26 - Insiden Tamparan Di Kantin

10.1K 572 13
                                    

🌛🌛🌛🌛

Suara derap langkah kaki tersamarkan di antara ramainya suasana kantin. Tangannya terkepal kuat di samping tubuh seiring kakinya yang melangkah mantap menuju salah satu meja. Giginya bergemelatuk kuat. Amarah jelas terpancar di wajahnya.

Di lain sisi, Serla tengah menikmati makan siangnya di kantin bersama Hilda dan Anggra. Sesekali gadis itu tertawa dan berceloteh ria. Soal Miranda, beberapa jam setelah sadar dia boleh kembali pulang karena hanya mengalami kelelahan. Serla sudah tidak terlalu khawatir pada beliau setelah tahu mamanya baik-baik saja.

"Lo tahu Ser? Gue ketemu cogan pas pameran!" seru Anggra heboh.

Hilda menoleh cepat. "Kita, bukan gue. Kita kan ketemu cogan sama-sama. Cogan SMA Pandawa kan?"

Anggra mengangguk. "Iya. Tapi sayang, kayaknya udah ada yang punya."

Serla menatap antusias. "Namanya siapa? Kalian kenalan?"

Hilda berdecak frustasi. "Mana sempet? Mana berani juga kita."

Serla menaikkan alisnya. "Loh? Kenapa?"

"Orang dia sama cewek terus. Ceweknya cantik sih tapi kayaknya garang."

Serla tertawa. Cogan incaran kedua sahabatnya ternyata sudah mempunyai penjaga.

Mendadak seseorang menarik bahu Serla kebelakang. Jika tidak cepat dia berpegangan, mungkin gadis itu bisa terjengkang ke belakang.

Hilda dan Anggra sama terkejutnya. Mulut mereka bahkan sudah terbuka.
Serla menoleh ke belakang dan berdiri. Hanya ingin tahu siapa yang tiba-tiba menariknya dengan kasar.

Yang dia dapati adalah sosok Nindya yang tengah menatapnya. Aura kemarahan kentara muncul di wajahnya. Serla hendak bertanya mengapa namun tiba-tiba ia sudah menemukan jawabannya.

Chat kemarin. Gue lupa minta maaf karena sibuk sama Mama.

Baru saja mulut Serla terbuka hendak bicara, sebuah tamparan membungkamnya. Bunyi PLAK terdengar jelas hingga murid lain menoleh cepat ke arah mereka. Serla sendiri tengah memegangi pipinya yang didera nyeri tiba-tiba. Kedua sahabatnya langsung berdiri dan menatap penuh amarah pada Nindya.

Hilda menghampiri Nindya dan mendorong bahunya. Kilat amarah terpancar ketika melihat Nindya tiba-tiba menampar sahabatnya. "Maksud lo apa bego! Kenapa lo tampar Serla?! Otak lo kemana?!" Hilda membentak. Untuk urusan begini, Hilda lebih berpengalaman dari pada Anggra.

Serla meringis. Ingin menarik Hilda menjauh tapi ditahan Anggra yang sudah ada di sampingnya. Dia tengah merangkul pundaknya, mengusap beberapa kali untuk menenangkan.

Nindya menatap sinis Serla. "Temen lo yang cari gara-gara duluan. Dan temen lo yang bego."

Serla merasa Nindya telah begitu marah padanya. Dia sadar, dia memang kelewatan. Tapi apa tidak ada cara lain? Haruskah dengan tamparan? Dan haruskah di kantin yang bisa ditonton banyak orang?

Melihat Serla yang menurutnya sok menampilkan wajah tersakiti dan tidak tahu apa-apa, Nindya kembali maju dan belum sempat Hilda cegah, Serla telah diguyur dengan segelas es jeruk.
Serla reflek menundukkan kepala. Anggra tentu tidak terima dan menghempas tangan Nindya hingga gelas tersebut terlempar. Pecah.

Gerla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang