06 - Diyem dan Karti

13.7K 715 16
                                    

◆◆◆◆

Bunyi derap langkah kaki menggema di ruangan sunyi itu. Megahnya bangunan seakan tak ada apa-apanya ketika sang pemilik tiba. Hari ini dan hari-hari biasanya tetap sama. Tak ada yang berubah. Kecuali sesuatu yang semakin hari semakin bertambah. Rasa kecewanya pada orang tua.

"Den Raka sudah pulang? Bibi udah siapin makan Den."

Gerdan menghentikan langkah ketika sudah naik beberapa anak tangga. Ditatapnya bi Diyem lama. Dadanya kini sedikit sesak. Mengingat fakta bahwa hanya pembantunya yang dia punya di rumah megah ini. Tidak ada Papa atau Mama yang menanyakan sekolahnya, keadaannya, masalahnya. Sama sekali tidak ada.

"Gerdan udah pernah bilang Bi, jangan panggil Raka. Cukup Mama sama Papa aja yang ngasih Gerdan luka."

Bi Diyem kelabakan. Lupa akan titah tuannya. "Maaf Den Gerdan."

"Nggak papa. Gerdan udah makan Bi,"
jawab Gerdan bohong. Nyatanya dia belum makan karena Serla langsung ingin pulang. Tapi saat ini ia hanya butuh sendiri.

Namun setelah melihat wajah sedih Bi Diyem, Gerdan tak tega. Menghela napas lelah, Gerdan mengalah, dan mengangguk yang kemudian ia pilih. "Gerdan makan lagi Bi. Laper."

Mata Bi Diyem kembali cerah. Ia mengelap peluhnya dengan serbet sebentar. "Oke Den Gerdan!"

Begitu Bi Diyem mulai sibuk menata makan, Gerdan memilih naik dan berganti baju. Ia hanya mengenakan kaos hitam bergambar tengkorak dan celana pendek coklat.

Begitu ia ingin keluar kamar, ponselnya berdering.
Ia pikir itu Serla sehingga ia tersenyum, namun ketika ia melihat nama 'Mama' di sana, senyum itu pudar digantikan helaan napas kasar.

"Hallo, Ma?" ucap Gerdan saat sambungan sudah terhubung.

"Raka, uangnya udah mama transfer. Kalau kurang, minta aja Papa kamu yang entah kemana itu. Sampai nggak inget kalau ada Mama."

Dengusan keras keluar dari Gerdan. Ia harus bertahan. Tak boleh sampai membentak atau berkata kasar pada mamanya. Meski sejujurnya rasa kecewa Gerdan lebih besar. "Iya Ma."

"Ya udah Mama tutup ya."

Gerdan buru-buru menyela. "Emmm Ma?"

"Apa lagi Raka? Uangnya kurang? Minta Papa saja deh. Sudah ya sayang, Mama sibuk." Tut. Sambungan telepon seketika terputus. Gerdan mengamati Handphonenya dengan kepingan rasa sesak.

"Padahal Gerdan cuma mau tanya. Apa Mama nggak pernah pengen tahu keadaan Gerdan sedikit aja?"

Dan mungkin jawabannya tidak.

Menaruh ponselnya di saku celana, Gerdan keluar kamar dan langsung menuju ruang makan untuk menyantap masakan Bi Diyem.

"Bi Diyem," panggil Gerdan agak keras. Kini di ruang makan hanya ada dia. Padahal makanan di sana ada banyak. Jika saja ada Mama dan Papanya, pasti akan terlihat berbeda.

"Ya Den?"

"Sini makan sama Gerdan. Nggak ada penolakan. Bi Diyem belum makan kan? Jadi, ayo sini."

Jika sudah begitu maka Gerdan tidak bisa dibantah. Dan Bi Diyem akhirnya pasrah. Ia memilih duduk di depan Gerdan. Mengambil makan dengan hati-hati.

"Gimana sekolahnya Den Gerdan?"

"Biasa aja Bi."

"Non Serla kok nggak ke sini sih Den?"

"Dia lagi kurang enak badan Bi. Lemes dianya."

"Woalaaah kasian ya."

"Hm." Gerdan hanya bergumam.

Gerla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang