18 - Davin Lagi

9.5K 586 10
                                    

🌛🌛🌛🌛

Serla turun dari motor Gerdan tepat di depan gerbang sekolah. Sekarang Serla sudah merasa lebih segar dan semangat lagi. Tidak seperti tadi yang merasa sangat risi.

Gadis itu melepas helm dan menyerahkannya pada Gerdan. Sejenak dia merapikan rambutnya yang dia rasa berantakan. Matanya kemudian menyorot Gerdan dengan heran.

"Kenapa sih lo nggak mau masuk? Ini pasti lebih seru Dan! Ikut ya?"

"Nggak. Lagian mau apaan gue di dalem?"

"Masih tanya mau ngapain? Temen-temen lo banyak kali yang ada di dalem. Bantuin jaga stand kan bisa. Siapa tahu dengan tampang lo yang ganteng ini bisa menarik cewek-cewek agar masuk ke stan kita." Serla menggerakkan telunjuknya memutari wajah Gerdan.
"Biar stan kita menang," lanjut Serla.

Bibir Gerdan melengkung ke atas. Menatap Serla dengan senyum jahil. Serla menaikkan alis tak mengerti. Apa?

"Lo secara langsung bilang kalau gue ganteng ya? Gue tersanjung loh."

Serla membuka sedikit mulutnya. "Hah?"
Baru kemudian dia sadar. Dia memang mengatakannya. Singkat, dia menggerutu dalam hati.
"Nggak ah salah denger lo. Ayo ih masuk!"

Gerdan terkekeh. Menimbang apakah ia harus pulang atau menuruti kemauan Serla. Akhirnya dia mengangguk dan sedetik kemudian Serla dengan sumringah naik kembali ke atas motor. "Sip! Ayo jalan."

Gerdan tersenyum sekilas lalu mulai menjalankan motornya untuk parkir.
Lelaki itu tak mengira parkiran sekolah sangat ramai. Setelah mendapat tempat, mereka turun dan mulai melangkah memasuki stan.

Serla menatap sesuatu depannya dengan takjub. Lampu-lampu menyala terang memanjakan penglihatan Serla. Ada juga lampu berwarna-warni yang menyala berkelap-kelip. Yang dipasang di tiap-tiap stannya.
Pengunjung malam ini jauh lebih banyak ketimbang tadi siang. Sungguh, Serla benar-benar takjub melihat pemandangan di depannya ini. Seperti pasar malam ramainya.

"Sumpah ih Gerdan! Kayak pasar malam rame banget. Nggak sia-sia perjuangan semua panitia."
Serla berucap sumringah. Belum sempat dia mendapat jawaban dari Gerdan, dia telah berlari mendekati beberapa panitia.

Gerdan tersenyum samar. Bahunya tiba-tiba ditepuk sebelum dia berhasil mengikuti langkah Serla. "Woy bro!"

Gerdan menoleh pada sumber suara yang terdengar asing namun juga tak asing dalam waktu bersamaan. Rahangnya mengeras begitu tahu siapa orangnya.

"Lo? Ngapain lo kesini?" Gerdan berucap dengan penuh penekanan.

Lawan bicaranya tersenyum menyebalkan. "Kenapa? Heran gue bisa di sini? Lo lupa kalau SMA Pandawa juga dapet undangan? Btw, cewek cantik dulu itu mana? Gue belum sempet kenalan."

Gerdan mengepalkan tangannya. Dia menarik kerah baju Davin. Hingga Davin langsung mengangkat tangannya seperti isyarat menyerah. "Wooy. Santai dong bro."

"Gue nggak bisa santai sama orang kayak lo. Mending lo pergi dari sini sebelum tangan gue ngehajar lo. Dan, jangan berani deketin Serla."

Davin mendorong bahu Gerdan hingga terpaksa Gerdan melepaskan cekalannya.

"Oh ya? Gue nggak takut tuh." Setelah mengatakan itu, Davin berlalu dari hadapan Gerdan begitu saja. Kemudian terkekeh. Merasa lucu mengompori seseorang.

Menghela napas panjang, Gerdan mulai mencari keberadaan Serla. Dia harus memastikan gadis itu baik-baik saja. Dan yang penting, jauh dari Davin.

Gerdan sendiri heran. Mengapa Davin sebegitu menyebalkannya. Namun ada yang tak Gerdan mengerti. Mata itu, seperti dia melihat seseorang di sana. Mata yang mirip dengan seseorang. Tapi, siapa?
Gerdan harus segera mengingatnya. Ya. Harus.

Gerla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang