Suasana ruang kantor guru terasa mencekam dengan adu mulut antara Alify dan Rohaya, wanita paruh baya yang memiliki utang dengan Alify.
"Saya sudah bayar lho Mbak Alif waktu tanggal lima kemarin." Rohaya masih tetap keukeuh mengatakan jika dirinya sudah membayar uang kredit wajan yang di ambil dari Alify.
Sementara Alify tetap keukeuh jika ia tak pernah menerima uang dari Rohaya di tanggal tersebut karena tidak ada catatan baik di buku mau pun ingatannya.
"Bu Rohaya ini belum bayar. Kalau ibu udah bayar pasti saya catet kok di buku ini," tunjuknya pada lembaran buku di mana tertulis nama Rohaya yang baru terisi beberapa kolom.
"Tapi, saya sudah bayar. Mungkin kamu lupa untuk mencatatnya di buku itu," timpal Rohaya tak mau kalah.
"Bu, kalau urusan orang punya utang sama saya, saya enggak akan lupa bahkan utang sepuluh tahun yang lalu aja saya ingat." Kecuali kalau gue ngutang sama orang, itu wajib gue lupain, lanjutnya dalam hati.
"Terserah lah saya enggak mau tahu, intinya saya sudah membayarnya hingga lunas."
Ekspresi Alify menggelap menahan amarah yang siap meledak. Alify paling tidak suka dibohongi seperti ini terlebih lagi yang membohonginya adalah guru senior yang memang terkenal sering terlilit utang dan susah untuk di tagih.
"Oke, kalau ibu enggak mau bayar enggak apa-apa." Alify menjeda ucapannya menatap tajam Bu Rohaya yang tersenyum puas. "Tapi, saya akan pastikan ibu enggak akan bisa masak dengan wajan lagi nanti sore."
Emaknya buaya enggak akan bisa di kadalin, karena Alify sudah biasa menemukan pelanggan yang seperti Ibu Rohaya ini dan jalan satu-satunya agar ia tidak rugi adalah mengambil paksa barang yang di ambil Bu Rohaya dari rumahnya dengan atau tanpa persetujuan Bu Rohaya sekalipun.
Jika Bu Rohaya ingin melaporkannya ke polisi silakan saja. Alify tidak takut. Karena ia memiliki pengacara kondang yang memiliki jam terbang tinggi dan bisa membantu Alify.
Tenang saja Alify tidak akan mengeluarkan biaya sedikitpun untuk menyewa lawyer itu karena si lawyer yang memiliki jam tinggi adalah sepupunya sendiri.
"Permisi Mbak Alify." Sebuah suara memecahkan ketegangan yang terjadi di dalam ruang kantor guru.
Semua mata termasuk guru-guru yang diam sedari tadi menatap objek yang baru saja menginterupsi debat sengit antara Alify dan Rohaya dengan pandangan heran.
Alify yang merasa namanya di sebut segera menghampiri Pak Maman, satpam sekolah yang tengah membawa plastik putih di tangannya.
"Iya, ada apa ya, Pak? Bapak mau bayar arisan?" Alify tersenyum lebar menatap pak Maman.
"Oh iya Mbak, saya mau bayar arisan sama nganterin pesanan yang baru di anter sama seseorang."
Alify menyambut uluran plastik yang diberikan oleh Pak Maman dengan bingung.
"Siapa?""Saya enggak tahu tapi dia bilang ini kiriman dari Moreno Davis." Pak Maman merogoh saku celana lalu menyerahkan uang sepuluh ribuan yang langsung di terima dengan baik oleh Alify.
"Nah, ini baru namanya partner bisnis yang baik. Masa kalah sih sama Pak Maman yang cuma jadi satpam dan enggak curang bayar," sindir Alify melirik Bu Rohaya dari ekor matanya. "Makasih ya, Pak."
"Iya, Mbak. Kalau begitu saya permisi dulu." pamit Pak Maman kemudian melangkah santai meninggalkan ruang guru.
Sarah segera menghampiri Alify dengan segudang tanya yang bercocol di pikirannya mendengar nama laki-laki yang di sebut oleh satpam tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGANTIN DADAKAN
RomanceAlify itu anaknya baik, cantik dan jago bela diri. Berprofesi sebagai guru di sebuah SMA dan pekerjaan lainnya adalah tukang kredit harus di pertemuan dengan Moreno Davis Jarec, pria dingin dan pemarah dalam sebuah ikatan pernikahan. Mampukan ruma...