25: Triple date

7.6K 748 58
                                    

Alify melenggang santai keluar dari kantor berjalan menuju parkiran motor dimana tempat ia memarkirkan kendaraan beroda empatnya tadi.

Gadis itu bahkan menyapa petugas parkir dengan riang karena suasana hati wanita itu sedang di liputi rasa senang.

Bagaimana tidak senang jika hari ini Pak Seno melunasi semua utangnya yang bahkan baru minggu kemarin di ambil.

Mungkin Pak Seno malu ketahuan oleh karyawannya jika ia juga mengambil kreditan dengannya, pikir Alify santai.

Beruntung tadi ia mengomeli badut angker itu dengan rentetan ceramah yang menyejukan hati hingga berakhir ia yang menagih utang pada Pak Seno.

Ngomong-ngomong soal badut angker yang memaksa Pak Seno untuk memecat dirinya tadi membuat Alify tertawa bagai kuntilanak. Bagaiman tidak tertawa jika si badut angker meminta hal yang sia-sia karena dirinya bukan karyawan sana. Kalaupun ia pergi dari perusahaan tersebut maka siap-siap perusahaan akan kehilangan investor cantik dan seksi mirip Yoona SNSD ini.

Dan kabar gembira yang menurut Alify sangat ia sukai ketika melihat wajah Anis memucat kala mendengar penjelasan Pak Seno jika Alify adalah pemegang saham 30% di perusahaan tersebut.

"Haha! Rasain lo. Memangnya siapa yang nyuruh cari perkara sama gue?" ujar Alify dengan cengiran anehnya.

Berbeda dengan Alify yang terus memasang cengiran tak jelas, Anis justru bersungut kesal ketika Pak Seno memberikannya surat peringatan 2, padahal yang pertama saja ia belum pernah menerimanya.

Anis berpikir mungkin ini ulah Alify yang yang membuatnya langsung mendapatkan surat peringatan ke 2, pikir Anis realistis.

_______

Alify memasuki sebuah restoran mewah dimana ia membuat janji makan siang dengan suami berduitnya, Reno, yang mungkin saja saat ini tengah menunggu Alify di meja.

"Maaf ya lama nunggu, soalnya jalanan macet." Alify menarik kursi tepat di hadapan Reno yang kini memandangnya dengan ekspresi sebal.

"Jalannya yang macet atau kamu yang keasikan ngitung duit di pinggir jalan, Fy?" sindir Reno halus membuat ia langsung mendapat pukulan ringan di bahunya namun masih meninggalkan rasa sakit. Reno menatap Alify tajam, meski Alify berjenis kelamin perempuan tapi tidak dengan tenaganya yang seperti banteng hamil, keras, pedas, dan menyakitkan.

"Kamu kira aku pengamen atau pengemis apa yang habis dapet duit, terus ngitungnya di pinggir jalan?"

"Iya, siapa tahu?" sahut Reno retoris.

Alify mendengkus mendengar ucapan romantis suaminya ini. Kalau saja ia tidak di cekoki dengan ceramah Sri tentang istri durhaka pada suami, mungkin saja Reno saat ini sudah merasakan rasanya di cium oleh pantat panci.

"Jangan ngerencanain hal-hal buruk di kepalamu, Fy. Cukup isi kepalamu dengan uang, uang, uang, dan aku saja." Alify kontan menatap Reno dengan pandangan penuh selidik sebelum sebuah celetukan keluar dari bibir seksinya.

"Kamu bisa baca pikiran orang, Ren?"

Kali ini Reno yang mendengkus mendengar ujaran Alify. Tidak perlu seorang yang bisa membaca pikiran orang lain atau mikro ekspresi jika ingin menebak apa isi kepala Alify karena sudah terlibat jelas dari tatapan serta mata wanitanya ini yang tidak akan bisa berbohong.

"Terserah," sahutnya malas. "Yang lain sudah kamu hubungi?" tanya Reno mengalihkan pembicaraan membuat Alify tersenyum lebar.

"Udah dong. Mereka lagi on the way kesini dan mungkin bentar lagi sampe," balasnya kemudian membuka buku menu dan memesan makanan untuk orang-orang yang akan datang nanti.

Orang-orang tersebut tak lain adalah Naya beserta suaminya dan Prissy yang pastinya akan datang bersama Digo.

Bukan tanpa alasan mereka menuggu dua pasang suami istri itu, karena hari ini mereka akan mengadakan triple date demi menuntaskan keinginan ngidam Prissy yang tengah hamil. Kandungan Prissy yang sudah memasuki usia 4 bulan tidak membuat wanita rusuh itu cepat lelah, justru semangatnya melebihi orang yang tidak berbadan dua.

"Sorry telat soalnya macet banget di jalan," ujar Naya yang baru saja tiba dengan suaminya, Abi, yang mengikuti langkahnya dari belakang.

"Iya, enggak apa-apa kok. Kita juga baru sampe," balas Alify kalem, membuat Reno menoleh dan menatapnya dengan tajam.

"Kamu yang baru sampe, Fy. Bukan aku," tegasnya semakin kesal saja. Apa lagi Alify bukannya merasa bersalah ia hanya memasang cengiran bodohnya membuat Reno merutuk dalam hati.

"Silakan duduk," ujar Naya mempersilakan dirinya dan Abi duduk. Ini untuk menyindir pasangan tidak peka di hadapannya.

"Iya, silakan duduk. Kamu sih Ren yang ngomel terus dari tadi." Alify mengomeli Reno dengan mengambinghitamkan suaminya yang sejak tadi memang bersungut-sungut karena keterlambatan mereka terlebih lagi si empunya acara bahkan belum juga menampakkan batang hidung mereka.

"Sesenang kamu ajalah Fy."

Naya mengedarkan pandangannya ke sekitar dan tidak mendapati adanya Prissy dan Digo di meja tersebut membuat Naya menyimpulkan jika sepasang suami istri itu belum juga tiba.

"Prissy sama Digo belum nyampe?" tanya Naya menatap Reno dan Alify yang masih berdebat tentang sesuatu hal yang tidak di mengerti oleh Naya.

"Belum,"" sahut Alify kalem. Kemudian tatapannya kini terfokus sepenuhnya pada Naya yang kini sedang menjawab pertanyaan Abi.

"Eh Nay, seinget gue lo punya utang sepuluh ribu ya sama gue," ujar Alify dengan mata berbinar cerah.

"Utang?" ulang Naya tak mengerti. "Utang apaan sih? Seinget gue, gue enggak pernah ambil kreditan atau uang sama lo," lanjutnya santai.

Alify berdecih dan menatap Naya dengan mata tajam miliknya. "Lo jangan pura-pura lupa. Inget enggak lo waktu dua bulan kemaren pas lo mau pulang dari toko dan enggak ada kendaraan karena Abi lagi syuting sedangkan enggak ada taksi yang lewat?"

Naya terdiam mencoba mengingat-ingat kejadian lalu yang mungkin sudah ia lupakan.

"Iya, Sayang. Waktu itu aku enggak bisa jemput kamu, terus kamu bilang kalau kamu pulangnya di jemput sama Alify," ujar Abi memberitahu. Karena Abi masih ingat dengan hari itu, dimana untuk pertama kali ia di permalukan oleh Naya, istrinya sendiri di hadapan orang banyak.

"Masa sih?" kening Naya mengerut tak yakin membuat Alify gemas.

"Udah deh Nay, bayar aja. Sepuluh ribu itu utang bensin motor gue buat anter lo pulang. Kata lo kan lo bakalan ganti duit bensin gue."

"Astaga Fyy, sepuluh ribu aja lo tagih. Lo kan milyarder muda, enggak perlu duit sepuluh ribu itu," sungut Naya kesal. Sahabatnya ini pelitnya naudzubillah bikin keki saja, gerutu Naya dalam hati.

"Bodo amat. Yang gue peduliin itu bayar utang lo, karena meskipun gue ini cantik dan kaya, tapi gue enggak pernah lupa soal utang sepuluh ribu itu, Nay."







PENGANTIN DADAKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang