30 - Tidak Biasanya

8.1K 479 42
                                    

🌛🌛🌛🌛

Pemandangan pagi ini berbeda. Banyak pasang mata kini menatap pada satu titik dengan tanda tanya besar. Di mana Gerdan tengah berjalan dengan seorang perempuan. Jika saja perempuan itu Serla, mereka tidak akan sekepo ini. Tapi ini tidak. Sejak turun dari motor, mereka sudah penasaran.

Gerdan berangkat tidak bersama Serla.
Gerdan berangkat dengan perempuan lain.
Dual hal itu saja mampu memberi banyak pertanyaan dan tebakan.
Beberapa mengira Gerdan dan Serla sedang marahan.
Beberapa juga mengira bahwa ada orang ke tiga di antara mereka.
Tak sedikit juga yang mengira Gerdan berpindah hati.

Tapi ini Agatha. Bukan gadis populer seperti Serla.

Ditambah lagi, perempuan itu berjalan pincang dibantu Gerdan. Ada juga yang menebak Gerdan menemukan gadis itu di jalanan dan ditumpangi untuk ke sekolah.

Gerdan bukannya tak sadar. Hanya saja jika dia meladeni tatapan semua murid, maka dirinya akan kewalahan. Jadi dia hanya diam saja memapah Agatha.

Jauh dbelakangnya, Serla baru turun dari mobilnya. Setelah melambai, dia bergegas memasuki sekolahan.

Dahinya berkerut mengetahui banyak pasang mata yang terarah padanya. Merasa ada sesuatu, Serla menilai penampilannya. Tapi tidak ada hal yang salah. Lalu apa?

"Ser!!"

Serla masih terus berjalan. Sapaan itu tidak ia dengar.

"SERLA BUDEK!"
Barulah dia menoleh dan menemukan Hilda tengah berlari ke arahnya dari gerbang.

"Apa sih. Gue nggak budek, ya."

"Lo dipanggilin nggak nyahut sih. Kan gue kesel."

"Gue lagi nggak fokus tau."

"Kenapa?" Hilda baru beberapa saat berjalan bersama Serla juga merasa dipandangi. Heran, dia bertanya, "Ser? Gue aneh ya? Kok pada liatin sini sih."

Serla menggeleng. "Itu yang buat gue nggak fokus. Dari tadi gue diliatin terus sama anak-anak. Gue juga heran."

Hilda mengerutkan dahi. Berpikir. Kemudian dirinya menarik Serla untuk menghampiri beberapa murid yang sedang berkumpul.

"Ehh. Kenapa pada liatin Serla sih?" tanya Hilda to the point.

Bukannya menjawab, salah satu dari mereka malah bertanya. "Ser, lo berantem sama Gerdan?"

Jelas saja Serla menggeleng.

"Tapi kok lo nggak bareng Gerdan. Terus si Gerdan berangkat bareng sama si Agatha."

"What!!!" Itu bukan Serla. Melainkan Hilda yang tengah menganga. Matanya menatap Serla meminta jawaban.

"Kami nggak marahan kok. Gerdan emang beberapa hari ini anter jemput Agatha karena kaki Agatha cidera gara-gara Gerdan."

"Oohhhh." Beberapa murid itu mengangguk paham. Semua pertanyaan seakan memudar hanya karena satu jawaban.

Maka Serla menarik Hilda menjauh. Dirinya ingin segera sampai kelas.

Di lain sisi, Gerdan baru saja keluar kelas Agatha. Gerdan sekarang tahu jika ternyata Agatha memakai kacamata dan rambut selalu terikat rapi ketika sekolah. Mungkin Agatha termasuk si kutu buku.

Begitu dia masuk kelas, dirinya tiba-tiba ditarik dua orang untuk dipaksa duduk.
Kedua tangannya dikurung.
"Apa-apaan woy!"

"Kasih tau kita apa hubungan lo sama Agatha."

"Dan apa lo marahan sama Serla?"

"Kalau lo bosen sama Serla. Biar dia buat gue aja," ucap Adam yang seketika ditabok Alam.

Gerla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang