41: Kucing garong

7.2K 866 75
                                    

Reno menatap jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangannya dengan datar. Kemudian pria itu memutuskan untuk makan siang di kantin bawah dari pada harus menyuruh OB untuk membelinya.

Reno bangkit dari duduknya, merapikan jas yang sedikit kusut serta memasukkan dompet ke dalam saku celana belakang.

Pria dengan setelan jas hitam itu melangkah keluar dari ruangan hingga suara Atika menghentikan langkahnya.
"Kak Reno mau makan siang?"

Reno memutar tubuhnya menghadap Atika, kemudian pria itu menangguk sebagai jawabannya.

Atika tersenyum senang, perempuan itu bangkit dari duduknya dan menatap Reno penuh harap, "boleh, aku makan siang bareng kak Reno?"

Tak ada salahnya 'kan kalau ia mau makan dengan bos sendiri?  Bos yang pernah menjadi kekasih kakaknya yang malang itu, pikir Atika.

Reno mengangguk sebagai jawaban membuat senyum Atika mengembang begitu saja. Kemudian perempuan itu mengambil tas yang sudah ia letakkan di atas meja kerja Reno dan mengikuti langkah pria itu menuju lift.

Saat pintu lift terbuka, Reno dan Atika sedikit terkejut ketika melihat seseorang yang akan keluar dari lift khusus dan tengah menatap Reno dengan wajah berbinar.

"Kak Reno? Ya ampun syukurlah kita ketemu di sini. Aku lagi mau ajak kak Reno makan siang loh," ujar Erina, perempuan yang berada di dalam lift.

Tanpa menjawab, Reno memasuki lift diikuti oleh Atika, sementara Erina sibuk mengoceh tentang betapa dia merindukan Reno setelah satu hari tidak bertemu.

"Jangan menyentuhku, Erin," desis Reno.  Pria itu menepis tangan Erina yang merangkul lengannya ketika ia akan melangkah keluar  saat pintu lift sudah terbuka dan berada di lantai dasar.

"Tapi, kak. Apa salahnya sih aku rangkul kakak?  Ini biar nunjukkin ke karyawan kakak kalau aku itu calon istri kakak," balas Erina tak tahu malu. Cewek itu tetap memaksa ingin merangkul lengan kokoh Reno meski pria itu sudah berusaha menepisnya.

Atika yang melihat hal itu hanya diam tidak bisa melakukan apa-apa karena ia tidak memiliki hak akan itu. Ia hanya bisa berdoa semoga saja Reno bisa terlepas dari perempuan tak tahu malu seperti Erina.

"Sudah aku katakan kalau aku sudah memiliki istri, Erin," desis Reno yang mulai jengah dengan prilaku Erina.

Sambil berjalan menjauhi lift, Reno masih berusaha melepaskan rangkulan Erin pada lengannya. Ia tak ingin jika ada yang melihat tingkah Erin saat ini dan mereka mengira jika dirinya memiliki affair dengan wanita itu meski ia sudah memiliki istri.

Rangkulan di lengan Reno terlepas dengan kasar begitu saja membuat pria itu terkejut terlebih lagi saat melihat siapa yang dengan berani melepaskannya dengan gerakan kasar.

"Lify," ujar Reno heran melihat istrinya yang sedang berkacak pinggang menatap Erina dengan pandangan Medusa.

"He, buntelan bakso," ujar Alify membuat Reno mengernyit. "Ngapain lo maksa buat merangkul laki gue, meski dia udah nolak lo?" sengak Alify keras.

Erina menatap tak percaya pada ucapan perempuan di hadapannya. Laki?  Jerit Erina dalam hati.

"Iya, yang lo rangkul macam anak ular itu laki gue. Kanapa?  Lo mau ngiri kalau gue punya laki yang ganteng, kaya, mapan, dan yang pastinya hot, ini?" cerca Alify dengan sombongnya.

Erina menggeleng kemudian tatapannya beralih pada Reno yang hanya terdiam di tempat. Bola mata Erina melirik pada lengan Reno yang kini merangkul pinggang Alify, kemudian cewek itu berdecap tak percaya.
"Aku enggak percaya kalau kak Reno udah nikah apalagi dengan perempuan model begini," ujarnya menolak untuk percaya.

"Eh, buntelan bakso. Enggak ada juga yang suruh lo percaya sama kita, percaya itu sama Tuhan." Alify berujar dengan santai. "Lagian, kamu kenal Ren sama buntelan bakso ini?" tanya Alify menoleh sekilas pada Reno.

"Gue calon istrinya Kak Reno," ujar Erina angkuh. "Dan kalaupun kalian emang benar-benar nikah, gue yakin Kak Reno itu enggak cinta sama lo. Dia cinta sama gue," timpal Erina dengan lantang.

Alify terkikik mendengar ucapan Erina barusan.
"Kamu yakin Ren punya mantan model begini?" ujar Alify tidak percaya. "Ya ampun, ck. Beruntung banget kamu nikahi aku, Ren. Yang cantiknya minta ampun dan enggak jadi nikahin cewek tampang buntelan bakso kayak yang ada di depanku ini," ujar Alify prihatin.

Kemudian tatapan wanita itu beralih pada Erina yang kini wajahnya sudah mengeras.
"Apa pun kata lo, kalau memang Reno cinta sama lo harusnya yang kawin sama dia itu elo dan bukan gue. Tapi, buktinya?" Alify menatap Erina dengan senyum puas. Kemudian Alify memberi kode Reno untuk membawanya pergi yang langsung dituruti oleh pria itu.

"Bye-bye buntelan bakso," ujar Prissy berdadah ria ala model catwalk, meninggalkan Erina yang terdiam di tempat dengan rahang mengeras.

Beruntung saat akan memasuki lift umum tadi, Alify, Prissy, dan Naya sempat melihat Reno yang baru keluar dari lift khusus dan tengah di rangkul oleh Erina, adik tiri Alify yang sering mereka bully saat masih sekolah dulu.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Reno ketika mereka sudah sampai di kantin.

"Apa aja yang bisa bikin perut kenyang," sahut Prissy polos, membuat Alify berdecap.

"Laki gue ini nanya gue bukan nanya elo, Prissy," timpal Alify gemas.

Prissy tersenyum lebar mendengar ocehan Alify kemudian wanita hamil itu menatap Reno dengan pandangan melas membuat Reno mengangguk.

"Saya traktir," ujarnya yang langsung mendapat sorak kesenangan dari Alify, Prissy, dan Naya.

Ketiganya mulai memesan banyak makanan untuk makan siang mereka kali ini yang di sponsori oleh Reno. Bahkan ketiganya tanpa sungkan dan malu langsung melahap makanan yang sudah dihidangkan oleh penjaga kantin. Membuat Atika yang sedari tadi mengikuti langkah Reno dan kini duduk satu meja dengan atasan serta tiga wanita yang tidak di kenal menganga melihat gaya makan permpuan-perempuan itu yang seperti tidak makan selama seminggu.

"Pelan-pelan," tutur Reno mengelus kepala Alify dengan sayang.

"Aku laper banget, Ren. Tadi habis boncengin dua kambing bunting," timpal Alify santai. Sedetik kemudian ia mendapat lemparan tulang ayam yang berasal dari arah bangku depan di mana bangku Prissy berada.

"Wah, Pit. Lo jangan nyari ribut ya sama gue," ujar Prissy kesal. Kemudian ia bangkit dari duduk dengan tangan terulur ke depan seperti berniat ingin mencekik Alify, padahal niat aslinya ingin mengambil semangkuk bakso yang berada di hadapan Alify.

"Maruk memang lo," cibir Naya melihat tingkah sahabatnya yang tidak ada kenyangnya.

"Ini untuk gue dan dedek yang di dalam perut gue, Nay … Pit, Hulk Smake dwon!" seru Prissy lantang, membuat suasana kantin yang ramai kini hening.

Alify bangkit dari duduknya dengan kepalan tangan yang ia gerakkan ke arah belakang sehingga membuat mangkuk berisi es buah yang berada di atas kepalanya melayang terlempar mengenai si pelaku.

Erina yang berniat menyiram Alify menggunakan mangkuk berisi es buah dari arah belakang hanya mampu memekik merasakan sakit di kepala dan rasa dingin yang menjalar dari kepala hingga punggungnya serta rasa malu di tertawakan oleh seluruh pengunjung kantin.

"Wah, Pit. Refleks lo masih bagus  juga ternyata," puji Prissy bertepuk tangan dengan meriah.

"Iya, dong, Alify sholehah memang bisa segalanya!" Alify memutar tubuhnya menatap Erina yang masih berdiri kaku. "Memang enak senjata makan tuan?" ujarnya menatap Erina dengan pandangan mengejek.










PENGANTIN DADAKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang