45: Kumpul Keluarga

7.1K 835 35
                                    

Ruang tamu rumah Alify terlihat ramai ketika Prissy dan keluarganya tiba.

"Halo selamat pagi every body!" sapa Prissy ramah. Kemudian ia menyapa satu per satu keluarga Alify yang berada di ruang tamu yang memang sudah di kenal Prissy dengan baik. Bahkan orangtua Naya, Naya, dan Abi pun berada di ruang tamu bergabung dengan keluarga Alify yang lain.

"Bahasamu hancur, Priss," komentar Uncle Zac--pamannya Alify adik dari mamanya--.

"Sengaja, Uncle. Biar kelihatan pinter dari yang lain," sahut Prissy santai. Wanita yang mengenakan dress hijau lumut itu mengambil posisi duduk tepat di tengah-tengah antara mama dan papanya Naya.

"Kelakuanmu, Priss, di jaga. Nanti anakmu ikut-ikutan punya sifat aneh kayak kamu," nasihat mamanya Naya dengan lembut. Wanita paruh baya itu mengelus kepala Prissy dengan sayang karena memang ia sudah menganggap baik Alify mau pun Prissy seperti anak sendiri.

"Iya, Ma. Mama makin cantik deh," puji Prissy tersenyum tulus.

"Gimana enggak mau cantik, Ssy. Jatah ke salon mamamu sekarang di tambah jadi 2 kali seminggu," sahut papanya Naya membuat si istri dengan segera mencubit pahanya.

"Papa fitnahmu itu loh," rajuk mama Naya tak terima di katakan seperti itu oleh suaminya.

Semantara itu, Prissy sibuk berbincang dengan orangtua Naya dan keluarga Alify yang lain. Sang tuan rumah sedang menjadi tour guide untuk tamu-tamunya yang baru berkunjung ke rumahnya pertama kali.

"Nah, maling tadi malem itu mau lewat sini. Tapi, berhubung sudah ketahuan beruntung enggak ada yang di ambil," beritahu Alify menunjukkan pintu samping rumahnya di mana tempat maling tadi malam beraksi.

"Ini halaman apa, Fyy?" tanya Dina keluar dari pintu samping bagian sayap kanan.

"Ini lapangan basket, tempat main tenis, sama kalau nyantai sore-sore bisa juga, Ma. Ada kursi santai dan ayunannya," jelas Alify menunjuk lapangan yang berada di samping kanan rumahnya.

Oma Nani yang menatap lapangan yang di maksud Alify dengan tatapan datar. Kemudian wanita tua itu mencibir dengan sinis, "cih, rumah besar tapi tidak ada kolamnya."

Alify yang mendengar ucapan Oma Nani tersenyum kecil.
"jangan 'kan kolam renang, Oma. Kolam ikan dan kolam buaya, aku juga ada kok. Nanti aku tunjukkin siapa tahu Oma mau berenang bareng buaya-buaya aku?" tawar Alify dengan senyum lebarnya, membuat Oma Nani semakin di buat keki dengan tingkah Alify.

Tak merespons ucapan sombong Alify, Oma Nani melangkahkan kakinya menuju sayap kiri ruangan yang diikuti oleh Alify, Tomy, dan Dina. Sementara Reno berada di ruangan lain bersama Digo beserta sepupu Alify yang lain.

"Nah, kalau di samping kiri ini garasi yang isi mobil-mobil butut aku," ujar Alify memberi tahu. Kemudian wanita itu membukakan pintu sayap kiri dengan lebar sehingga membuat Dina, Tomy, dan Oma bisa melihat isi dalam garasi yang menampung 15 mobil mewah di dalamnya dengan keluaran model terbaru dan warna yang berbeda membuat Tomy, Dina, maupun Oma Nani menelan ludahnya gugup ketika melihat betapa mewahnya isi garasi Alify.

"Ini koleksi mobil butut aku. Sebenarnya aku enggak mau beli tapi ini Uncle Alec yang selalu isi garasi aku dengan mobil-mobil butut ini," jelas Alify dengan ke rendahan hati yang luar biasa.

"Wah, ini sih bukan butut, Fy. Tapi mewah dan berkelas." Dina menatap penuh binar mobil-mobil yang berjejer rapi di depan matanya. "Ada berapa semuanya, Fy?" tanya Dina penasaran.

"Ada 16, Ma.  Tapi, nanti mau dikirim sama Uncle Alec lagi satu mobil karena perusahaan aku menang tender," jelas Alify dengan lugas. Kemudian tatapan Alify beralih pada Oma Nani yang masih menatap mobil-mobilnya dengan pandangan kagum yang coba Oma Nani sembunyikan.

"Oma Nani enggak mau pake kacamata hitam?"

Dina yang tidak mengerti dengan ucapan menantunya menatap Alify bingung.
"Untuk apa oma pakai kacamata, Fy?" tanyanya tak mengerti.

Alify tersenyum polos kemudian menjawab, "kali aja mata oma silau, Ma, lihat mobil yang kelewat bening."

"Dasar perempuan sombong," cibir Oma Nani melengos pergi meninggalkan Dina dan Tomy yang menahan tawa melihat wajah merah ibu mereka.

_____

Bukan tanpa alasan keluarga Alify berkumpul di hari sabtu seperti ini. Ini karena Alify mengabarkan pada seluruh orang yang ia kenal jika rumahnya tadi malam baru saja kerampokan. Tidak tanggung-tanggung bahkan wanita itu dengan percaya dirinya menghubungi orangtua Naya, Naya dan suaminya, Opa Hamdan, serta tidak lupa juga dengan guru-guru di sekolah pun tidak luput dari pemberitahuan Alify.

Para sanak saudara yang mengenal Alify segera mendatangi rumahnya untuk melihat apa saja yang sudah di rampok dan mereka berharap tidak akan ada yang terluka akibat perampokan yang terjadi.

Dan mereka sedikit kecewa saat tahu jika rampok yang dimaksud Alify belum sempat masuk rumah.

Rugi sudah mereka membawa buah tangan untuk menengok keadaan Alify dan memang itu tujuan Alify memberitahu semua orang jika rumahnya baru saja kerampokan agar semua yang datang membawa buah tangan untuk dirinya.

"Gue kira lo beneran kerampokan, Fy. Gue 'kan mau bersyukur atas informasi yang lo kasih kalau emang beneran lo habis kena rampok," komentar Sarah dengan kecewa. "Nyesel dah tadi gue bawa  buah-buahan. Gue kira lo juga kena tusuk sama rampok itu," lanjutnya masih mendramatisir keadaan, membuat Alify yang tengah mengupas buah jeruk dengan segera melempar kulitnya tepat mengenai kening Sarah.

"Alify, itu enggak sopan," tegur Naya menepuk tangan sahabatnya itu keras.

Sarah yang mendapat lemparan dari Alify merengut kesal, "dia memang enggak ada sopan-sopannya, Nay."

"Makanya kalau ngomong itu jangan asal. Di filter dulu, baru berkomentar," cibir Alify sinis.

"Macem lo yang punya kesopanan dalam berbicara aja, Pit," sahut Prissy sembari mengunyah buah apel yang di bawa oleh teman-teman mengajar Alify.

"Gue ini Alify Sholehah yang punya kesopanan luar biasa. Lo semua jangan mencibir gue," timpalnya dengan wajah sangar.

Kompak, semua yang berada di ruangan itu memasang ekspresi mual ketika mendengar ucapan penuh percaya diri dari wanita semacam Alify.

"Ratu, mau gelar tempat makan di mana?" Ayu menghampiri Alify dan bertanya pada wanita itu tentang posisi yang pas menggelar tikar untuk makan besar para tamu majikannya yang tidak sedikit.

"Gelar di ruang tamu aja, Ayu. Itu 'kan luas banget terus suruh yang laki-lakinya buat keluarin sofa yang ada di ruang tamu dan taro di luar," ujarnya memberitahu. Rumahnya memang luas, tapi jika untuk menampung lebih dari 20 orang yang hadir, maka tidak akan muat.

"Kalau enggak muat, nanti bisa di bagi dan taro di ruang tengah, Yu," lanjutnya yang diangguki oleh Ayu.

"Yes!  Kita makan gratis!" teriak Prissy dan Sarah kompak.

"Lo semua jangan makan banyak-banyak, nanti gue enggak balik modal dan bisa rugi gue," ujar Alify yang langsung mendapat lemparan kulit kacang dari teman-temannya.

Sekali pelit tetap saja pelit. Tapi, apa pun itu yang penting gratis bagi mereka sudah cukup.








PENGANTIN DADAKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang