"Alka," suara sapaan Liana diseberang sana yang begitu sarat akan kerinduan membuat Alka mengambil oksigen sebanyak-banyaknya.
"Sayang, kamu dimana?" tanya Alka dengan lirih.
"Alka, maafin Liana yang kekanak-kanakan, jika Liana jahat ka, harusnya Liana enggak pergi ninggalin kamu. Liana---"
"Hussst, sayang dengerin aku, kita sama-sama salah, sekarang kamu dimana? Aku jemput kamu sekarang," ucap Alka lembut.
Alka menahan debaran yang kembali muncul. Ia sudah tidak mampu bersabar lagi untuk berpisah dengan obat dari penyakitnya."Kamu lagi sakit ka, Liana aja yang kesitu," sahut Liana.
"Enggak sayang, kamu share location ya. Aku pernah bilang kan kalau obat aku itu kamu, denger suara kamu aja aku udah sembuh. Percaya sama aku, aku nggak papa."
"Hati-hati di jalan, aku khawatir"
"Iya, aku tutup dulu teleponnya. Jangan lupa share location. Aku siap-siap dulu."
Setelah mengatakan salam penutup Alka meletakan ponsel di atas meja kecil. Saat hendak meloncat dari ranjang, Alka menatap ke arah punggung tangan kirinya yang masih dihiasi selang infus. Tangan kanannya segera bergerak mengatur dan menghentikan debit cairan infus yang menetes. Dengan hati-hati Alka melepas jarum yang tertutup plester di punggung tangannya.
Bekas infus di punggung tangannya yang sedikit sakit Alka genggam erat-erat dengan telapak tangan kanannya agar rasa sakit itu hilang. Setelah dirasa sudah cukup, Alka meloncat turun dari ranjang dan segera membuka lemari kayu kecil yang menyimpan pakaian yang sudah Alya persiapkan di sana. Dengan asal Alka meraih kemeja dan celana untuk ia pakai. Tanpa buang waktu, Alka segera beranjak ke kamar mandi untuk berganti pakaian.
***
Pelukan hangat dari istri yang sangat ia rindukan menyambut kedatangannya. Begitu melihat Alka, Liana langsung menghambur ke dalam pelukan ternyaman yang pernah Liana rasakan. Ya, semenjak menikah dada suami adalah tempat ternyaman bagi Liana. Alka membalas pelukan Liana sama eratnya, melepaskan kerinduan yang membuatnya nyaris gila. Kepalanya bertengger di puncak kepala Liana.
Kaki Alka menutup pintu dengan pelan. Meskipun kondisi tubuhnya yang masih sedikit lemah, Alka menggendong tubuh Liana di depan. Sontak, Liana langsung melingkarkan kaki di pinggang suaminya dan tangannya melingkari leher suami yang tengah menggendongnya.
Alka mendudukan bokongnya di sofa ruang tamu, Liana masih menempel seperti anak kecil yang digendong oleh ayahnya."Liana, kenapa nangis?" tanya Alka khawatir saat mendengar isak tangis wanitanya. Dengan cepat Alka menarik kepala Liana yang tengah tenggelam di caruk lehernya agar menatap ke arahnya.
"Jangan nangis, aku nggak suka liat kamu nangis kayak gini," gumam Alka mengusap air mata Liana dengan ibu jarinya. Kecupan hangat ia berikan di kelopak mata Liana secara bergantian membuat Liana merinding diperlakukan seperti ini. Rasanya sudah lama mereka tidak seperti sekarang.
Telapak tangan Liana membingkai wajah yang terpampang di hadapannya, mengusapnya sebentar.
"Liana nggak kuat kita marah-marahan nggak jelas kayak gini, Liana nggak mau kita terus-menerus egois, Liana juga nggak betah jauh-jauh dari kamu karena nyatanya Liana nggak bisa apa-apa tanpa kamu," ucap Liana menatap intens ke arah Alka.Tangan Liana yang tengah menempel di pipi Alka segera di raih oleh suaminya. Kecupan yang cukup lama di punggung tangannya membuat Liana mengusap puncak kepala Alka dengan tangan satunya yang bebas.
"Mungkin semuanya berawal dari aku. Rasa egois, obsesi, dan kontrol ku yang sering lepas. Belum lagi fakta-fakta yang aku sembunyikan dari kamu karena aku takut kalau kamu tahu kamu bakalan ninggalin aku," ucap Alka serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Protective Doctor
Romance"Aku ingin menjaga, tidak untuk menyakiti" Alka Alfiano Putra Maurer, dokter muda yang begitu possessive dan overprotektif jika menyangkut istri kecilnya, Liana. Terkadang sifat berlebihan dokter muda itu membuat Liana merasa kesal. Ruang gerakn...