44 - Akhir Dari Sebuah Drama

10K 565 16
                                    

🌛🌛🌛🌛

Serla berjalan dengan Anggra di koridor. Gadis itu mengajak Serla beli minum di kantin padahal bel masuk saja belum berbunyi, apa iya dia sudah haus? Padahal ini masih begitu pagi.

"Gerdan, Ser." Anggra berucap pelan. Dan benar, di depan mereka dengan jarak lumayan jauh ada Gerdan. Dan tentu Agatha.

Serla awalnya biasa saja, namun kemudian tak percaya apa yang dia lihat setelahnya. Tunggu. Kaki Agatha? Serla sangat ingat, benar-benar ingat, kaki Agatha sudah tidak diperban ketika dia di rumahnya kemarin. Dan Serla rasa Agatha kemarin baik-baik saja kok.
Serla benar-benar tidak habis pikir.

Dan mata Agatha tak sengaja menatap Serla yang tengah terlihat memperhatikan kakinya. Ah dia lupa. Kenapa rasanya menyesakkan? Dan Agatha akhirnya memilih berpaling.

Sungguh, dia sudah tak sanggup lagi.

🌛🌛🌛🌛

Agatha menggigit bibir bawahnya. Tangannya sampai dingin. Berulang kali dia yakinkan pada dirinya sendiri. Bahwa semuanya cukup sampai di sini.

Jemarinya bergerak di atas ponselnya. Mengetikkan sebuah pesan.

Agatha D
-Istirahat kedua bisa ke taman belakang? Penting.

🌛🌛🌛🌛

Serla berdiri sendirian di sana, memandang depannya dengan pandangan kosong. Pikirannya berkelana. Memikirkan mengapa Agatha tiba-tiba mengajaknya bertemu di sini. Ia benar-benar tidak bisa menebak apa yang akan gadis itu bicarakan. Penting katanya? Apa?

Suara kaki di belakangnya membuat Serla menoleh karena mengira itu Agatha. Namun ternyata bukan. Dan ketika tahu siapa orangnya, Serla terkejut bukan main.

"Gerdan?"

"Serla?"

Gerdan tak kalah terkejut. Mereka berdua sama-sama mengira bahwa akan hanya bertemu Agatha saja. Lalu? Mengapa mereka malah dipertemukan? Apa rencana Agatha?

"Hai," sapa Agatha pelan.

Gerdan dan Serla menoleh secara bersamaan. Belum sempat rasa terkejut mereka lenyap, kini malah ditambah dengan kehadiran Agatha, yang berjalan biasa saja seolah kakinya tidak apa-apa. Bahkan perban sebelumnya sudah tidak ada di kakinya. Hal itu menarik perhatian Gerdan tentunya.

"Kaki lo?" Gerdan bersuara. Tak habis pikir dengan apa yang ada di depannya.

Agatha menarik napas panjang kemudian menjelaskan. "Mungkin kata maaf nggak cukup buat kesalahan gue. Ya, dari dulu kaki gue nggak papa."

Baik Gerdan maupun Serla masih tak mengerti. Tapi, raut wajah pias langsung terpancar pada wajah Gerdan.
"Apa sih maksud lo?!" kata Gerdan, dengan kesal.

Agatha memejamkan mata sejenak. "Ini semua suruhan Angel dan Nindya. Mereka semua benci sama Serla, kalian tahu itu kan? Sampai mereka merencanakan ini semuanya. Mulai dari kecelakaan itu, itu juga mereka yang merencanakan. Kaki gue sebenarnya nggak papa, dokter itu juga suruhan. Trauma itu bahkan nggak ada Dan." Agatha memainkan jarinya. Rasanya menyesakkan.

"Setelah itu, mereka menyuruh gue buat Gerdan merasa bersalah dan nebus kesalahannya, gue harus mendekati Gerdan sampai kalian berdua renggang apapun caranya. Intinya buat Gerdan jauh dari lo, Ser."

Wooww. Apa ini? Gerdan benar-benar tak percaya ini semua. Jadi, semua ini hanya drama? Semua ini hanya akal-akalan Angel dan Nindya? Rahang lelaki itu mengeras bersamaan tangannya yang mengepal kuat. Jadi, dia dipermainkan? Sebodoh apa sih dia hingga bisa-bisanya dipermainkan? Astagaaaa, Gerdan tidak habis pikir. Otaknya mendidih dan tangannya semakin terkepal. Cukup.
"TERUS KENAPA LO MAU?!"

Gerla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang