17 - Terkunci

9.3K 565 6
                                    

🌛🌛🌛🌛

Serla baru saja duduk di dekat Gerdan dengan napas sedikit terengah. Kini bukan lagi Gerdan yang bertugas di bagian daftar pengunjung. Saat ini keduanya ada di depan stan kelas mereka, duduk di kursi yang memang ada. Namun Kenza tiba-tiba datang.
Hal itu membuat Gerdan menatapnya tidak suka.

"Ser."

"Kenapa Ken?" Serla berdiri.

"Lo kasih tau Jefri ya, suruh muter musiknya sekarang aja. Udah rame banget soalnya. Bilangin juga, lagunya jangan keras-keras. Pilih lagu yang cocok-cocok aja."

Serla mengangguk. Dan dia harus masuk ke dalam sekolah untuk menemui Jefri yang ada di ruangan yang khusus untuk menyetel lagu.

"Kenapa nggak lo sendiri aja?" tanya Gerdan ketus. Bilang aja nggak suka gue duduk sama Serla, batin Gerdan kesal.

Serla melotot. Buru-buru menginjak kaki Gerdan. "Ehh nggak papa kok Ken. Ya udah gue ke dalem dulu ya," pamit Serla.
Kenza mengangkat bahu acuh pada Gerdan yang tengah mendengus ke arahnya kemudian berlalu.

Tiba-tiba saja Serla kembali di sisi Gerdan. "Gerdan titip ini dong. Gue mau sekalian ke toilet." Serla menyerahkan alat komunikasinya pada Gerdan dan diterima Gerdan dengan santai.

Dia mengamati alat itu dan dia main-mainkan. Hal itu membuat Serla memukul bahu Gerdan dengan kesal. "Jangan buat mainan ih! Awas aja sampai rusak. Udah ah gue mau ke dalem."

Gerdan terkekeh dan mengangguk menatap punggung Serla. "JANGAN SALAH MASUK LAGI!"

Hal itu didengar Serla. Sambil tetap berjalan dia memberi isyarat mengepalkan tangan dan menatap tajam Gerdan.

"Dia pikir gue nggak hapal toilet sekolah sendiri apa?" gerutu Serla.

Serla kini melewati lorong yang sepi. Mungkin hanya beberapa saja yang masih di dalam gedung sekolahnya mengingat stan-stan sudah banyak pengunjung.

Hingga hal yang tak terduga terjadi.
Tubuhnya tiba-tiba terdorong ke samping hingga memasuki sebuah ruangan. "Aww!"
Belum sempat Serla bangkit, pintu telah tertutup rapat. Gadis itu meringis memegang sikunya kemudian bangkit.
Dia mencoba membuka pintu tersebut namun gagal. Pintu telah terkunci dari luar.

"Siapa sih yang ngunci!"

Serla menggedor-gedor pintu. Berteriak, "BUKA WOOY!! SIAPAPUN BUKA PINTUNYA!"

"Sial. Mana nggak bawa HP lagi. Siapa juga yang sengaja ngurung gue di sini?" Serla menendang pintu karena kelewat kesal.

Serla mengamati ruangan itu. Yang ternyata adalah ruang musik. Sialnya lagi, ruangan ini tidak ada jendela sama sekali.

"Gue harus ngapain? Pikir Ser! Pikir!"

Matanya menjelajah seisi ruangan. Hingga akhirnya fokusnya berhenti pada sebuah alat musik. Yang kebetulan dekat dengan pintu. Bibir Serla melengkung ke atas. Dia tersenyum miring sebelum akhirnya menuju alat musik tersebut. Drum.
Serla duduk di sana dan tangannya telah siap akan bermain musik dengan indah.

Dalam hati ia menghitung mundur.
Tiga!
Dua!
Satu!

"YOOOOOOOOO!!!" Serla berteriak. Bertepatan dengan itu dia mulai memukul dengan asal. Hingga suara yang tercipta begitu memekakkan telinga siapa saja. Sangat keras. Namun Serla malah menikmati dan semakin memukul dengan keras. Berharap ada yang mendengarnya. Kemungkinan buruk malah tidak ada yang berani mendekat.

Di lain tempat, dua orang menghampiri Angel yang sudah menunggu. Syfa dan Ara.
"Gimana? Beres?"

"Beres Ngel!!" seru mereka kompak.

Gerla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang