08 - Malam Pertengkaran

13.3K 742 19
                                    

*Ada kalanya seseorang merasa benar-benar lelah dan ingin menyerah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Ada kalanya seseorang merasa benar-benar lelah dan ingin menyerah. Meski dia tidak tahu mana jalan yang harus ditempuh.*

◆◆◆◆

Gerdan merebahkan tubuhnya di kasur. Waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam lebih tiga puluh menit dan ia belum mengantuk sama sekali. Mata rasanya ingin selalu terbuka. Karena dia masih ingin menunggu papanya pulang. Semoga itu benar adanya. Karena seingatnya Papanya sudah satu bulan lebih tidak pulang.

Drrttt. Drrrttt.

Meski ogah, Gerdan tetap meraih ponselnya dan melihat siapa penelpon malam-malam begini. Awas saja kalau Adam atau Alam, besok akan Gerdan jadikan perkedel. Namun, ternyata panggilan itu dari Serla yang membuat dia buru-buru menekan tombol hijau. Suara ceria seketika terdengar dari pendengaran Gerdan. Membuat ia tersenyum tanpa sadar.

"GERDAN! GERDAN!"

"Apaan sih?" balas Gerdan terkesan cuek. Padahal dirinya sendiri malah tersenyum.

"Lo nggak akan percaya. Gue tadi dikeroyok preman! Ehh preman bukan ya? Intinya mereka jahat." Jelas Gerdan tidak salah dengar. Tapi suara riang Serla seakan membuat dirinya merasa seperti dibohongi. Mana mungkin ada orang yang  malah senang setelah dikeroyok preman. Jika ada, pasti hanya Serla.

"Jangan bercanda deh, udah malem."

"Ihhh! Gue serius, tanya aja sama Papa. Dia yang nolongin gue. Percaya deh!"

Dan kini entah mengapa Gerdan telah benar-benar percaya. Ekspresinya seketika berubah. Tak nyaman, dia memposisikan dirinya menjadi duduk bersandar. "Kenapa bisa sih! Terus sekarang lo gimana? Ada yang luka? Lo baik-baik aja kan?"

Serla di ujung sana terkekeh. Dia tahu pasti sekarang Gerdan tengah mengkhawatirkannya. Lelaki itu selalu saja bisa membuat Serla bahagia hanya lewat sebuah kalimat. Sialnya, jantungnya selalu bereaksi berlebihan.

"Gue nggak papa. Untung aja tadi ada Papa. Sumpah ya, kalau nggak ada papa mungkin gue udah diculik sama mereka. Mana badannya gede-gede lagi."

Gerdan menghela napas lega mengetahui Serla baik-baik saja. Jika Serla sampai kenapa-kenapa, sudah pasti Gerdan akan membalas perbuatan siapa pun mereka. Siapa pun yang berani menyakiti Serla, berarti harus juga menghadapinya.

"Lo emang harus selalu baik-baik aja. Emangnya dimana? Lo sendirian?"

"Di gang sepi deket komplek. Iya sendirian, jalan kaki. Gue habis balik dari beli pembalut di alfamart dekat sana. Eh pulangnya ketemu preman jahanam itu."

Gerdan menghela napas kasar. Serla selalu bersikap ceroboh. Sudah tahu jalan itu bahaya, tetap saja dia lewat sana. Perlu kalian tahu, gang itu hanya akan Serla lewati jika dia lewat jalan utara komplek, dan setiap pergi sekolah, main, atau kemana pun dia pasti lewat jalan selatan. Maka, Gerdan sungguh tak habis pikir dengan jalan pikiran Serla. Padahal gadis itu jelas pasti tahu apa resikonya. Gadis itu memang selalu menganggap enteng hal-hal semacam itu. Entahlah Gerdan kadang juga pusing dengan kelakuan Serla.

Gerla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang