40 - Sial

8.7K 527 10
                                    


🌛🌛🌛🌛

Cahaya itu masuk melewati celah jendela kamar Serla. Matahari telah menampilkan cahayanya sejak tadi, namun gadis itu masih menggeliat nyaman di balik selimut. Enggan bangun.

Ketukan kamar bahkan tak membuatnya terusik sedikitpun. Hingga pintu terbuka pun, matanya tak kunjung terbuka.

Bi Karti, dengan wajah panik membuka pintu. Wajah paniknya semakin kentara ketika melihat Serla belum membuka mata ketika dia sudah memanggilnya berulang-kali.

"Non! Non Serla!"

"Non bangun Non!"

Pada guncangan entah keberapa, Serla membuka mata. Masih jelas terlihat bahwa dia belum sadar sepenuhnya. Membuka mata saja rasanya berat.
"Kenapa sih, Bi?" tanyanya dengan suara serak.

"Ini udah siang Non!!"

Serla mengucek kedua matanya. Ia rasa ini masih terlalu pagi untuk siap-siap ke sekolah. "Jam berapa emang?"

"Jam tujuh kurang 15 menit. Cepet Noonn."

Maka, mata Serla terbuka sempurna dengan mulut yang menganga. "HAHH?!!" Gelagapan, Serla meloncat dari tempat tidur menuju kamar mandi. Dengan geraman yang mulus keluar dari bibirnya.

"Bibi kenapa nggak bangunin Serla sihh??" teriaknya dari dalam kamar mandi.

Bi Karti terkekeh. Memangnya sejak kapan Serla meminta dibangunkan tiap pagi? Gadis itu biasanya tanpa alarm pun akan bangun tepat waktu. Tapi kali ini, rasanya aneh melihat Serla kesiangan. Bi Karti jadi geli sendiri. Ia tahu, Serla tidak marah padanya. Hanya saja, gadis itu pasti sudah ketakutan setengah mati. Meski jawabannya sama, dia akan tetap telat.

"Emangnya Non pernah dibangunin sama Bibi? Biasanya jam 4 aja udah bangun. Hehe."

Serla menggeram. Kesal karena Bi Karti seperti mengejeknya. "BIBIIIIII!!!!!"

Dan teriakan itu, membawa Bi Karti pergi dengan tawa yang menggema.

🌛🌛🌛🌛

Serla terus menggerutu. Bahkan ketika dia sudah sampai di depan gerbang sekolah. Berulang kali dia memukul stir karena kesal. Ditatapnya jam pada tangannya itu. Masih 5 menit lagi.

"Siapa sih yang buat peraturan kalau telat harus nunggu sampai jam 8!!" jeritnya.
Seumur hidupnya, baru kali ini dia telat. Sungguh.

Dan 5 menit kemudian, barulah pintu gerbang dibuka. Sebenarnya tidak hanya Serla, ada 5 anak yang juga senasib dengan dirinya. Sialnya, semuanya laki-laki!

Begitu dia selesai memarkirkan mobil, suara menggelegar guru yang sedang piket terdengar menyuruh siswa yang telat berkumpul di lapangan.

Ini yang membuat Serla ketakutan. Mengingat guru piket hari ini adalah Bu Sri, guru terkiller di Rajawali.

Begitu mereka berenam baris di bawah tiang bendera, Bu Sri mulai membuka buku sakralnya.

Beliau berjalan menuju murid paling ujung. "Siapa nama kamu?" suara tajamnya terdengar. Membuat Serla merinding. Jelas saja, dia belum pernah kena marah Bu Sri. Jadi dia belum merasakan euforia ketika guru itu memarahinya.

"Bagas Pratama Bu."

"KENAPA TELAT?"

"Macet Bu."

"Kalau tahu macet, kenapa nggak berangkat pagi?!"

Bagas diam. Enggan menjawab.

"Jangan menyepelekan sekolah kamu ya!"

Gerla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang