"Ayo dong, sayang. Kamu pengin apa, bilang aja sama aku. Aku pasti bakal beliin. Masa dari tadi muter-muter cuma dapat kaus satu. Pokoknya kamu harus belanja sepuas kamu, kalau suka langsung aja bilang biar aku beliin," rengek Alka pada Liana. Pasalnya Liana tidak meminta apapun padanya selain kaus bergambar kartun kesukaannya, Doraemon. Alka ingat, semenjak menikah istrinya tidak pernah neko-neko meminta padanya. Tidak meminta uang untuk belanja, ke salon, atau untuk keperluan lainnya. Liana lebih sering menghabiskan uang simpanannya dan uang pemberian Liam. Meskipun Liam masih mengenyam pendidikan, namun di sana Liam juga sembari bekerja dan uang hasil jerih payahnya ia sisakan untuk adiknya.
"Liana nggak pengin beli apa-apa, cuma kaus itu aja. Baju di rumah udah banyak, tas yang kamu beliin aja belum Liana pakai. Kalau sepatu, Liana kemarin dapat paketan sepatu dari bang Liam," sahut Liana jujur.
Alka menghela napas, membenarkan posisi Genta dalam gendongannya."Terus aku capek-capek kerja buat apa? Kalau kamu nggak mau dimanjain hm?" ujar Alka mengusap kepala Liana penuh kasih sayang.
"Sini biar Liana aja yang gendong Genta, kayaknya kamu kecapean deh," usul Liana mengulurkan kedua tangannya hendak meraih Genta dari gendongan Alka. Genta pun sama, mengulurkan tangan ke arah Liana hendak berpindah gendongan. Belum sempat itu terjadi, Alka sudah mundur menjauhi Liana agar tidak bisa meraih Genta.
"Jangan aneh-aneh deh, kamu itu nggak boleh kecapean, Genta berat. Udah biar aku aja yang gendong," peringat Alka.
Liana memutar bola matanya dengan jengah."Papa! Genta jalan sendiri aja," pinta Genta yang langsung dituruti oleh Alka. Segera Alka menurunkan Genta dari gendongannya. Balita menggemaskan itu berlari ke arah Liana, tanpa permisi dia menggandeng tangan Liana.
Liana menekuk lututnya untuk mensejajarkan tingginya dengan Genta. Cukup lama Liana menatap lekat ke arah Genta yang tersenyum polos ke arahnya. Hingga akhirnya Liana mengalihkannya pandangan ke tempat lain. Air matanya jatuh, ia teringat akan calon bayinya yang belum sempat ia peluk.
"Mama kenapa nangis? Genta jahat sama mama?" tanya Genta sambil mengusap air mata Liana dengan ibu jarinya yang masih kecil. Liana menarik Genta ke dalam pelukannya. Memeluk Genta dengan erat lalu terisak dalam diam.
"Genta sayang mama, mama jangan nangis. Kata papa jangan nangis, malu sama meong. Meong aja enggak nangis. Ada yang nakal sama mama? Nanti Genta bilangin ke papa deh," celoteh Genta dengan nada khas anak kecil.
"Jangan nangis, aku ngerti kok," gumam Alka yang jongkok di belakang Genta sehingga berhadapan dengan Liana. Liana langsung menghapus air matanya dan melepaskan pelukannya.
"Genta katanya pengin mainan, ayo kita belanja yang banyak banget biar uang papa habis. Nggak cuma beli mainan, kita beli baju, sepatu, dan apapun nanti. Gimana?" tawar Liana yang kini sudah tersenyum lebar. Kesedihannya menguap begitu cepat.
"Ehm, Genta boleh minta beliin baju buat mama? Genta pernah lihat foto mama pakai baju panjang dan kerudung. Mama cantik, tapi sekarang mama nggak kayak gitu lagi," ucap Genta lirih takut dimarahi oleh Liana. Kepalanya menunduk, pandangannya terpaku pada sepatu yang ia kenakan. Mama yang Genta maksud adalah Sarah. Dan pakaian yang Genta maksud adalah pakaian muslimah, karena sebelum kecelakaan naas itu Sarah selalu berpakaian tertutup kemanapun ia pergi dan tidak lupa mengenakan jilbab yang terulur menutupi dada.
Liana menatap Alka, ada raut kepedihan dalam diri Alka. Rasa bersalah Alka memang selalu muncul saat melihat anak kecil itu bersedih.
"Iya boleh kok, ayo kita beli baju buat mamanya Genta!""Beneran? Beli yang warna putih ya ma, mamanya Genta suka warna putih."
"Iya, ayo! Itu papanya digandeng. Entar ilang kalau nggak digandeng, nyangkut ke mama baru lagi," kelakar Liana yang membuat Genta terkekeh geli sementara Alka mengerang kesal. Genta menggandeng tangan Alka dengan tangan kirinya karena tangan kanannya sudah menggandeng tangan Liana.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Protective Doctor
Romance"Aku ingin menjaga, tidak untuk menyakiti" Alka Alfiano Putra Maurer, dokter muda yang begitu possessive dan overprotektif jika menyangkut istri kecilnya, Liana. Terkadang sifat berlebihan dokter muda itu membuat Liana merasa kesal. Ruang gerakn...