49 - Bertiga

10K 581 25
                                    

🌛🌛🌛🌛

Gerdan memencet bel pintu rumah Serla berulangkali. Tapi tetap tak ada jawaban. Entah, biasanya pada pencetan kedua, si penghuni rumah sudah membukakan pintu untuknya. Dan jika tidak dikunci, biasanya Gerdan akan langsung masuk karena sudah tak terhitung berapa kali dia datang ke rumah ini. Hal itu pun membuat orang tua Serla mengizinkan Gerdan ke sana sesukanya dan tak apa jika Gerdan langsung masuk tanpa dibukakan pintu. Sedekat itu Gerdan dengan keluarga Serla begitu pun sebaliknya.

Namun sialnya ketika tadi Gerdan ingin membuka pintu, pintu itu nyatanya terkunci. Jadi, harus berapa lama dia menunggu?

Berpikir, Gerdan akhirnya mengambil ponselnya dan menelpon Serla berulang kali.

Dan seakan kesialan belum mau pergi dari Gerdan, panggilan itu juga tak mendapat jawaban. Bahkan ketika Gerdan menelpon Serla ke 15 kali.

Pada panggilan ke 16, sambungan terhubung dan Gerdan tersenyum. Akhirnya.

Belum sempat Gerdan berbicara, semburan teriakan Serla mengagetkannya.

"DENGAN ADELIA SERLA YANG KESEL KARENA KEBANGUN DARI TIDURNYA, ADA APA!!!!"

Gerdan mengulum senyum. Serla masih dengan kebiasaannya. Dari dulu selalu seperti ini ketika ada orang menelpon diwaktu yang menurut gadis itu tidak tepat.

"Buka pintu Ser. Dikunci."

Serla mengucek matanya dengan perasaan kesal. Ini masih terlalu pagi untuk Gerdan datang ke rumahnya. Dan lelaki itu pun mengganggu  tidur Serla. Tentu dia kesal.

"Males. Lewat jendela aja." Serla berbicara dengan ogah-ogahan. Tangannya menutup mulutnya yang sedang menguap.

"Lo ngajarin gue jadi maling?"

"Ya udah sana pulang kalau nggak mau. Asal lo tahu yaa, gue masih ngantuk. Ini juga masih pagi ngapain sih ke sini."

"Oh gue diusir nih? Oke deh kalau gitu nasi gorengnya gue bawa pulang juga."

Mata Serla yang semula tertutup kini terbuka. Semangatnya pun naik. Selalu, jika soal makanan, gadis itu akan cepat luluh. "GUE OTW TURUN."

Lalu dengan tergesa Serla turun untuk hanya sekadar membuka pintu. Gerdan memang suka membuatnya melakukan hal-hal yang mengesalkan. Dasar.

Pintu itu akhirnya terbuka. Gerdan menghela napas lega dan langsung nyelonong masuk begitu saja melewati Serla. Gadis itu menyipitkan matanya mengamati Gerdan dari atas sampai bawah. Namun tak dia temukan ada barang yang Gerdan bawa selain ponsel. Lalu?

"DIMANA NASI GORENGNYA?! LO BOHONG YA?!"

Memelototkan matanya, Serla menjambak rambut Gerdan dengan brutal. Kesal rasanya. Sudah dibangunkan dari tidur nyanyaknya, disuruh membuka pintu padahal Gerdan bisa lewat jendela, lalu dibohongi soal makanan? Boleh tidak sih Serla menendang Gerdan ke Antartika sekarang juga? Itupun kalau bisa.

"Eiittsss. Apaan sih woy. Nasi gorengnya masih dibeliin." Gerdan berusaha menyelamatkan rambutnya akibat ulah Serla. Jambakan gadis itu sakit juga ternyata. Terhitung, sudah lama rasanya dia tidak dianiaya seperti ini dengan Serla.

"Bohong kan lo!" Serla yang kelewat kesal masih saja tak percaya. Bisa saja Gerdan masih ingin mengerjainya.

"Kalian brisik banget sih. Nih Ser nasi gorengnya."

Sebuah suara yang tiba-tiba menyahut membuat Serla seketika terdiam. Bukannya apa, suara itu dia sudah hapal siapa pemiliknya. Namun, untuk apa dia ke sini? Serla tidak salah dengar bukan?

Kesempatan itu Gerdan manfaatkan untuk melepaskan diri dari jambakan Serla. Dan Serla pun akhirnya berbalik badan. Dan benar, Davin ada di depannya sekarang. Benar-benar Davin.

Gerla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang