Dua Puluh Tujuh

318K 18.7K 5K
                                    

Alka merasakan tubuhnya benar-benar lemas lantaran sedari tadi ia terus saja mual-mual. Secangkir teh jahe tidak mempan untuk mengusir rasa mualnya itu. Prakteknya hari ini terpaksa digantikan oleh dokter Varo lantaran kondisi Alka saat ini tidak memungkinkan.

Alka menyembunyikan kepalanya dibalik kedua tangan yang ia lipat di meja. Dahinya ia gesekan ke lengan, mencoba menepis pening berat di kepalanya. Sedari tadi Alka lapar, namun tidak ada makanan sesuap pun yang berhasil masuk, selalu saja dimuntahkan kembali. Keadaan perutnya yang kosong lah semakin membuat tubuhnya buruk.
Pikirannya berkelana, memikirkan istri yang sangat ia rindukan. Beberapa hari belakangan ini Alka mengakui kesalahannya. Mendiami Liana, pura-pura tidak peduli, dan menghindari Liana. Semua yang ia lakukan bukannya membuat keadaan membaik justru membuat Alka sangat kacau.

Jujur saja Alka belum sepenuhnya menerima kehamilan istrinya di tengah keluarganya yang belum terlalu siap untuk menerima keadaan itu. Kepala Alka hampir meledak rasanya saat terus saja memikirkan Liana, Liana, dan Liana.
Jatuh cinta pada Liana memang sangat mudah. Tapi untuk mempertahankan cintanya ternyata sangat sulit. Alka mengakuinya, ia begitu tertatih-tatih untuk menjaga agar Liana tetap menjadi miliknya. Ada saja masalah yang menghampiri, belum masalah satu selesai muncul masalah yang lain.

Satu hal yang bisa Alka lakukan saat ini demi Liana adalah tetap memastikan bahwa Liana tetap bertahta di hatinya, menjadikan Liana sebagai prioritas untuknya, dan tujuan hidupnya. Lalu--- bayi itu? Apakah pantas bayi tak berdosa itu diperlukan seperti ini oleh Alka?

Argh! Alka mengakui jika dirinya sangat bodoh! Pantaskah ia dipanggil 'ayah' jika kelakukannya seperti ini. Tidak, Alka harus kembali meminta maaf pada Liana, ya! Harus! Persetan dengan kata maaf yang sudah ribuan kali ia lontarkan pada istrinya.

Alka menegakan tubuhnya yang begitu lemah, bersandar pada kursi lalu merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel. Ia memutuskan untuk menelpon Liana dan meminta maaf. Belum sempat Alka menghubungi Liana, suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya. Siapa yang berani mengetuk pintu ruangan pribadinya itu? Apa tidak tahu jika Alka tidak ingin diganggu? Padahal Alka sudah mengultimatum semua tenaga medis jika ia tidak ingin diganggu oleh siapapun dengan alasan apapun.

Dengan malas-malasan, Alka beranjak dari kursinya dan mengayunkan kedua kakinya untuk membukakan pintu.
"Liana---" betapa terkejutnya Alka saat melihat siapa yang berdiri di hadapan. Bagai sebuah mimpi, seseorang yang paling Alka cintai yang kini tengah sangat ia rindukan berdiri di hadapannya dengan senyum merekah.

Tanpa buang waktu, Alka segera menarik tangan Liana, melepaskan kerinduan dengan memberikan pelukan hangat.
"Kamu kenapa ka? Sakit?  Pucat banget" tanya Liana penuh kekhawatiran saat melihat wajah Alka yang nampak begitu tidak baik, meski Liana bukan dokter seperti Alka namun Liana cukup tahu jika Alka memang tidak sedang baik-baik saja.

Alka membimbing Liana untuk duduk di sofa yang ada di ruangannya. Setelah Liana duduk dengan manis, Alka duduk di lantai tepat di hadapan Liana. Paper bag yang Liana bawa sudah Alka amankan di meja. Kedua tangan Liana merasakan genggaman hangat nan nyaman.
"Sebenarnya aku malu mau ngomong gini, tapi aku rasa aku perlu ngomong. Aku minta maaf, tiga hari ini aku cuekin kamu, nggak peduliin kamu, dan aku ngehindarin kamu. Aku tahu aku salah dan sekarang aku minta maaf, sayang," ucap Alka menatap intens ke arah Liana.

Kepala Alka kini bertengger di kedua paha Liana, sementara tangan kanan melingkari pinggang belakang dan tangan kirinya mengusap perut Liana yang masih rata.
"Maafin papa ya sayang, papa tahu papa salah, maafin papa" gumam Alka bermonolog pada calon bayi yang tengah tumbuh dan berkembang di rahim istrinya. Alka mengangkat sedikit kaus yang Liana kenakan hingga bagian perut Liana terekspos dengan jelas. Dikecupnya kulit perut Liana beberapa kali membuat darah Liana mendesir.

My Protective DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang