7. Itu Aturan yang Berlaku.

72 3 0
                                    

Alif menahan tendangan samping Sergam yang mendadak mencelat berdiri seperti ada pegas di kaki-kakinya. Tahu kalah di kaki, Sergam mengubah serangannya.

Gawat, pikir Alif seraya mengayun kaki pejal itu ke samping kuat-kuat sehingga Sergam terjengkang sekali lagi.

Jika Sergam melakukan tendangan depan, Alif takkan kuat menahannya seperti tadi. Satu-satunya pilihan adalah menghindar, kalau tidak mau terhempas jatuh dari Menara Saidah.

Celakanya, itulah yang dilakukan Sergam.

Lebih celakanya lagi, Alif tidak sempat mengindar, tapi itu bukan berarti tidak sempat mengelak.

Kedua tangan Alif menahan tendangan depan itu, didukung kuda-kuda silat yang bertumpu di kaki kiri.

Setidaknya itu mengurangi hempasan yang menabrakkan Alif ke dinding pagar Menara Saidah, agak jauh dari teman-temannya yang lain.

"Tidak semudah itu, tinggi berat!" Alif menyulut amarah Sergam seraya kakinya mencelat seperti lawannya tadi.

Ketiga kalinya, hantaman gabungan kepala dan dua tinju Alif tepat di ulu hati Sergam berhasil melumpuhkan anggota Serikat B yang berbadan tinggi besar itu.

Sebelum akhirnya Alif mundur beberapa langkah, terhuyung jatuh bersandar pada dinding pagar.

Selebihnya, Alif hanya bisa menonton pertarungan antara lawan yang tersisa dengan ketua kelasnya dan perempuan tidak kenal takut bernama Dini Safitri.

Sejak Sergam berhasil dirobohkan Alif, kegelapan pekat berkurang sedikit. Semua orang di lantai teratas Menara Saidah dapat dilihat dan diketahui keberadaannya.

Kedudukan mencapai titik balik.

Jika yang tadi dilihat Saiful salah satu anak buahnya sempat dikalahkan, hal yang sama juga disaksikan Toharun sekarang. Di luar perhitungannya, Sergam telah dikalahkan.

Kakek dukun itu berbisik.

Shape... shifter.

Seketika kegelapan pekat kembali meliputi semua orang, tapi Dini mendengar bisikan Toharun tadi dengan jelasnya.

Sebelum itu Dini sempat melihat di mana senter Saiful tergeletak. Tanpa melihat, Dini mengulurkan tangannya meraih benda itu. Sudah diperkirakan Dini, benda penghasil cahaya dalam genggamannya itu berubah bentuk jadi benda lain di luar bayangannya.

Sebentuk... pistol.

Mengerikan.

Seumur hidupnya, Dini Safitri hanya pernah lihat senjata api dari balik layar televisi, itu pun diburamkan lembaga sensor. Terima kasih lembaga sensor.

Dini masih ingat lokasi terakhir Saiful. Dini menodong pistol ke sembarang arah selain ketuanya itu, lalu menarik pelatuk pistol.

Dsiu!

Padahal pistol itu tidak dilengkapi peredam suara (seharusnya dor!).

Moncong pistol menyemburkan seberkas cahaya yang hilang dengan bunyi pretek-pretek sebagaimana adalah kembang api.

Dini mencirikan letak lawannya. Sebelah kiri Toharun, sebelah kanan Rhanto. Saiful turut melihat.

Dini dan Saiful berlari bersilang lintasan, menyerbu Rhanto dan Toharun. Tanpa mantra space shifter, mereka bebas memilih lawan. Dini melawan Toharun, Saiful melawan Rhanto.

"Right person for right match," Saiful membaca pukulan cepat Rhanto, mengelak, menangkis. Mencari celah untuk serangan balasan. Ketemu.

Saiful merapatkan jari, meluruskan telapak tangan. Dilesatkannya tangan sebentuk ombak itu lurus ke atas, pas kena bawah bahu Rhanto.

Kota Lingkaran Hening.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang