12 - SMA Pandawa

10.8K 611 6
                                    

◆◆◆◆

Serla menatap Hilda dan Anggra dengan wajah memelas. Kedua jemarinya dia satukan di depan dada. Memohon pada keduanya.

"Please dong kalian ikut. Masa gue sendiri sih?"

"Sendiri? Hellooo! Banyak kali Ser anak Rajawali yang ikut nonton. Noh, pada bawa spanduk segala," ucap Hilda sambil menunjuk gerombolan anak Rajawali yanh sebentar lagi akan berangkat ke SMA Pandawa.

Serla meringis, memang benar. Tapi kan Serla inginnya dengan Hilda dan Anggra. "Nggak mau! Pokoknya kalian harus ikut! Sayang tahu kalau kalian melewatkan para cogan di sana. Gue bakal suruh Gerdan ngenalin ke kalian deh salah satu cogan anak Pandawa." Mata Serla berbinar. Semoga saja Hilda dan Anggra mau ikut dengannya.

Dan keinginannya itu terkabul. Baik Hilda maupun Anggra saling berpandangan dengan senyum mengembang. "DEAL!" teriak mereka dengan kompak.

Serla bernapas lega. Jadi dia tidak perlu takut akan bosan ketika di sana nantinya. "Sip! Yuk berangkat! Gue bawa mobil. Kalian nggak bawa kendaraan kan."

Setelah Hilda dan Anggra mengangguk, ketiganya berjalan beriringan menuju mobil Serla yang terparkir manis di dekat pohon rindang. Serla langsung melajukan mobilnya keluar dari area sekolah tanpa menunggu lama lagi.

Di dekat gerbang, beberapa anak juga telah menaiki kendaraan masing-masing berniat untuk segera berangkat. Serla memutuskan untuk berangkat lebih dulu. Tidak bersama para suporter lainnya. Itu pun juga Gerdan yang memintanya.

Beberapa menit kemudian, mobil Serla mulai memasuki gerbang SMA Pandawa. Matanya langsung menangkap berbagai dinding yang seluruh catnya berwarna orange agak muda. Terlihat jelas bahwa sekolah ini termasuk sekolah elit. Meski tetap kalah dengan SMA Rajawali.

"Anjir!! Baru pertama ini gue nginjakin kaki di dalem SMA Pandawa, Ra, Ser."

"Sama," jawab Serla dan Anggra.

Begitu keluar dari mobil, ketiganya langsung menatap bangunan di depannya dengan wajah penasaran berlebihan. Rasanya ingin sekali mereka mengelilingi sekolah satu ini.

Dari jarak yang tidak begitu jauh, Gerdan dapat melihat Serla yang tengah mendongak menatap takjub bangunan SMA Pandawa. Dia pun memutuskan untuk mendekati gadis itu. Bersama Rio yang mengintilinya di samping. Kostum basket kebanggaan pun telah melekat di tubuh mereka.

"Sekolah kita lebih bagus kali Ser," ucap Rio begitu dia dan Gerdan sampai di samping Serla.

Serla mendengus. "Iya, tapi udah bosen kalau liat gedung sekolah kita, setiap hari ngeliat. Ehh tapi jangan gitu dong, jangan sombong."

Rio menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Gerdan menyikut perutnya dengan cepat. Mengisyaratkan agar Rio segera mengatakan apa yang seharusnya dia katakan kemarin.

"Iya Iya!" Matanya melotot pada Gerdan dan kemudian menatap Serla dengan senyum. "Ser, maaf ya kemarin gue bohongin lo sama Gerdan. Yang pas pulang sekolah itu. Iya gue bohong waktu itu. Hehe."

Serla melebarkan matanya. Berdecak, dia menendang kaki Rio agak kencang. Rio pun langsung meringis kesakitan.
"Kampret lo. Tapi ya udah sih, gue maafin."

"Ayok ah masuk ke dalem," ajak Anggra.

Rio tersenyum sambil berusaha menggandeng tangan Anggra. "Ayuk yang."

Anggra cepat-cepat menghindar. "Yang-yang pala lo!"

Hilda yang melihat pun tertawa.

Gerdan berdecak singkat sebelum akhirnya menggenggam tangan Serla untuk segera dia ajak ke lapangan basket indoor SMA Pandawa. Hilda, Anggra, dan Rio pun akhirnya mengikuti di belakangnya.

Gerla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang