*Tuhan adil dalam memberi bahagia dan luka. Mungkin sebuah senyuman lebar akan menyambut setelah sebuah lara sirna.*
🌛🌛🌛🌛
Begitu Kenza pulang, Miranda dan Bagas tiba. Sekarang Serla tahu, ternyata mereka dari rumah teman mamanya yang katanya baru pulang dari Paris. Entah untuk apa Serla tidak tahu. Mungkin urusan orang tua.
Tontonan di depannya terlihat seru. Namun Serla menatapnya tanpa ekspresi. Datar saja. Seolah meski matanya menatap televisi, tapi fokusnya bukan pada benda itu. Namun memang benar, bukan seakan lagi. Pikiran Serla berkelana. Tentu saja tentang Gerdan. Jarang sekali lelaki itu menatapnya seperti tadi. Apa gadis itu melakukan kesalahan besar?
"Sayang." Miranda menghampiri Serla dengan paper bag di tangannya.
Serla masih diam saja. Tak mendengar dan merespon meski Miranda telah duduk di sampingnya. Baru ketika Miranda menepuk jidatnya beberapa kali, Serla baru terperanjat dan menoleh cepat. "Ehh, kenapa Ma?" tanyanya.
"Kamu ini matanya melototin TV tapi pikirannya kemana-mana. Ada masalah?"
Serla menggeleng. "Nggak ada. Itu apa?" Serla menunjuk paper bag yang dibawa mamanya. Penasaran apa isinya, Serla mengintip sedikit.
"Ini ada titipan dari temen Mama, buat mamanya Gerdan. Tadi Mamanya nggak dateng padahal diundang. Anterin, ya?"
Serla menggeleng cepat. Wajahnya menjadi muram. Dia kan sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja dengan Gerdan. "Nggak mauuuu," rengek Serla.
"Kenapa? Ada masalah sama Gerdan?"
"Nggak. Serla lagi capek aja."
Miranda memegang kedua bahu Serla hingga gadis itu menatapnya. Serla mengerucutkan bibir kesal. "Mau mama kutuk jadi guci?"
Serla semakin memajukan bibirnya. Mamanya curang. Andai saja Serla juga punya kartu seperti mamanya, pasti akan lebih mudah. Tapi tidak, Serla tidak ingin menjadi anak durhaka. "Iya deh iya!" Serla bangkit, mengambil paper bag itu dan berjalan keluar rumah setelah mengambil kunci mobil.
Jarak rumahnya dengan Gerdan memang tidak terlalu jauh. Jadi beberapa menit kemudian dia sudah memasuki gerbang rumah lelaki itu. Tapi tiba-tiba sebuah motor menyelipnya. Mata Serla membelalak, Gerdan. Serla baru keluar dari mobil namun Gerdan sudah berjalan menuju pintu. "Gerdan!" panggil Serla namun tak ditanggapi.
Serla berlari menuju rumah tersebut untuk menyusul Gerdan.
Namun pemandangan di depannya sama sekali tak Serla duga sebelumnya. Di tempatnya berdiri, Tiara menangis dalam diam dengan air mata yang mengalir deras. Di sofa, ada Agus yang tengah memijat pelipisnya dengan mata terpejam. Dan satu orang lagi, Serla menganga tak percaya. Di sana ada Davin yang duduk di samping Agus.
Serla melirik Gerdan. Lelaki itu sama terkejutnya dengan dia. Jadi kemungkinan Gerdan tidak tahu apa yang sedang terjadi. Serla memilih mendekati Tiara karena tidak tega melihatnya menangis. Dan Tiara tiba-tiba saja langsung memeluknya dari samping. Serla semakin tidak mengerti.
Gerdan berjalan mendekat. "Ini ada apaan sih?!" tanya Gerdan dengan nada tidak suka.
Gerdan menunjuk Davin dengan alis terangkat. "Dia ngapain di sini?!" Kemudian pandangannya beralih pada Agus. "Papa kenal anak berandal ini?!?"
Davin tersenyum miring. "Waaw. Gue nggak ngira ternyata lo adek gue," ucap Davin sambil terkekeh. "Dunia sempit ya."
Gerdan mengerutkan keningnya. "Ngomong apa sih lo? Ma, jelasin ke Gerdan, Ma," pinta Gerdan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerla (END)
Teen FictionHal yang Serla inginkan adalah : Dia dan Gerdan selalu bisa sama-sama seperti biasanya. Meski status masih tetap teman, Serla tak keberatan. Hampir seluruh murid SMA Rajawali tahu bahwa Gerdan Raka Bintang, dekat dengan Adelia Serla. Gadis dengan se...