31 - Pulang

7.5K 479 12
                                    

🌛🌛🌛🌛

Serla memasang wajah kesal. Dirinya sudah bermenit-menit ada di sini namun sopirnya tak kunjung datang. Memang, masih banyak anak yang berlalu-lalang di sekitarnya. Tapi dia tetap bosan.
Kursi di koridor ini pun hanya dia yang menempati. Sendirian.
Hal seperti ini jarang dia alami. Karena biasanya dia selalu pulang bersama Gerdan.

"Tau gitu gue bawa mobil aja," gerutunya.

"Coba kalau ada Ger...." Serla menggeleng cepat. Dirinya tidak boleh bergantung pada lelaki itu. Toh Gerdan juga punya urusannya sendiri.

Bicara tentang Gerdan, Serla belum berbicara padanya sampai sekarang. Bukannya apa, hanya saja Serla tidak bertemu dengan lelaki itu sejak pagi, berpapasan saja tidak.
Rasanya, aneh.

Ketika matanya menatap arah luar, siapa tahu jemputannya sudah datang, dia malah melihat Gerdan. Dengan seorang gadis. Tentu saja Agatha. Motor Gerdan melaju pelan. Jaraknya agak dekat dengan Serla jadi gadis itu tahu dengan jelas bahwa lelaki itu tengah tertawa bersama Agatha.

Apa lelaki itu tidak melihatnya?

Serla membuang pandangan selain mereka. Itu hanya sementara, Serla tidak perlu berlebihan. Gerdan bebas kan dengan siapa saja? Ya, Serla harus bisa mengerti.

Rasa bosan itu tidak kunjung hilang. Malah semakin parah ditambah moodnya yang hilang entah kemana.
Pandangannya fokus pada sepatunya yang saling bertubrukan. Bermain acak di bawah sana. Entah saling menabrakkan sepatunya atau menghentak-hentakannya.

"Serla?"

Serla mendongak. Menemukan Annisa dan Kenza tengah berdiri di depannya. Senyumnya terpaksa mengembang. Begitu lebar namun terlihat tak nyaman. "Ehh, hai."

"Gerdan mana?" tanya Kenza.

Serla mengedikkan bahu secara spontan. "Gue nggak pulang bareng dia. Gue dijemput."

Annisa mengerutkan dahi. "Tumben. Gosip kalian marahan bener ya?"

Serla terkekeh. "Nggak. Gerdan emang beberapa hari ini anter-jemput Agatha karena kakinya cedera gara-gara Gerdan."

Baik Kenza maupun Annisa mengangguk paham. "Semacam menebus rasa bersalah, ya?" tanya Annisa dan Serla hanya tersenyum singkat.

"Kalian kok barengan? Kalian pacaran ya?" tuduh Serla dengan wajah cerahnya. Telunjuknya mengarah pada ke duanya.

Annisa memutar bola mata malas. Sedangkan Kenza hanya menarik napas dalam. "Kadang gue pengen ngerubah lo jadi orang peka Ser," gerutu Annisa.

Serla menunjuk dirinya sendiri. "Gue? Gue peka kok. Makanya gue tau kalian lagi deket kan?"

Annisa menghentakkan kakinya dan memasang ekspresi gemas pada Serla.
"Nggak. Serla." Dua kata itu Annisa ucapkan dengan penuh penekanan.

"Udah mending gue pergi aja deh daripada gila."
"BHAY!""
Maka Annisa pun beranjak pergi.

Kenza ikut duduk di samping Serla. Mengamati wajah gadis itu dari samping. Memang, Serla tidak peka. Annisa mengatakan begitu seperti tadi karena Annisa memang tahu bahwa Kenza menyukai Serla, bukan Annisa. Maka dari itu Annisa kesal karena Serla tidak peka. Dan ia memilih pulang.

"Gue temenin, ya?"

Serla mengangguk antusias. Dia tentu saja mau. Siapa tahu rasa bosannya bisa hilang karena kehadiran Kenza. Lelaki itu bisa menjadi teman bicaranya.

"Bete amat mukanya."

"Mood gue lenyap tau nggak." Serla mengerucutkan bibirnya. Kembali memainkan kedua kaki.

Gerla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang