Tiga Puluh Enam

286K 21.7K 2.1K
                                    

Laki-laki dengan jas putih yang melekat di tubuhnya berjalan tegap menyusuri lorong rumah sakit. Langkahnya cukup menyita perhatian beberapa pengunjung rumah sakit dan tenaga medis yang berpapasan dengannya. Banyak dari mereka tersenyum malu ke arah salah satu dokter tampan yang tengah melintas itu. Tentu saja senyuman mereka dibalas dengan senyum tak kalah ramah darinya.

Tangannya terangkat untuk menyisir rambutnya ke belakang dengan gaya yang memberikan kesan keren tersendiri.
"Alka!" langkahnya terhenti tatkala mendengar suara yang meneriaki namanya sekali. Alka menoleh ke belakang dan cukup kaget dengan dua orang yang berdiri di hadapannya.

"Papa!" anak kecil berumur empat tahunan berlari cepat menghampirinya. Rambut anak kecil yang sedikit panjang bergerak naik turun seirama dengan langkahnya.
Alka menekuk lutut dengan kedua tangan direntangkan menyambut kedatangan anak kecil yang sudah menjadi tanggung jawabnya.

"Kangen sama papa!" seru Genta begitu sampai di hadapan Alka. Kedua tangannya melingkar di leher Alka. Tanpa canggung lagi, kini Genta menenggelamkan kepalanya di caruk leher laki-laki yang ia panggil papa.

Alka mengangkat tubuh kecil Genta, menggendongnya di depan. Telapak tangannya mengusap punggung kecil Genta.
"Maafin papa, papa sibuk jadi nggak bisa ketemu sama Genta," ucap Alka merasa bersalah karena beberapa hari ini ia melupakan Genta, tidak mengunjungi bahkan tidak memberikan kabar apapun pada anak kecil itu.

"Genta maafin papa kok, tapi papa nanti pulang ya?"

"Papa usahakan, oh iya Genta kok bisa ke sini sih? Siapa yang nganterin?" tanya Alka.
Genta menegakkan tubuhnya, menatap perempuan dengan balutan hampir sama dengan Alka hanya dalam versi perempuan.

"Genta dijemput sama Tante Fara, katanya Tante Fara temannya papa. Tante Fara baik, sayang sama Genta. Pokoknya Tante Fara baik kayak papa," ucap Genta menatap senang ke arah Fara yang nampak sangat puas dengan jawaban Genta.

Fara mendekati alka, mengangkat tangannya untuk mengusap pipi Genta dengan gemas.
"Genta bisa aja mujinya, Tante jadi gemes deh sama Genta" ucap Fara lalu menciumi pipi Genta.

"Kenapa lo bisa tahu soal Genta?" selidik Alka curiga ada maksud tertentu dari sikap Fara pada Genta.
"Alka, gue baru tahu kalau ternyata lo itu ngegantiin peran almarhum mas Nando. Kenapa lo nggak bilang sama gue? Mas Nando itu saudara gue, saudara jauh sih sebenarnya. Dan Genta, ternyata udah lo anggap sebagai anak lo sendiri. Kebetulan banget, gue juga udah anggap Genta sebagai anak gue sendiri kok, iya kan sayang?" Tanya Fara pada Genta yang langsung diangguki cepat oleh Genta.

"Pa! Genta laper! Makan!" pinta Genta lalu mengembungkan kedua pipinya membuatnya terlihat semakin lucu.
"Kita cari makan, makan soto ayam mau?"

"Mau, papa kan ajarin Genta buat makan apa aja yang penting berkah, sehat, terus halal. Iya kan pa?"
Alka tersenyum, mengusap kepala Genta penuh kasih.

"Iyaudah kita makan dulu, terus nanti papa anterin Genta pulang"

"Iya Tante Fara diajak juga ya pa!"

"Ehhhh--- nggak usah Genta. Tante bisa makan sendiri kok," tolak Fara dengan akting yang sangat meyakinkan. Patut diacungi jempol.

"Biarin aja Tante Fara makan sendiri, Genta makan berdua aja sama papa. Nanti papa kenalin bidadari ke Genta, pasti Genta suka"

Genta menggelengkan kepalanya dengan cepat. Kedua tangannya terlipat di dada.
"Gak mau, pokoknya sama Tante Fara. Tante Fara yang udah bawa Genta ke sini. Genta harus berterima kasih dan papa harus bayarin Tante Fara makan sama kita"

Alka menghela napas kasar. Satu anggukannya yang penuh paksaan membuat Genta dan Fara tersenyum penuh kemenangan.

Perempuan yang sedari tadi duduk di bangku taman menatap ke arah tiga orang yang asyik bercengkrama di lorong rumah sakit, hanya bisa menahan sesak di dadanya saat melihat objek pandangannya nampak sangat bahagia.

My Protective DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang