10. Kebenaran Sebuah Kasus Buntu.

58 3 0
                                    

Yang didata Pak Sudar saat pertama kali masuk kelas 6B, hanya Sifa yang senang baca buku, dan hanya Dini yang senang nonton televisi. Mayoritas murid laki-laki senang main bola, perempuan senang main lompat tali. Di antara Dini dan Sifa, Pak Sudar mengambil suara Dini sebagai mayoritas. Aneh, bukan? Tapi adil, dan penuh pertimbangan.

"Zaman berkembang, anak-anak," lanjut Pak Sudar. "Di masa depan, cerita akan lebih laku di pasaran dalam bentuk film animasi seperti yang barusan kalian tonton. Ada pertanyaan lagi?"

"Permisi" Saiful angkat tangan. "Laptop dan proyektor mau dibereskan. Kasetnya siapa yang bawa?"

"Dipegang bapak boleh?" tanya Pak Sudar. "Bahan pelajaran untuk adik kelas kalian,"

"Bolehin ya, Sifa," kata Saiful.

Perintah ketua, Sifa tidak ada alasan untuk menolak. "Iyain aja,"

Padahal, jika harus ganti bola, kas kelas 6B bisa defisit, andaikata kaset itu dijual lagi ke tukang kaset, defisit itu bisa teratasi, belum lagi buat ganti senter Saiful yang hilang di Menara Saidah tempo hari.

"Kalau dipikir-pikir, bola kelas 6A jangan diganti," kata Saiful. "Selama tidak ada bola, kelas 6B bisa menguasai lapangan upacara,"

"Pandai kau membaca peta politik, ketua," komentar Alif.

"Senterku tidak usah diganti pakai kas kelas," mendadak Saiful berubah pikiran.

"Kenapa?" Sifa tidak mengerti.

"Kemarin Dini sudah menyanggupi untuk ikut bayar iuran Rp. 2500 per orang itu," ujar Saiful. "Tapi mengingat pengkhianat kelas tidak bisa diandalkan, iurannya naik jadi Rp. 4000,"

"Ish, Saiful ni," Sifa menghela nafas. "Kau tak tahu Dini orangnya macam mana?"

"Katanya perintah ketua tidak ada alasan untuk ditolak?" Alif membaca pikiran Sifa.

"Sudah, kerjakan tugas," Dini garuk kepala. "Kalian kebanyakan ngobrol,"

Alif sok gaya sedang mikir.

"Kau mikirin apa toh, Lif?" Dini penasaran.

"Mengira-ngira adegan yang disensor Pak Sudar," jawab Alif apa adanya.

"Tidak patut dicontoh," tanggapan Dini.

Dini mendengar percakapan Doko dan Aryo di belakangnya.

"Sebenarnya kita sudah pernah menonton film ini sebelumnya," kata Doko.

"Di situs ******* kan?" Aryo mengingatkan. "Tanpa sensor pula,"

Amanat film Battle of Surabaya.

Mayoritas murid menjawab "tidak ada yang berjaya dari perang, menang jadi abu kalah jadi arang," sesuai kutipan dari film itu "there's no glory in war,".

Film disensor tidak seru (Aryo).

Film disensor susah dimengerti (Doko).

Jangan jadi pengkhianat (Saiful).

Rebutlah kebebasan itu (Alif).

Pribumi harus lebih pintar (Sifa).

Penyaksi sejarah kelak sendiri (Dini).

Tugas dikumpulkan.

Bel istirahat, Saiful dan Alif memimpin kelas 6B mengambil alih lapangan upacara. Sekali lagi, mereka lupa untuk bertanya pada Pak Sudar soal lembar kertas yang dibakar di ruang kepala sekolah senin lalu.

Istirahat.

Dengan mengambil alih lapangan upacara, Alif dan Saiful bertujuan melemahkan dominasi kelas 6A di SD Harapan 3. Karena mereka anak buah Pak Muktar, Saiful menilai ini langkah awal yang bagus.

Kota Lingkaran Hening.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang