

Moreno Davis Jarec, berjalan dengan langkah santai namun penuh Wibawa memasuki kantor yang sudah ia pimpin beberapa tahun terakhir.

Wajah segar dan fresh membuat para karyawan yang melihat hal tesebut di buat helran. Pasalnya meski CEO Jarec ini tidak menampilkan senyuman di sudut bibirnya namun  binar cerah tak menutupi suasana hati Reno yang tengah berbahagia.

"Seneng amat Mas Bos," tegur sebuah suara. Membuat Reno melirik sekilas pada seseorang yang dengan santai berjalan beriringan dengannya.

"Suka-suka saya," ketus Reno tanpa menatap lawan bicaranya yang kini mencebik kesal dengan respon Reno, atasannya.

Arlen, tangan kanan Reno terus mengikuti langkah Reno hingga mereka memasuki lift yang akan membawa keduanya ke lantai atas di mana ruangan Reno berada.

"Pasti Mas bos lagi seneng 'kan ya, dapet jatah dari Mbak bos," bisik Arlen pelan.

Reno melirik Arlen dengan tatapan tajam membuat pria itu tersenyum lebar. Sepertinya Arlen sudah tahu jawaban atas pertanyaan mengapa wajah Reno terlihat berseri meski tanpa senyum sekalipun.

"Kamu bawa berita apa?" tanya Reno tanpa basa-basi ketika mereka sampai di ruang kerja Reno.

"Saya bawa berita buruk Mas bos."

Reno menatap Arlen dengan pandangan bertanya menunggu Arlen menjelaskan apa yang akan di sampaikan oleh tangan kanannya.

"Menurut informasi yang di kasih anak buah kita yang ada di sana kalau …."Arlen menggantung ucapannya. "Erina akan pulang beberapa hari lagi."

"Oh," sahut Reno menganggukkan kepalanya beberapa kali dengan wajah datar seolah apa yang diucapkan Arlen bukanlah sesuat hal yang begitu penting dan buruk.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan Mas bos?"

"Biarkanbaja kalau dia mau pulang, itu terserah dia."

"Tapi, Mas bos gimana sama Mbak bos?"

Reno tersenyum miring membayangkan Alify berhadapan dengan Erina, well sepertinya ini akan seru, batin pria itu terkekeh.

"Biarkan saja, karena saya yakin perempuan itu tidak akan bisa macam-macam." Ucapan Reno penuh makna membuat Arlen mengangguk saja karena ia yakin mbak bos tidak akan mudah kalah.

Lalu, dengan gerakan tangan Reno mengusir Arlen untuk keluar dari ruangannya.

Arlen yang mengerti memilih keluar dan menjalankan perintah sang atasan dari pada berlama-lama di ruangan ini lebih baik ia melanjutkan pekerjaannya yang tertunda, pikir Arlen.

"Mulan!"

Mulan yang berdiri siaga di depan ruangan Reno melangkah masuk dengan tergesa-gesa ketika mendengar suara teriakan burung hantu yang sudah ia duga.

Satu hari tidak menjeritkan nama Mulan, bibir CEO itu akan berkedut nyeri.

"Saya bos!" Reno melirik sekilas pada sekretaris yang sudah bekerja dengan perusahaan beberapa tahun terakhir ini.

Reno teriihat mengeluarkan uang dari dalam dompet dan menyerahkan satu lembar uang seratus ribu pada Mulan yang menerimanya dengan bingung.

"Buat saya, Bos?" Mulan menatap tak percaya dengan uang seratus ribu di tangannya. Dia sangat tahu jika Reno adalah pria pelit dan medit dari sejuta umat di dunia ini. Jadi, tidak mungkin jika Reno dengan suka rela menyerahkan uang padanya.

"Ambil enggak apa-apa kalau mau," tutur Reno. Mulan jelas saja berbinar senang dengan pemberian Reno, bahkan matanya sudah berkaca-kaca menatap uang di tangannya.

Bukan berlebihan hanya saja mendapat pemberian dari bos paling pelit seantero kantor itu rasanya seperti melihat keajaiban dunia yang ke 11.

Ahh, betapa baik bos di hadapannya saat ini,  'kan lumayan Mulan bisa beli gorengan di depan, pikirnya.
"Tapi bulan ini lo enggak usah gue kasih gaji."

Emang dasar kamprett.

Menyesal mungkin itu lah kata-kata  yang tepat untuk Mulan karena hati dan bibir sucinya sudah ternodai dengan memuji Reno tadi.

"Terus ini buat apa, bos?"

"Saya mau kamu belikan dua bungkus bubur ayam terus kamu anter ke SMA 8 Jaya kasih ke Alify, guru SMA di sana."

"Bubur ayam, Bos?" ulang Mulan dengan kernyitan di dahinya. Untuk siapa bos pelit di depannya ini memberikan bubur ayam dan di antarkan ke sekolah?  Batin Mulan bertanya-tanya.

"Iya, sisanya ambil karena kamu. Tapi," jedanya sejenak. "Ambil lima ribu aja, yang lainnya bawa sini."

Bensin dari kantor ke tukang bubur terus ke SMA 8 Jaya terus balik lagi ke kantor, belum kena macet dan naik motor dikira cukup apa habis bensin setengah liter aja?  Sungut Mulan kesal. Dengan wajah tertekuk dia keluar dari ruangan demi menuruti perintah atasan yang super duper pelit bin medit.

Amit-amit kalau gue punya pasangan kayak gitu, Tuhan. Jauh-jauh deh dari gue.

PENGANTIN DADAKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang