48 - Lebih baik

9.3K 565 16
                                    

🌛🌛🌛🌛

Gerdan melangkah pelan dengan Davin di belakangnya. Ternyata, hanya beberapa jam bersama Davin sudah membuat Gerdan kewalahan. Tak dia sangka, sosok Davin merupakan sosok yang slengekan. Sungguh, Gerdan lelah meladeni ocehan Davin beberapa waktu belakangan. Tapi di sisi lain Gerdan sadar, Davin berusaha mengalihkan fokusnya dari sang Bunda. Sebisa mungkin bersikap seolah baik-baik saja. Ya, Davin memang berusaha terlihat baik-baik saja. Davin bisa karena dia sudah berjanji pada sang Bunda. Kenapa Gerdan jadi teringat Duo A ketika memikirkan tingkah Davin? Dipikir-pikir keduanya memiliki sifat yang sama.

Tapi kini, sosok itu diam. Wajahnya terlihat tidak nyaman. Harusnya, Gerdan memfoto Davin dalam keadaan seperti ini. Agar Davin tahu bagaimana wajah kocaknya sendiri.

Gerdan melirik Davin. Terlihat dia salah tingkah, ia berlagak sibuk menatap langit yang kini dipenuhi bintang. Kemudian, Gerdan membuka pintu lebar-lebar. Mau tak mau Davin mengikuti di belakang Gerdan dengan langkah super pelan. Hey! Davin bingung! Sungguh!

Di sana, Tiara sedang duduk di ruang makan dengan Agus. Gerdan tersenyum singkat. Ah apa dia belum cerita jika Agus lebih sering di rumah sejak malam itu?
Ya, Gerdan bersyukur akan hal itu. Karena akhir-akhir ini, dirinya bisa makan bersama meski tidak setiap harinya.

"Ma, Pa."

Tiara dan Agus menoleh bersamaan.
"Sini Gerdan, ay..." ucapan Tiara terhenti ketika matanya menangkap seseorang di belakang Gerdan. Dan begitu Gerdan menyingkir, raut terkejut tak terelakkan dari wajah Agus dan Tiara.

Di saat Agus langsung bangkit dan menghampiri Davin, Tiara membekap mulutnya sendiri. Dan matanya berkaca-kaca melihat suaminya langsung memeluk Davin erat. Cepat, dia juga menghampiri Davin.

"Kamu pulang," itu kata-kata pertama Agus untuk Davin.
Dan Davin sendiri merasa detak jantungnya berantakan saat ini juga. Rasanya semua perasaan bercampur menjadi satu dan Davin tak bisa mendeskripsikannya sekarang. Terlebih ketika Agus melepaskan pelukannya dan Tiara tiba-tiba juga memeluknya dengan isakan. Saat itu juga, air mata Davin jatuh tanpa bisa dia cegah.

"Ini juga rumah kamu Davin," ucap Tiara di sela isaknya.

Davin menangis tanpa suara. Merasa kelewat bahagia sekaligus lega.

Bunda, Davin sekarang punya rumah ke dua dan Davin diterima. Karena rumah nomor satu Davin ya cuma Bunda. Davin, nggak pernah merasa selega ini Bun. Karena kini, Davin benar-benar diterima.

Di tempatnya berdiri, Gerdan tersenyum samar. Rasanya, lebih baik dari sebelumnya. Kini dia tahu, selega ini rasanya dia berusaha menerima takdir. Karena ini bukan demi dia saja. Tapi demi Mama dan Papanya. Semoga, dengan kembalinya Davin, keluarga ini semakin membaik hubungannya.

Tiara melepas pelukannya. Dia mengusap air mata. Lega rasanya Davin mau ke rumah ini. Karena bagaimana pun juga, Davin anaknya.

"Makasih Pa, Dan, Tante." Davin tersenyum meski terlihat kaku. Benar-benar merasa berterima kasih.

Tiara menggeleng. Senyumnya terbit. "Jangan panggil tante, panggil Mama. Karena bagaimanapun juga, kamu sudah Mama anggap sebagai anak kandung Mama."

Agus terdiam. Merasa dadanya tertohok dalam. Ucapan Tiara membuat dia merasa dialah pengecut sebenarnya. Bagaimana bisa, dia berlaku demikian jahatnya pada Tiara? Wanita itu, sungguh baik hatinya. Bahkan ketika berkali-kali dirinya membuat Tiara menangis.

Agus menghampiri Tiara dan memeluknya. Begitu juga Gerdan yang langsung merangkul Davin.

Sekarang semuanya melengkungkan senyum lega. Kini, semua luka sudah terganti dengan bahagia. Gerdan berdoa, semoga, bahagia bertahan lebih lama dibanding luka.

Gerla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang