45 - Tahu Kemana Kembali

10.2K 587 21
                                    

🌛🌛🌛🌛

Serla mengayunkan kakinya di pinggir rofftop sembari menatap bintang. Rasanya, lebih damai. Setidaknya pikirannya lebih tenang. Selalu ke sini tempat pelariannya jika resah lebih menguasainya daripada ceria.
Ini kenapa Serla melarang orang tuanya memberi pagar di pinggir rooftop. Semata-mata supaya Serla bisa menggerakkan kakinya dengan leluasa dengan bergelantungan di bawah sana.

Menghembuskan napas dalam, Serla memejamkan mata. Kenapa begitu melelahkan? batinnya.

Selain lelah fisik, Serla juga lelah batin. Sebegitu bencinyakah Angel dan Nindya padanya? Padahal rasanya Serla selalu menjaga sikap agar tidak berurusan dengan masalah.
Tapi nyatanya tetap saja. Manusia memang tidak pernah luput dari masalah meski sudah dihindari mati-matian.

"La." Sebuah suara tahu-tahu terdengar tanpa terdengar derap langkah.

Serla tersentak. Degup jantungnya tak beraturan dengan tiba-tiba. Penciuman dan pendengarannya bekerja cepat. Langsung bisa menebak siapa si pemilik suara yang datang tiba-tiba. Dan benar, begitu matanya ia buka, Gerdan ada di sana.
Bukan mimpi atau halusinasi, Gerdan benar ada di sampingnya.

Serla tak mengerti, mengapa tangannya berubah dingin dan ia menjadi salah tingkah. Setelah kejadian sebelumnya, Serla masih bingung akan hubungannya dengan Gerdan. Karena setelah pengakuan Agatha, Gerdan sama sekali tidak berbicara padanya.

"Lo... Lo di sini?" tanya Serla. Saking tidak tahunya bicara apa. Salahkan Gerdan juga, kenapa tidak mengajaknya bicara bahkan setelah beberapa menit lelaki itu duduk di sampingnya?

Gerdan terkekeh. Lebih tepatnya pura-pura. "Hidup itu lucu La. Mana bisa kita tebak alurnya."

Serla terdiam. Tahu kemana arah pembicaraan Gerdan.

"Maaf. Maaf untuk semuanya. Gue, gue ngerasa gue begitu menyedihkan sekarang. Gue, ngerasa begitu bersalah sama lo."

Serla memejamkan mata. Kemudian menarik napas dalam. "Semuanya udah lewat Dan. Nggak akan bisa keulang. Jangan ngerasa bersalah kelewatan, gue juga salah di sini."

"Gue udah nyakitin lo, La. Bahkan buat lo nangis. Lo cewek terkuat yang pernah gue temui, tapi gue bikin lo nangis. Gue ini, orang macem apa?"

Serla menggeleng. "Udah Dan. Yang lalu biarin aja." Karena semakin diingat, Serla akan semakin sakit. Mengingat perkataan Gerdan dahulu. Mengingat semua kekacauan sebelumnya.

"Gue jahat. Ngata-ngatain lo sampai buat air mata lo jatuh gitu aja. Harusnya gue jaga lo. Tapi gue malah jadi cowok brengsek karena kesel lo lebih milih sama Davin daripada gue. Harusnya gue nggak jadi kayak anak kecil yang pulang gitu aja setelah lo jalan sama Kenza."
Semua itu karena gue cemburu La.

"Gue, ngerasa jahat sama lo La. Lo bukan cewek manja seperti omongan gue dulu. Lo cewek kuat. Gue cuma kebawa emosi aja. Maaf. Maaf La."

Serla mengigit bibir bawahnya. Dengan cepat memeluk Gerdan. Entah mengapa, dia ingin melakukan itu. Nyaman rasanya berada di pelukan Gerdan. Menenangkan. Tak mengerti kenapa, tapi air mata Serla jatuh begitu saja. Lama-lama ia jadi terisak. "Udahhhhh. Gue nggak mau denger omongan maaf lo tentang hal yang lalu lagi. Gue nggak suka. Gue juga salah. Jadi udaahh."

Gerdan terkesiap mendapati Serla malah terisak di pelukannya. "Jangan nangis La. Gue nggak suka."

Serla menarik diri. Mengelap ingusnya pada bahu Gerdan. "Ini salah lo tau!"

"Apaan sih ingusnya dikasih ke gue."
Gerdan menggerutu. Tapi tahu Serla menangis bukan karena sedih.

"Jadi, kita baikan? Gue dimaafin?" tanya Gerdan.
Serla mengangguk cepat dengan senyum lebar meski air mata tetap jatuh dari matanya.

Gerla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang