🌛🌛🌛🌛
Gerdan memapah Agatha. Membawanya memasuki salah satu ruangan di rumah sakit dibantu seorang suster. Kemudian dia keluar, duduk di kursi yang berderet.
Dia tidak habis pikir. Mengapa dirinya bisa ceroboh seperti ini. Tapi Gerdan jelas ingat, dirinya tidak keras menabrak orang itu hingga menyebabkan kakinya hingga berdarah.
Serla. Gerdan malah mencemaskan gadis itu saat ini. Serla memang tidak mengeluh sakit, tapi kaki gadis itu pasti ada luka. Karena sebagian motornya menimpa kaki Serla. Gerdan mengusap wajahnya kasar. Ia merasa menyesal. Teramat menyesal karena telah menyakiti Serla. Seharusnya dia lebih berhati-hati. Karena keselamatan gadis itu harus dia perhatikan.
Tangannya merogoh saku, mengambil HP dan menyalakannya. Namun entah mengapa kini dia begitu sial, HPnya mati. Lagi-lagi Gerdan mengusap wajah kasar. Bagaimana keadaan gadis itu sekarang, ya?
Suara pintu terbuka membuat Gerdan menoleh dan berdiri. Menghampiri seorang dokter yang baru saja keluar ruangan Agatha.
"Anda boleh masuk."
Gerdan mengangguk, mengikuti dokter tersebut.
Pertama kali yang dilihatnya adalah wajah polos Agatha. Memandang kakinya dengan wajah muram. Entah mengapa Gerdan merasa bersalah karenanya."Lo baik-baik aja?" tanya Gerdan. Pertanyaan bodoh yang baru dia sadari setelah mengucapkannya.
"Lupakan. Nggak usah dijawab."
Dokter itu menyahut, "Temen kamu mengalami cidera lumayan parah pada kakinya."
"Parah dok?" tanya Gerdan tak percaya.
"Benar. Hal itu menyebabkan dia tidak bisa berjalan seperti biasanya. Mungkin butuh waktu beberapa minggu untuk memulihkan luka tersebut."
Gerdan menatap Agatha dengan pandangan bersalah. Meski dalam hatinya dia ragu. Seakan ada sesuatu yang tidak dia ketahui. Entah apa itu, dia tidak tahu.
Pandangannya beralih pada kaki Agatha yang diperban. Sesaat dia ngilu sendiri.
"Dok?" cicit Agatha.
"Ya?"
"Boleh saya pulang sekarang?"
"Sebaiknya kamu tetap di sini dulu."
Agatha menggeleng. "Tapi saya mau pulang dok."
🌛🌛🌛🌛
Gerdan sesekali melirik Agatha lewat kaca spion. Rambut tergerai gadis itu berterbangan ke mana-mana. Gadis itu juga sering menyelipkan rambutnya yang menjuntai ke belakang telinga.
Menurut Gerdan, wajah Agatha termasuk wajah polos. Dan cantik. Ya, Gerdan akui Agatha memang cantik. Tapi hanya sebatas itu. Tidak ada perasaan apa-apa.Sebelumnya, Gerdan tidak pernah melihat Agatha di sekolah. Makanya, wajah itu awalnya begitu asing. Mungkin sikap cueknya yang tak acuh pada sekitar membuat ia tidak mengenal banyak murid di Rajawali.
"Kiri."
Gerdan membelokkan motornya ke kiri. Untung saja ia bisa mendengarnya meski Agatha berujar lirih.
"Rumah warna hijau depan itu."
Gerdan memelankan motornya. Begitu menemukan rumah yang dimaksud, Gerdan segera menepikan motor dan berhenti tepat di depannya.
Agatha turun dengan susah payah. Gerdan ikut turun ketika ingat bahwa Agatha sulit berjalan. Dipapahnya gadis itu menuju teras rumah.
"Makasih. Duduk aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerla (END)
Teen FictionHal yang Serla inginkan adalah : Dia dan Gerdan selalu bisa sama-sama seperti biasanya. Meski status masih tetap teman, Serla tak keberatan. Hampir seluruh murid SMA Rajawali tahu bahwa Gerdan Raka Bintang, dekat dengan Adelia Serla. Gadis dengan se...