52. Langsung Menyasar Gawang.

55 1 0
                                    

"Pertama, Keluarga Komaru," sebenarnya Pak Saputra enggan menyebut nama pesaing usahanya yang satu ini. "Setelah terpinggirkan dari usaha dagang yang jadi pendapatan utama keluarga besar mereka lantaran hilangnya putra mahkota pertama, keluarga inti Komaru yang di dalamnya terdapat putra mahkota kedua pergi ke Tasikmalaya, mendirikan pabrik bata skala keluarga yang runtuh bersama pabrik bata lain yang serupa saat gempa 2 September mengguncang kota di kaki Gunung Galunggung itu. Selepas gempa mereka merantau, kemungkinan besar ke ibu kota. Yang jadi masalah, belakangan ini mereka sering muncul di siaran berita televisi terkait pabrik bata terbesar di Tasikmalaya. Itu artinya Keluarga Komaru sudah kembali dari perantauannya. Bukan tidak mungkin kalau mereka memanfaatkan kekosongan kursi kepemimpinan ini untuk mengambil alih pabrik bata, kan?"

"Sebentar," Pak Heryanto garuk kepala. "Saya bukan guru, pengacara, manajer, atau detektif, saya hanya tukang pos. Beri saya waktu untuk mengerti masalah ini. Jika Keluarga Komaru kembali ke Tasikmalaya tidak lama setelah kudeta, berarti tidak mungkin mereka dalangnya?"

"Justru itu," Pak Saputra menjentik jari.

Cthek!

"Kalau mereka tahu soal kudeta, bukan tidak mungkin kalau mereka juga dalangnya," Pak Saputra menamatkan kalimatnya. "Benar, kan?"

"Dari dulu, kalau ada kasus, masalahnya selalu sama," kata Pak Heryanto. "Kekurangan barang bukti,"

"Ya sih, kasus yang satu lagi juga begitu," timpal Pak Kadirun. "Sepertinya,"

Hilang ingatannya Detektif Husin mungkin juga berpengaruh terhadap perkembangan kasus JKA, toh bukti samping rekaman CCTV sudah berhasil diperoleh.

"Sepertinya Pak Saputra berprasangka kalau dalang kudeta adalah Keluarga Komaru," Pak Heryanto menilai. "Harus diakui, motif mereka cukup kuat, yaitu masalah internal keluarga besar. Untuk kemungkinan kedua, siapa lagi?"

"Keluarga Kusumadinata," jawab Pak Saputra. "Putra-"

"Stop!" Pak Heryanto mengangkat telapak tangan. "Saya baru saja ingat sesuatu. Dulu kau pernah bilang, Arun. Kusumadinata, jangan bilang mereka asli Tasikmalaya,"

"Tentu saja," Pak Saputra membenarkan.

"Asal mereka," kali ini Pak Heryanto yang menjentik jari.

Cthek!

Kota penghasil tahu.

"Sumedang," Pak Kadirun menjelaskan langsung ke intinya. "Kemarin mereka belum dibahas, ya?"

"Lah kemarin yang dibahas siapa?" Pak Saputra hampir lupa.

"Keluarga Komaru, kan?" Pak Sudar yang sudah sepuh saja masih ingat.

"Berarti tadi itu ringkasannya ya?" Pak Heryanto memindai detail informasi apa yang terlewat. "Lanjutkan,"

"Keluarga Kusumadinata juga punya masalah internal. Entah apa masalahnya, yang jelas keluarga besar mereka terpencar ke segala penjuru. Salah satunya adalah putra mahkota mereka yang akhirnya bekerja di pabrik bata Keluarga Saputra," ujar perantau asal Tasikmalaya itu. "Dia memang pandai dan teliti, posisinya naik, reputasinya baik. Seingat saya terakhir dia jadi pengawas lapangan,"

"Peran yang penting dengan resiko yang tinggi," pendapat ayah Dini. "Terus?"

"Sepertinya sekarang dia masih bekerja di sana, tapi entah posisinya apa," Pak Saputra tahu tidak lebih dari itu.

"Ada kasus tertentu terkait putra makhota Keluarga Kusumadinata itu di sana?" Pak Heryanto mengejar ketertinggalan kabar setelah lama tidak nongkrong di warung kopi Pak Sudar.

"Tidak sih," Pak Saputra angkat bahu.

"Kalau begitu, bukan tidak mungkin ada opsi lain," kata Pak Heryanto. "Sebenarnya ada kasus, tapi tidak tersebar,"

Kota Lingkaran Hening.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang