15 - Rooftop

10.7K 599 8
                                    

*"Bintang enak ya, selalu bisa buat lo tersenyum dengan lo pandangi aja. Gue pengen deh jadi bintang kalau itu yang bisa buat lo tersenyum."*

🌛🌛🌛🌛

Serla dan Gerdan membuka pintu mobil bersamaan lalu turun. Hari sudah memasuki waktu malam dan mereka baru sampai di rumah Serla. Masih lengkap dengan Serla yang berseragam dan Gerdan yang memakai kostum basket. Dari tadi Serla terus menggerutu. Ingin cepat sampai rumah, mandi, dan berganti baju.

"Assalamualaikum."

"Waallaikumussalam."

Bi Karti buru-buru menghampiri mereka berdua. Tersenyum manis pada Gerdan. "Ehh Den Ganteng."

Gerdan tersenyum lalu mengangguk. Serla memperagakan seperti orang muntah mendengarnya. Bi Karti masih saja sering memanggil Gerdan dengan embel-embel ganteng. Gerdan jelas saja meliriknya sinis. "Sirik aja lo."

"Oh iya non, nyonya sama tuan tadi pergi. Ada acara perusahaan katanya."

Serla mengangguk. Dia berjalan menaiki tangga bersama Gerdan untuk sampai di kamarnya.

Pintu biru muda itu terbuka setelah Serla mendorongnya. Nuansa biru putih seketika memasuki indra penglihatan Gerdan dengan tak asing. Karena ia sudah sering ada di ruangan ini tentunya.

Serla melempar tas sembarangan dan tanpa menunggu lama-lama, dia menghempaskan diri di kasur besarnya. Rasa lelah ingin tidur seakan menggantikan keinginannya untuk mandi. Rasanya dia hanya ingin memejamkan mata dan tidur. Tak peduli pada tubuhnya yang sudah lengket dari tadi.

Gerdan yang melihatnya langsung mendekati gadis itu. Dipandangi sebentar Serla yang menggeliat kesana-kesini. Ide jahilnya muncul. Pelan-pelan dia mengambil bantal dan dia tekan di wajah Serla tanpa ampun. Antara gemas dan kesal.

"EMMMMM!! EPPPSSS! DNNNN!" Serla kelabakan karena kesusahan bernapas. Gerdan dengan tawa akhirnya melepaskan bantal itu dari wajah Serla. Gadis itu terduduk dengan wajah super kesal sambil mengambil napas dalam.

"Kampret! Ngapain sih. Nggak tau apa ya gue capek banget. Pulang sono lo," usir Serla sambil mendorong Gerdan.

"Mandi gih. Abis itu kita makan. Gue juga mau mandi di kamar sebelah. Kalau sampai gue ke sini dan lo belum siap, gue guyur lo di kasur tanpa ampun."

Gerdan berjalan menuju pintu kamar setelah mengusap kepala Serla. Gadis itu menahan senyumnya agar tidak terbit. Perhatian sekecil itu seakan hal yang besar baginya. Dan berpengaruh untuk jantungnya juga. Padahal seharusnya dia biasa saja.

Sebelum menutup pintu, Gerdan kembali berucap, "Jangan lama-lama mandinya. Dingin."

Dan begitu pintu tertutup rapat, Serla dengan antusias berloncat-loncat di atas kasur.

"AAAAAA! GERDAAANN!"

🌛🌛🌛🌛

Gerdan membuka pintu berwarna coklat itu dan memasukinya bersama Serla. Udara malam seketika menyergap keduanya. Gerdan mendekati bibir rooftop dan duduk di sana. Kakinya bergelantungan ke bawah dan dia ayun-ayunkan.

Serla mengikuti apa yang lelaki itu lakukan. Pemandangan kota memanjakan penglihatan Serla. Lampu-lampu jalanan menyala indah. Lampu gedung-gedung pencakar langit turut menyala terang dan menawan. Serla selalu menyukai pemandangan seperti ini setiap malamnya. Dia melirik sampingnya, apalagi jika bersama Gerdan.

Rooftop ini luas, namun hanya berisi beberapa kursi kayu yang terkesan klasik di tengah-tengah bersama sebuah meja.
Beberapa tanaman turut ikut memperindah rooftop tersebut.

Gerla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang