Dua Puluh Tiga

310K 18.3K 4.2K
                                    

Baik Sharen maupun Miranda kini berdiri, menatap penuh amarah dan benci satu sama lain. Sepertinya perang mulut belum selesai. Miranda nampak tengah memikirkan serangan mulut untuk Sharen. Begitu sebaliknya.

Livia yang tengah asyik menggigit apel di tangannya menatap Sharen dan Miranda bergantian. Ia tidak mengerti apa yang tengah mereka ributkan pasalnya sedari tadi ia sibuk makan dan mengabaikan pertengkaran yang terjadi karena Livia sendiri orangnya cuek jika itu tidak menyangkut dirinya.

Alya menutup wajah dengan telapak tangannya karena tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan untuk menghentikan kegilaan ibunya yang sangat mempermalukannya dengan sikap beliau yang tidak sopan itu. Alya tahu, siapa yang salah di sini. Dan meski Miranda adalah ibunya, tapi Miranda bersalah dan tidak berhak Alya bela.

"Dengarkan saya nyonya Arsen yang terhormat, nyonya tidak tahu apa-apa di sini, jadi nyonya jangan ikut campur. Dan asal nyonya tahu, saya menyuruh Livia tinggal di rumah ini juga untuk membantu Livia agar Livia terlindungi, lagipula jarak rumah ke rumah sakit dekat, Livia jadi lebih mudah. Apa saya salah membantu cucu saya?!" desis Miranda keukeuh pada pendiriannya. Ia tidak mau dikalahkan atas usulannya yang menyuruh Livia dan Fara tinggal di sini.

"Percuma, ibu Miranda memang membantu tapi ngarep balasan. Dan saya sudah dapat menebak balasan apa yang ingin ibu dapatkan, rumah tangga anak saya yang berantakan karena adanya pelakor!"

"Jadi kak Fara pelakor?" Livia yang sedari tadi diam kini bersuara. Pandangannya lurus pada Fara yang terus saja menunduk.

"Livia, kamu jangan terlalu percaya sama kedok orang yang pura-pura baik, kamu cuma dimanfaatin," ucap Sharen membuat Livia menoleh ke arah neneknya. Ia berpikir apakah benar neneknya memanfaatkan dirinya?

"Jaga ucapanmu nyonya Arsen! Fara bukan pelakor! Dia gadis baik-baik"

"Mana ada gadis baik-baik yang tinggal di tengah rumah tangga orang lain. Padahal bukan siapa-siapa, kalau saudara sih mending" sinis Sharen membuat Fara menatap sengit ke arah Sharen.

Brak.
Telapak tangan Miranda memukul meja dengan kuat membuat suara yang begitu keras. Emosi Miranda sepertinya sudah di ujung kepala dan siap meledak. Dan kini Fara sudah berdiri di samping Miranda. Ia sudah tidak sabar menahan diri untuk menyerang Sharen, membantu Miranda yang membelanya.

"Tante pikir anak Tante baik? Anak Tante itu kerjanya cuma ngrepotin Alka, manja, nggak bisa mandiri. Makanya Tante, kalau anak ingusan belum bisa ngurus diri sendiri itu jangan dinikahin. Ujungnya cuma ngrepotin orang lain. Kasihan deh Alka, nikah bukannya ada yang bantu-bantu malah direpotin setiap hari. Untung saya sering membuatkan makan buat Alka, bisa mengurangi masalah Alka"
Fara dan Miranda saling menatap satu sama lain dengan senyum merekah.

"Eh Fara! Alka aja nggak sewot kok kamu sewot sih. Emang yah, zaman sekarang itu orang mah sibuk ngomentarin orang. Kamu ngerendahin orang lain? Kayak udah paling hebat aja"

"Yang terpenting Fara lebih segala-galanya dari Liana! Fara pinter, berpendidikan, profesinya dokter, pinter ngurus rumah, dan pasti nanti pinter ngurus suami. Nggak kayak anak kamu! Kerjaannya nangis, manja-manja, sekolah aja IPK kecil. Modal tampang doang," cibir Miranda.

"Mungkin maksud ibu pinter ngurus suami orang? Hallo Fara! Kamu nggak laku? Pantesan, Suami orang masih aja di embat"

Fara mencengkeram kuat pinggiran meja. Ia sudah ingin sekali merobek mulut Sharen yang terus saja menghinanya.
"Jaga ucapan Tante, saya bukan pelakor!"

My Protective DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang