34: Promo

6.7K 701 49
                                    

Suata telepon dalam ruangan Reno berdering memecahkan konsentrasi Reno yang tengah terfokus pada berkas yang di baca.

Menghela napas sebentar,  pria itu mengangkat sambungan telefon dari sekretarisnya yang mengatakan jika ada seorang wanita yang ingin bertemu.

Kening Reno mengernyit bingung perasaannya ia tidak memiliki janji dengan siapapun.

Kalau yang datang itu istrinya, Alify. Itu jauh lebih tidak mungkin karena setahu Reno, Alify akan langsung masuk menerobos kantornya tanpa harus repot-repot menemui resepsionis.

"Siapa?" tanya Reno terkesan datar.

"Namanya Erina Amelia, Kak," jawab Atika dari seberang sana.

Mendengar nama perempuan yang berkunjung ke tempatnya, senyum miring Reno terbit begitu saja.

Benak pria berusia 27 tahun itu sudah menebak dengan pasti tujuan Erina mendatangi kantornya.

"Suruh dia masuk," perintahnya datar.

Tak berselang lama, Erina masuk ke dalam ruangan Reno dengan senyum manis yang mengembang kala pujaan hatinya kini bisa ia lihat dari jarak sedekat ini.

"Kak Reno!" pekik Erina senang. Kaki jenjangnya yang terbalut hills 7 centi melangkah anggun menghampiri Reno.

Niat awal ingin memeluk kekasih hatinya itu namun ia urungkan ketika Reno memberi tanda padanya untuk tidak mendekat atau pun menyentuhnya.

"Erina?" ujar Reno dengan suara datar. "Kapan kamu kembali dari Paris?  Bukankah kamu seharusnya mengikuti pelatihan dari agencymu itu?" cerca Reno dengan beberapa pertanyaan membuat senyum lebar Erina memudar begitu saja.

"Kakak tahu dari mana kalau aku ada di Paris dan sedang mengikuti pelatihan modeling?" tanya Erina dengan wajah pucatnya.

"Dari orangtuamu yang memberitahuku."

"Kak," panggil Erina lirih. Kemudian ia berdiri tepat di hadapan Reno dengan di batasi oleh meja. "Maafkan aku. Aku tahu aku salah sudah pergi tanpa pamit dan membatalkan pernikahan kita secara tiba-tiba."

"Apa dengan kata maaf bisa membuat aku tidak malu lagi, Erin akibat perbuatanmu itu?" Reno berujar dengan nada datar membuat Erina semakin tersisa oleh rasa bersalah yang mendera batinnya.

"Maaf kak." Erina menundukkan kepalanya dengan isak tangis yang terdengar memuakkan di telinga Reno.

"dengan kata maafmu itu tidak akan mengembalikan apa-apa, Erin." Reno semakin menatap tajam pada Erin dengan pandangan tak terbaca. "Apa tujuanmu datang kemari?" tanyanya tak ingin berbasa-basi lagi.

"Aku kesini ingin memperbaiki semuanya kak," lirih Erina. "Aku sengaja pulang lebih dulu dan memutuskan untuk meningalkan pelatihanku di sana karena aku sudah tidak bisa menahan rindu pada Kakak," ujar Erina penuh kepalsuan.

Mana mungkin ia rela meninggalkan pelatihan dan mengejar karir modeling kalau saja ia tidak di tipu, batin Erina menggerutu kesal.

"Oh ya?" Sudut  bibir Reno tertarik sebelah membentuk senyum miring yang mengandung sejuta makna.
"Tapi, aku cukup tersanjung dengan ucapanmu yang rela meninggalkan karier modeling demi aku," lanjutnya dengan wajah datar.

"Itu benar kak. Selama aku di sana, aku tidak bisa untuk tidak menahan rinduku dan ingin cepat pulang menemui kakak," balas Erina antusias. "Aku benar-benar  menyesal telah meninggalkan kakak padahal saa itu tepat dua hari pernikahan kita," lanjut Erina dengan wajah sedih.

Pernikahan kita yang mana?  Batin Reno berujar sinis.

"Tapi, percuma kalau kamu menyesalinya sekarang. Karena aku sudah …." Reno sengaja menjeda kalimatnya sembari melirik Erina yang kini menatapnya dengan penasaran.

"Sudah apa Kak?" Jantung Erina berdebar kencang mendengar kalimat apa yang akan meluncur dari mulut Reno setelah ini.

"Sudah menikah dengan perempuan lain," jawab Reno dengan polos dan tak lupa ekspresi tanpa dosanya yang terlihat sangat menggemaskan.

Erina terdiam membeku dengan pikiran yang mendadak kosong mendengar informasi yang ia dapat dari Reno.

Jantung perempuan itu terasa lepas dari tempatnya mendengar dari mulut Reno jika ia sudah menikah.

Menikah?

Menikah?  Batin perempuan itu merapalkan kata-kata yang sama selama beberapa menit sebelum akhirnya kesadarannya kembali dan ia menatap Reno dengan pandangan tak percaya.

Tawa geli meluncur begitu saja dari bibir Erina. Ia menggeleng tak percaya dan menganggap jika informasi yang di sampaikan oleh Reno adalah suatu kebohongan Reno untuk membuatnya sakit hati.

Erina mengangguk yakin jika Reno hanya ingin menakut-nakutinya saja.

"Kakak pasti bohong. Aku enggak percaya kalau kakak udah nikah dan aku yakin kakak ngomong kayak gitu biar membuat aku takut dan semakin menyesal karena sudah meninggalkan kakak, kan?" ujar Erina tersenyum manis. "Kalau begitu maaf ya Kak, kalau aku membuat kakak kecewa karena kakak tidak berhasil membuat aku sakit hati. Aku tahu kalau kakak masih mencintaiku dan engga mungkin berpaling ke perempuan lain secepat ini."

"Aku mengatakan yang sesunggunya," sahut Reno datar.

Erina terkekeh ringan kemudian dengan senyum manis ia berujar, "aku tahu kakak bohong. Kalau begitu aku permisi dulu kak, nanti aku hubungin kakak, karena aku ada janji ketemuan sama teman-temanku."

Erina melangkah pergi dengan senyum manis yang masih tersungging di sudut bibirnya sampai ia berada di taksi, Erina tak henti-hentinya terkikik mendengar lelucon Reno barusan. Bahkan sang sopir taksi sedikit bergidik dan menyesali mengapa ia mendapatkan penumpang yang cantik namun kurang waras.

"Cinta?  Penyesalan?" Reno terkekeh sinis mendengar beberapa kata yang di ucapkan Erina barusan.

"Erina … Erina, ck," decak Reno dengan senyum miring yang tidak memutar dari tadi.

                     ****

Suasana kafe dimana Oma Nani dan gengnya berkumpul terasa ramai akibat tawa dari para wanita tua yang tidak pernah sadar umur itu.

"Jeng, inget enggak waktu kita liburan ke Eropa dua bulan yang lalu?" tanya Oma Hasnah pada ketiga temannya itu.

Oma Jumiroh, Hayati, dan Oma Nani kompak mengangguk karena mereka mengingat tentang liburan mereka ke Eropa 2 minggu lalu.

"Aku sampe sekarang masih kepikiran loh sama bule berondong yang kita temuin di pantai waktu itu," ujar Hasnah dengan ekspresi malu-malu.

"Oh yang ganteng dan seksi itu kan?" seru Jumiroh antusias.

"Iya, yang badannya banyak kotak-kotak itu!" balas Hasnah antusias. "Aku pikir, aku jatuh Cinta sama bule berondong itu," lanjutnya bersemangat. Wajah berikutnya memerah dan dengan antusiasme yang tinggi ia menceritakan betapa beruntungnya ia bisa melihat makhluk Tuhan yang ganteng dan seksi itu.

"Kotak apa, Oma?  Kotak amal apa kotak berlian?" sahut Alify tiba-tiba sudah duduk di salah satu kursi kosong di meja tersebut.

"Kamu,  ngapain kamu kesini hah?  Asal sahut omongan orang aja. Dasar enggak tahu sopan santun kamu," cerca Nani dengan nada dan wajah sinis.

Alify tersenyum polos menanggapi ucapan Oma Nani, "Aku kesini mau nawarin prodak kecantikan yang bisa membuat keriput di wajah Oma-oma ini menghilang."

"Biar bisa menggaet bule ganteng yang matanya sawan kalau mau sama oma-oma muka keriput ini," lanjutnya yang membuat ia mendapatkan teriakan sangar dari Oma Nani yang mungkin tengah PMS.

PENGANTIN DADAKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang