Empat Puluh Tujuh

258K 17.8K 2.2K
                                    

Liana duduk dengan malas sembari memainkan ponselnya untuk berselancar di dunia maya guna menepis rasa bosannya yang ditinggal di ruangan Alka sendirian karena Alka harus keluar untuk melakukan visit sesuai jadwalnya. Tadi, mereka sudah makan siang bersama di ruangan Alka. Awalnya Alka menyuruh Liana untuk tidur siang saja menunggu Alka kembali. Karena Alka tahu Liana pasti cepat bosan jika dalam suasana sepi dan sendirian.

Di meja Alka sudah menyiapkan keperluan yang mungkin akan Liana butuhkan. Tadi Alka membelikan Liana beberapa camilan dan tidak lupa susu kemasan kotak dengan perasa cokelat kesukaannya. Laptop milik Alka lengkap dengan charger juga tergeletak di meja, barangkali Liana ingin menonton film yang dibintangi aktor tampan dari negeri ginseng, WiFi sudah siap mendukung konektivitas. Dompet Alka sengaja ditinggal. Barangkali Liana butuh uang untuk keperluan tidak terduga. 

"Kok udah balik?" tanya Liana tak menatap seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruangan yang sama dengannya. Matanya masih terfokus pada layar ponselnya.

"Oh enak ya hidup kamu, udah kaya putri aja. Suami capek-capek kerja, kamu malah nyantai kayak ratu," ucap seseorang yang baru masuk. Dari suaranya bukan suara Alka. Suara seorang wanita dan Liana cukup mengenali pemilik suara ini.
Dan saat menoleh, dugaan Liana benar. Miranda. Nampak Miranda memandang tidak suka ke arahnya. Pandangan yang selalu Miranda berikan padanya jadi Liana sudah terbiasa.

"Nenek," ucap Liana lirih lantas menyingkirkan bungkus Snack yang tergeletak di atas pangkuan. Tak lupa ponselnya ia lempar ke sofa sebelum berdiri dan menghampiri nenek Alka. Niat Liana baik, ingin mencium tangan Miranda sebagai bentuk rasa hormatnya pada wanita itu. Miranda tetap Miranda, tidak sudi disentuh oleh Liana. Dengan angkuh Miranda menarik tangan ke belakang saat Liana berusaha menggapainya.

"Saya tidak sudi disentuh sedikit pun sama kamu. Perempuan tidak tahu diri, kerjaannya kalau nggak ngrepotin ya ngehamburin uang cucu saya," cibir Miranda menatap ada banyak camilan di meja. Liana menarik napas lalu dikeluarkan, camilan itu Alka beli tanpa Liana minta. Tiba-tiba saja Alka keluar dan membelikan itu semua. Miranda yang sok tahu, justru menyalahkan Liana.

"Kenapa diam? Benar kan omongan saya? Kamu emang nggak tahu diri, kapan kamu berubahnya Liana? Kamu itu cuma parasit buat Alka. Apasih yang kamu berikan ke cucu saya? Udah nggak bisa ngapa-ngapain, lagaknya kayak ratu, kerjaannya ngabisin uang Alka. Emang kamu benar-benar! Arghh!" kesal Miranda mendorong bahu Liana hingga Liana terhuyung ke belakang. Beruntung Liana bisa menyeimbangkan diri hingga tak terjatuh.

"Liana ada salah apa sih sama nenek? Perasaan nenek nyari gara-gara terus sama Liana. Nenek sirik atau gimana?"

"Apa kamu bilang? Sirik? Sirik sama kamu? Sirik disebelah mananya?" tanya Miranda kesal.

"Ya barangkali nenek diperlakukan tidak seperti Liana sama kakek, bisa aja kan memicu rasa iri dalam hati nenek. Secara Liana kan dapat suami baik, selalu manjain Liana, dan memperlakukan Liana seperti ratu. Siapa sih yang nggak kepingin dan iri? Apa nenek iri dengan Liana karena tidak seberuntung Liana, jadi nenek seperti ini?"

Miranda menggeleng tidak percaya pada Liana yang begitu santai mengatakan hal itu. Ada perubahan besar pada keberanian wanita Alka. Biasanya jika Miranda berkata apapun tentangnya, Liana hanya menunduk mendengarkan tanpa berani menjawab, dan jika sudah tidak kuat akan lari menjauh. Tapi sekarang, betapa berani Liana berucap padanya. Pandangannya pun tidak menunduk, menatap Miranda tanpa rasa takut.

"Berani-beraninya kamu melawan saya!" geram Miranda naik pitam.

"Berani, perlu kita buktikan sekarang? Jangan pikir Liana akan tetap diam diperlukan seperti dulu sama nenek. Liana bahkan bisa bertindak lebih dan tidak pernah nenek bayangkan."

My Protective DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang