Alka meremas rambutnya frustasi saat pintu kamar di hadapannya tertutup rapat dengan suara yang cukup keras tadi saat Liana baru saja masuk.
Diketuknya pintu kamar yang biasa ditempati oleh Alka dan Liana berkali-kali agar Liana membukanya."Kita selesaikan sekarang, Liana. Kita sama-sama dewasa, bukan remaja lagi. Orang dewasa akan menyelesaikan masalah, bukan diam seperti ini. Jangan kekanakan deh," ucap Alka di depan pintu. Berharap Liana segera membukakan pintu untuknya dan masalah selesai.
Lima menit Alka menunggu, tidak ada tanda-tanda Liana akan membukanya. Ditendangnya pintu di hadapannya dengan kesal hingga menimbulkan suara yang cukup keras. Alka berlari kecil ke arah ruang keluarga, di sana ada laci tempat menyimpan kunci serep setiap ruangan.
Begitu kunci serep ada di genggamannya, Alka segera kembali ke kamarnya. Pintu yang semula terkunci kini terbuka. Alka segera melangkah masuk dan mendapati Liana tengah berbaring dengan posisi miring, memeluk guling dengan erat. Suara Isak tangis Liana terdengar lirih.
Alka melangkah gontai, ia duduk di lantai berhadapan dengan Liana yang memejamkan mata sesenggukan.
"Sayang," panggil Alka mengusap pipi Liana lalu menyingkirkan rambut Liana yang menutupi wajahnya.
Liana tetap dalam pendiriannya, tidak mudah luluh oleh Alka. Tubuhnya ia balik posisinya, miring kanan memunggungi Alka.Tangan Alka berusaha menarik bahu Liana agar menghadapnya. Namun Liana berusaha mempertahankan posisinya. Rasa kecewa dan amarah yang bersatu, membuatnya memiliki kekuatan.
Alka menghela napas, ia tak berhenti sampai di situ. Perlahan tubuhnya ikut berbaring di samping istrinya yang masih saja sesenggukan. Dipeluknya dengan erat tubuh mungil Liana, kepala Alka bertopang di bahu Liana. Kakinya menindih kaki Liana dan punggung Liana semakin ia tarik untuk menempel pada dada bidangnya.
Liana berontak, berusaha melepaskan kungkungan tubuh besar Alka namun nihil, ia kalah kuat.
"Ssstttt, sayang dengerin aku. Oke aku minta---""Nggak usah minta maaf kalau ujungnya ngelakuin kesalahan lagi. Bosan, tiap hari minta maaf tapi besoknya ngelakuin kesalaha lagi," potong Liana cepat sebelum Alka menyelesaikan ucapannya.
"Sayang a-----"
"Disini siapa yang nggak dewasa sih? Kamu mikir nggak gimana perasaan Liana? Liana tertekan sama sikap kamu. Kamu ngelarang Liana untuk tidak dekat dengan laki-laki manapun selain kamu, tapi nyatanya kamu ngelakuin apa yang menjadi larangan Liana. Kamu dekat dengan wanita selain Liana."
Alka menarik bahu Liana, kali ini Liana menurut dan keduanya berhadapan. Alka menatap membentuk garis lurus ke arah mata istrinya. Namun Liana tidak menatap Alka, ia lebih memilih menatap kancing kemeja yang Alka kenakan.
Tangan Alka terangkat, membingkai wajah Liana yang begitu pas di telapak tangannya. Satu kecupan di kedua mata Liana secara bergantian Alka berikan untuk membendung air mata Liana agar tak lagi turun.
"Liana, aku laki-laki jadi paham gimana arti tatapan Rasya ke kamu. Rasya itu suka sama kamu, dokter Varo juga sama. Aku takut kamu jatuh ke tangan mereka dan ninggalin aku, aku nggak mau itu terjadi, sayang""Terus? Kamu pikir gimana perasaan aku gimana saat kamu dekat dengan dokter Fara hah? Aku juga bisa lihat kalau Fara suka sama kamu, dari dulu hingga sekarang"
"Enggak, aku sama Fara itu udah dekat dari kecil, kalau aku ke rumah nenek selalu bermain dengan Fara. Jadi kedekatan aku sama Fara hanya sebatas teman kecil yang terjalin sampai dewasa. Tidak ada cinta diantara aku sama Fara. Kamu jangan menyalah artikan kedekatan itu."
Liana mengusap sisa-sisa air mata yang masih menggenang di wajahnya. Kini ia berani menatap Alka, tatapan penuh kilatan amarah yang belum pernah Liana berikan pada Alka. Selama ini Liana mencoba bersabar dan menahan semua amarah. Tapi kali ini kesabarannya sudah diambang batas.
"Terus kalau aku bilang Rasya teman aku sejak kecil apa kamu tidak akan cemburu dan melarang? Iya ka? Enggak kan? Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau cemburu tidak pandang bulu?! Mikir! Teman? Alasan macam apa ini!" teriak Liana membuat Alka menatap tak berkedip. Benarkah ini Liana istrinya yang selalu merendahkan suara saat berbicara dengan orang lain?
"Pinter! Sekarang kamu membalikan semua ucapan aku dan----"
"Dan aku kecewa berat sama kamu. Selama ini aku pikir aku memang tidak dewasa. Aku selalu berusaha untuk berubah demi kamu ka! Demi kamu, aku nyaris gila saat aku pura-pura menjadi orang lain demi disebut dewasa sama kamu. Tapi aku salah, di sini yang nggak dewasa itu kamu! Sifat kamu yang kayak gini lambat laun bisa membuat aku pergi dari kamu, selamanya. Ini hati, bukan layangan yang kamu mainkan jadi jangan kamu tarik ulur sesukamu."
Alka bungkam seribu bahasa. Apa yang Liana ucapkan menghantam keras hatinya. Pandangannya kosong, membentuk garis lurus dengan punggung Liana yang bergetar. Setelah mengucapkan perkataannya Liana langsung memutar tubuhnya memunggungi Alka.
"Liana--- aku""Tinggalin Liana sendiri, Liana mohon ka"
"Tapi kita-- aku,"
"Untuk saat ini Liana mohon, tinggalin Liana sendiri. Liana capek, butuh waktu."
"Ada aku Li, kalau kamu capek aku yang akan mengobati semuanya"
"Liana mohon, tinggalin Liana sendiri. Liana capek, ngertiin Liana. Kalau kamu nggak mau pergi, biar Liana saja yang pergi" ancam Liana setengah bangun namun langsung ditarik kembali oleh Alka.
"Baik, aku pergi dan kamu tetap di sini aja. Jangan kemana-mana dan istirahat, sayang. Jangan kebanyakan pikiran, nanti kamu sakit lagi" bisik Alka lembut lalu mencium pelipis selama beberapa detik.
Sepeninggal Alka, Liana kembali menangis meraung-raung melepaskan rasa sakit di hati dan kecewa lewat tangisannya. Lama ia menangis, tanpa sadar ia tertidur.
***
Saat kelopak matanya terbuka sempurna, Liana merasakan pening dan kepalanya yang terasa sangat berat. Hidungnya juga mampet, mungkin karena efek menangis. Liana melirik jam di pergelangan tangan kirinya yang sudah menunjukan pukul 7 malam. Lampu kamar sudah dinyalakan, jendela dan gorden juga sudah ditutup. Cukup lama Liana tertidur, membuatnya merasa lapar. Tumben Alka tidak membangunkannya untuk makan malam, apa Alka lupa.
Menepis pikiran tentang Alka, Liana menggelengkan kepala lalu mengusap perutnya. Entah darimana asumsi itu datang, Liana tidak merasa sendiri. Ada kehidupan lain di dalam perutnya, tepatnya di dalam rahim. Liana tidak begitu yakin jika ia tengah hamil, namun mimpi-mimpi malamnya membuat Liana berharap lebih. Beberapa kali, Liana bermimpi ada seorang anak laki-laki kecil memanggilnya dengan sebutan 'mama'. Dalam mimpinya anak kecil itu menggenggam erat tangannya, seolah memberinya kekuatan.
Sekali lagi, Liana mengusap perutnya dalam hati ia mengharapkan sangat besar adanya janin yang tumbuh dalam rahimnya sebagai buah cintanya bersama Alka. Dan kehadiran bayi akan mengubah semua sifat Alka.
Liana menyibakkan selimut, segera turun dari ranjang. Jalannya sedikit sempoyongan, kepalanya berkunang-kunang saat baru berdiri namun lambat laun berangsur membaik.
Ia segera keluar kamar.Langkahnya terhenti di ujung tangga. Dari posisinya berdiri Liana bisa melihat suasana ruang makan dimana ada Alka, Fara, dan Livia yang tengah bersiap makan malam bertiga tanpa Liana. Tunggu-- mereka tidak bertiga, rupanya ada nenek Miranda di sebelah Livia. Tangan Liana mencengkeram kuat pembatas tangga saat melihat bagaimana luwesnya tangan Fara mengambilkan nasi dan lauk untuk Alka. Hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang istri, bukan tamu.
Kini Liana duduk di ujung tangga, kakinya tidak mampu menahan beratnya. Ia ingin menulikan pendengarannya sekarang ini. Pujian berlebihan nenek Miranda membuat Liana semakin sakit dan sesak. Liana menggelengkan kepala, melihat Alka duduk tanpa ekspresi bersama dengan yang lainnya yang nampak begitu bahagia.
Mungkin seharusnya memang seperti itu, tidak ada Liana ditengah-tengah mereka. Sesuai keinginan nenek Miranda.
"Alka! Apa-apaan kamu hah?"
Liana buru-buru menghapus air matanya saat mendengar suara bentakan penuh amarah yang ditujukan pada Alka. Suara canda tawa lenyap, saat seseorang datang memarahi Alka.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
My Protective Doctor
Romance"Aku ingin menjaga, tidak untuk menyakiti" Alka Alfiano Putra Maurer, dokter muda yang begitu possessive dan overprotektif jika menyangkut istri kecilnya, Liana. Terkadang sifat berlebihan dokter muda itu membuat Liana merasa kesal. Ruang gerakn...