Sepuluh

378K 23.1K 1.4K
                                    

Kondisi Alka setiap pulang kerja benar-benar kacau selama tiga hari ini, tepatnya setelah Liana memutuskan untuk kabur entah kemana. Saat di rumah sakit, Alka mencoba profesional. Ia tidak menunjukkan kesedihan dan beban masalah rumah tangganya kepada siapapun. Ia berlagak seperti dokter Alka seperti biasanya yang selalu ramah terhadap pasien dan timnya.

Alka sukses menutupi perasaannya yang tidak baik. Ia baru akan terpuruk saat sudah sampai di rumah. Seperti sekarang, setelah melepaskan jas putih khas seorang dokter, Alka membanting tubuhnya di sofa. Punggungnya ia sandarkan di kepala sofa, melepaskan dua kancing teratas kemeja yang ia kenakan. Lengan panjangnya ia gulung sampai siku. Selalu sama, saat sudah di rumah pikirannya dipenuhi oleh Liana.

3 hari sudah berlalu tanpa kabar apapun dari Liana. Ada rasa rindu yang begitu besar yang menginginkan sebuah pertemuan. Ingin rasanya Alka marah dan membenci Liana yang membuatnya seperti ini. Tapi--- Alka sadar, Tuhan memisahkan Alka dengan Liana untuk saling merindukan dan merasakan bagaimana kebersamaan, bukan untuk saling membenci.

Alka rindu. Rindu saat-saat Liana menjadi pelengkap kesempurnaan hari-harinya. Alka rindu Liana, merindukan saat mereka berjalan bergandengan tangan menuju satu tujuan, saling mencintai dan membahagiakan.

"Liana, kamu dimana sayang? Apa kamu baik-baik aja? Apa makannya teratur? Bagaimana tidurmu? Liana, aku mohon kembalilah sayang. Aku rapuh tanpa kamu" gumam Alka lirih, tangannya memeluk bantal sofa erat-erat. Berkhayal seolah bantal yang tengah ia peluk adalah istri kecilnya, Liana.

Kepala Alka pening, perutnya terus berontak meminta diisi. Rasa mual ia rasakan belakangan ini. Mungkin karena pola makannya yang tidak teratur. Hari ini saja Alka belum memakan sesuap nasi pun. Tadi sebelum berangkat kerja, ia hanya meminum segelas susu padahal asisten rumah tangganya sudah menyiapkan menu sarapan untuk Alka. Di rumah sakit saja Alka tidak membeli makanan berat, saat jam makan siang ia hanya membeli secangkir kopi susu. Setelah itu tidak ada lagi makanan yang masuk ke dalam mulutnya.

Selera makanannya hilang, ia butuh Liana saat ini.
"Aku sakit, Liana. Kenapa kamu nggak peduli aku? Di sini aku mencarimu dan aku hampir gila. Aku nggak berharap kamu di sana kangen sama aku, tapi aku cuma pengin kamu di sana tahu kalau aku kangen sama kamu," bisik Alka pada bantal yang masih ia peluk.

Setiap pulang kerja, Alka selalu mencari keberadaan Liana. Ia juga sudah membohongiku mertuanya jika Liana baik-baik saja. Rumah teman-teman istri kecilnya sudah ia kunjungi, namun tidak ada yang menjadi tempat singgah bagi Liana. Apartemen Liam juga nihil. Alka sudah ke kampus Liana, Liana memang hadir namun Alka terlambat. Jadwal praktek yang bersamaan dengan jadwal kelas Liana membuatnya tidak bisa bertemu Liana. Alka tidak mungkin bolos praktek hanya karena masalah seperti ini. Baginya, profesi maupun istri sama-sama penting.

"Tuan belum makan dari kemarin, saya sudah buatkan makanan kesukaan tuan," ucap bi Inah yang menghampiri Alka.

"Nggak laper bi, bibi aja yang makan. Tolong tinggalin saya sendiri. Apa tadi istri saya pulang?"

"Tidak tuan, nyonya belum pulang"

"Kalau pulang, bilang ke dia. Aku kangen," ucap Alka sendu lalu bangkit dari duduknya saat perutnya bergejolak. Alka berlari sempoyongan menuju kamar mandi terdekat, di samping kamar mandi.

Alka berusaha mengeluarkan isi perutnya namun tidak ada yang keluar. Dibasuhnya wajah pucatnya dengan air dingin. Pandangannya tertuju pada cermin datar di hadapannya.
"Liana---"

Alka merutuki dirinya sendiri. Andai malam itu Alka langsung membelikan Liana ponsel, mungkin Alka bisa menghubungi Liana dengan mudah. Sekarang, akan sangat sulit menemukan Liana. Tapi--- Liana pergi dengan membawa dompetnya, Alka pikir Liana pasti membeli ponsel. Tapi kenapa tidak menghubunginya? Apa Alka bukan lagi orang terpenting dalam hidup Liana?

My Protective DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang