Lima Puluh Empat

242K 20.2K 1.2K
                                    

Alka berlari memasuki rumah Sarah begitu mobil yang ia kendarai berhenti di halaman depan. Langkahnya memelan kala melihat banyak bercak darah berceceran di lantai ruang tamu. Alka menyusuri jejak darah itu untuk mencari titik mula.

Di lantai dekat tangga terdapat banyak darah yang sudah hampir mengering dan kursi roda yang biasa digunakan oleh Sarah sudah ringsek di ujung tangga.
"Liana?"
Alka berlari secepat kilat menaiki tangga untuk menggapai tangga paling atas dimana Liana tengah menangis dengan memeluk erat lututnya sendiri.

"Alka, Liana----"

"Husttt jangan ngomong apa-apa karena aku nggak bakalan percaya sama omongan kamu. Tenangkan diri kamu, sayang" bisik Alka menarik Liana ke dalam pelukannya. Dapat dirasakan dengan jelas bagaimana getar ketakutan yang Liana alami. Getaran yang cukup kuat. Alka tahu, Liana pasti shok melihat kejadian Sarah secara langsung. Apalagi Liana tidak pernah melihat kejadian seperti itu sebelum. Otomatis Liana shok melihat banyak darah berlumuran di tubuh Sarah.

"Tapi, Liana yang----"

"Berhenti menyalahkan diri kamu sendiri. Aku udah tahu. Sekarang tenangkan diri kamu, ini nggak baik buat kesehatan kamu. Jangan takut, ada aku di sini," bisik Alka lalu menggenggam erat tangan Liana agar rasa ketakutan yang begitu besar dalam diri Liana bisa berkurang. Sebagai pengidap panic disorder, Alka tahu bagaimana rasanya saat merasakan ketakutan yang teramat besar. Dimana ia akan kesulitan bernapas dengan jantung yang terus saja berdebar nyaris meledak. Tubuhnya yang bergetar dengan keringat dingin yang membanjiri dirinya.

Alka mengurai pelukannya, diraihnya telapak tangan Liana yang berkeringat dingin. Alka membawa telapak tangan Liana untuk menempel di pipinya yang hangat.
"Jangan takut, sayang. Aku bakalan berdiri di depan kamu kalau ada yang nyalahin kamu," gumam Alka penuh keyakinan.

"Ka, gimana kalau Sarah meninggal dan Liana yang disalahin sama semua orang? Liana takut. Liana nggak mau masuk penjara."

"Ada aku di sini. Kamu tenangkan diri kamu," gumam Alka tepat di depan wajah Liana. Satu kecupan di kening Liana, Alka berikan untuk menenangkan istrinya yang masih saja terlihat ketakutan.

Alka berdiri, kedua tangannya terulur ke arah Liana guna membantu Liana berdiri. Baru beberapa detik Liana berdiri, Liana hampir saja jatuh jika Alka tidak menahan pinggang Liana dengan sigap.
"Kamu nggak papa?" tanya Alka penuh kekhawatiran pada keadaan Liana yang lemas seperti ini.

"Habis liat darah kaki Liana lemes banget ka," sahut Liana menatap kedua kakinya.

"Aku gendong aja, kita harus ke rumah sakit buat memastikan keadaan Sarah."

Detik berikutnya Liana sudah dalam gendongan Alka. Persis seorang anak kecil yang tengah digendong oleh ayahnya karena Alka menggendong Liana di depan. Kepala Liana bertengger di pundak kiri Alka. Tangannya memeluk leher Alka dengan erat.
Berhubung Alka tengah menggendong istrinya, langkah kakinya menuruni tangga penuh kehati-hatian.

"Tutup mata kamu, jangan liat sekitar," pinta Alka yang langsung dilaksanakan Liana tanpa banyak protes karena ia sendiri takut melihat sekelilingnya yang mengingatkan pada kejadian dimana Sarah terjatuh sampai darah yang melumuri tubuh Sarah.

***

Alka berjalan pelan beriringan dengan Liana yang menggandeng tangannya begitu erat. Langkahnya segera menuju ke tempat yang sudah pak Amir beritahukan pada Alka.
"Pak Amir, gimana keadaan Sarah?" tanya Alka pada supir pribadi Liana yang sedari tadi menunggu Sarah.

Plak.
Gerakan yang begitu tiba-tiba hingga Alka sulit menghalau, tamparan mendarat di pipi Liana yang dilayangkan oleh Fara.
"Puas? Puas udah bunuh Sarah?" Murka Sarah pada Liana yang tengah memegangi bekas tamparan Fara.

My Protective DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang