Sebenarnya Alka sangat kelelahan, seharian penuh bekerja dan setelahnya harus mencari keberadaan istrinya di kampus dan menahan emosi membuat energinya benar-benar terkuras. Dan sekarang ia harus membuatkan makan malam untuk istri kecilnya yang tidak berselera dengan masakan buatan Sharen. Daripada Liana tidak makan, Alka memilih membuang jauh rasa lelahnya dan mulai berkutat di dapur dengan bahan makanan seadanya.
"Loh Alka ngapain di sini?" sebuah pertanyaan muncul dari bibir Arsen yang tiba-tiba datang ke dapur. Kedatangan Arsen sebenarnya hanya ingin mengambil minuman di kulkas. Keberadaan Alka yang tengah memasak tentu membuat Arsen terheran-heran. Pasalnya banyak makanan yang tersedia di meja makan, harusnya Alka tinggal memanaskan saja. Tidak perlu memasak menu lain.
"Ayah, ngagetin aja. Ini mau masak, Liana nggak mau makan masakan bunda. Katanya nggak selera. Pas ditanya mau makan apa, cuma minta dibuatkan sup ayam. Ini Alka mau masakin, biar mau makan"
Arsen meletakan gelasnya di meja. Pandangannya tertuju pada Alka yang nampak kelelahan namun memaksa diri. Ia tidak habis pikir dengan putrinya itu, bisa-bisanya bertingkah seperti itu pada suaminya. Apa Liana tidak berpikir bagaimana lelahnya Alka? Dan Liana malah menambah rasa lelah Alka.
"Liana dimana?"
"Di kamar, lagi mandi yah. Alka yang nyuruh Liana mandi."
Alka menuangkan sup buatannya ke dalam mangkuk yang sudah ia persiapkan. Lalu ia mengambil piring kosong untuk tempat nasi. Tidak lupa Alka menuangkan air mineral ke gelas. Setelah semuanya beres, Alka membawa nampannya."Alka ke atas dulu ya, ini udah beres" pamit Alka pada ayah mertuanya yang tengah duduk di kursi makan sembari memijit pelipisnya. Hanya anggukan Arsen yang menjawab izin dari Alka.
Bergegas Alka menuju kamar Liana agar liana segera makan. Saat sampai di kamar, Liana sudah selesai mandi. Ia berbaring di ranjang dengan piyama tidurnya.
Alka baru menyadari jika di lantai berserakan kepingan ponsel. Tidak perlu bertanya, Alka tahu itu pasti ponsel Liana. Melihat Alka yang terus memandangi lantai, Liana tahu apa yang Alka pikirkan."Tadi Liana banting ponselnya karena kesal."
"Terus keselnya ilang?"
Liana menggelengkan kepala, "malah nambah," sahut Liana jujur. Kekesalannya memang bertambah saat menyadari barang berharganya hancur.
Alka meletakan nampan di nakas.
"Makanya kalau bertindak jangan kayak bocah, malu sama umur. Umur kamu udah mau dua puluh satu tahun. Tapi kelakuan masih belasan tahu nggak?" cibir Alka membuat Liana kembali merasakan kesal."Nambah kesel? Dimakan, udah aku masakin sesuai keinginan kamu," titah Alka meletakan nampan di pangkuan Liana yang sudah duduk bersila di ranjang.
Liana masih diam, menatap lurus ke arah Alka. Jika tatapan Liana seperti ini Alka sudah tahu artinya. Liana tengah merajuk. Memang istrinya itu gampang sekali merajuk, hanya dengan ucapan sepele saja bisa membuat Liana merajuk berjam-jam. Lagi-lagi, Alka menarik napas, mengulur hatinya untuk kembali bersabar menghadapi sifat kekanak-kanakan istrinya.
"Sayang, makan dulu ya? Aku udah capek-capek buatin sup ayamnya. Jadi, makan ya?" ucap Alka penuh kelembutan. Tangannya sudah meraih sendok berisi nasi dan kuah sup beserta potongan ayam, mengarahkannya ke mulut Liana yang masih terkunci.
"Pegel sayang, buka dong mulutnya" pinta Alka. Akhirnya Liana membuka mulutnya dan melahap suapan dari Alka.
Alka menghela napas penuh kelegaan. Satu suapan yang masuk ke dalam mulut istrinya membuatnya lega. Ia terus berusaha agar makan malam Liana benar-benar habis.
Dan kesabaran benar-benar diuji sekarang. Saat dadanya sudah siap meledak, mulutnya harus berkata penuh kelembutan pada Liana. Jika sedikit saja Alka salah kata, Liana pasti akan menyudahi makan malamnya.Alka merogoh saku celana bahannya. Ia selalu menyimpan vitamin di dalam saku celananya.
"Kamu minum dulu vitaminnya, biar tubuh kamu selalu sehat."Untung Liana langsung nurut, jadi Alka tidak harus mengulur kesabarannya.
"Kita pulang ya? Rumah kita bukan di sini, kamu mau kan?" tanya Alka setelah membereskan peralatan makan dan mengusap bibir Liana dengan punggung tangannya.
"Liana mau di sini dulu, kalau kamu mau pulang, pulang aja."
"Kenapa? Kita istri harus ngikut suami lho, kalau kamu lupa"
"Pengin aja, nyaman di sini. Kalau perlu Liana ngekos aja di dekat kampus banyak kos-kosan. Liana pengin bebas, kayak teman-teman Liana"
Alka menghela napas berat. Ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran istrinya itu.
"Kamu mau tinggal sendiri? Terus rumah tangga kita gimana?" geram Alka yang sudah habis kesabaran. Rasa lelah dan lapar membuatnya tidak mempunyai stok kesabaran lagi."Enggak tahu, kamu aja yang mikir. Kamu kan dewasa. Pemikiran aku masih kanak-kanak"
Prang. Sapuan kasar tangan kanan Alka di atas nakas membuat nampan yang berisi piring dan gelas terhempas dan hancur di atas lantai. Alka memejamkan mata untuk tidak meluapkan emosinya sekarang. Bukan saatnya, Liana pasti akan ketakutan jika Alka kembali emosi.
"Liana--- aku nggak tahu lagi harus ngomong apa sama kamu, aku capek. Terserah kamu mau pulang atau enggak. Intinya aku mau pulang ke rumah dengan atau tanpa kamu," ujar Alka lalu berdiri dari posisinya duduknya.
"Iya udah, Liana di sini aja. Kamu pulang sendiri nggak papa kan?Liana masih betah di sini"
"Apa kamu bilang? Nggak papa katamu? Istri macam apa kamu, Liana?! Apa kamu tidak menghargai aku sebagai suamimu?! Ini caramu patuh pada suami?" desis Alka mencengkeram kuat pergelangan tangan Liana.
Liana meringis kesakitan. Cengkeraman Alka begitu kuat."Aku kurang apa buat jadi suami yang baik buat kamu? Aku kerja dari pagi sampai sore, capek! Pulang kerja harus ngurus sikap kamu yang kekanak-kanakan! Aku bahkan gak sempat mikirin diri sendiri, lebih ngutamain kamu! Tapi ini balasan kamu?!"
Liana benar-benar ketakutan mendengar amarah dari suaminya. Suaminya yang lembut berubah menjadi monster menyeramkan. Air mata Liana bercucuran tanpa mampu dibendung.
"Nangis?! Kamu selalu nangis?! Apa dengan nangis masalah kelar?! Kekanak-kanakan!!!"
"Iya aku kekanak-kanakan! Terus sekarang apa? Setelah kamu tahu kalau aku kekanak-kanakan apa kamu bakal ceraikan aku?"
Plak. Alka melayangkan tamparan keras di pipi Liana. Tamparan yang begitu keras, sampai Liana terjatuh ke ranjang akibat tamparan Alka itu.
Tangan Alka bergetar hebat. Ia tidak habis pikir pada dirinya yang menampar Liana sedemikian keras. Terdengar suara Liana yang menangis, menutup wajahnya dengan telapak tangan. Liana masih diam pada posisinya, berbaring di atas ranjang.Alka memejamkan matanya. Ia tahu ia salah. Itu diluar kendalinya saat mendengar Liana mengucapkan kata perceraian. Alka sangat anti pada kata itu. Wajar saja jika ia refleks menampar istrinya agar sadar.
Alka berbaring di samping Liana. Manarik telapak tangan Liana yang menutupi wajah.
"Maafin aku, sayang. Aku nggak bermaksud nyakitin kamu. Aku mohon, jangan sebut kata perceraian lagi. Aku mohon, aku benci kata itu. Maafin aku, sayang" gumam Alka mencium pipi Liana.Liana diam, tidak berkata apapun. Ia memutar posisinya, memunggungi Alka. Alka tahu, Liana pasti kecewa padanya.
Alka meraih selimut untuk membungkus tubuh istrinya yang masih terisak. Lalu Alka memeluk erat tubuh istrinya dari belakang. Meski Liana mencoba melepaskan, tidak membuat Alka menyerah dan melepaskan Liana."Jangan nangis lagi sayang, aku mohon. Aku tahu aku salah, aku khilaf."
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
My Protective Doctor
Romansa"Aku ingin menjaga, tidak untuk menyakiti" Alka Alfiano Putra Maurer, dokter muda yang begitu possessive dan overprotektif jika menyangkut istri kecilnya, Liana. Terkadang sifat berlebihan dokter muda itu membuat Liana merasa kesal. Ruang gerakn...