"Nama korban tertulis di sana, kan?" Dini bertanya lagi.
"Chaira," kata Detektif Husin, sesuai perkiraan Dini.
"Terkait nama tersebut," Dini bercerita sesuai urutan waktu. "Tiga minggu lalu, kelas 6B SD Harapan 3 kedatangan murid baru. Alif Saputra namanya, pindahan dari Tasikmalaya. Alif, sepertinya punya teman di masa lalunya yang bernama Chaira,"
"Chaira itu banyak," kata Detektif Husin. "Tidak ada bukti Chaira korban kasus JKA adalah orang yang sama dengan temannya Alif itu,"
"Tapi kata Alif, Chaira merantau ke ibu kota bersama keluarganya lima tahun lalu, setelah Tasikmalaya diguncang gempa 6,9 SR tanggal 2 September 2009," ujar Dini.
"Bukan bukti yang cukup kuat," pendapat Detektif Husin. "Perlu kutanyakan langsung ke Alif?"
Dini geleng kepala. "Suasana hatinya sedang tidak stabil. Dia tidak ingin membahas kasus itu sekarang. Memaksanya bicara dikhawatirkan malah menghambat penyelidikan, tapi aku punya petunjuk lain. Sifat-sifat Chaira temannya Alif itu,"
"Hmm," Detektif Husin merasa, ini patut dipertimbangkan. "Bukti fisik dari kasus mungkin sudah menghilang, tapi bukti psikis masih bisa membantu. Jelaskan,"
"Chaira itu," Dini menerawang ke arah bintanf kejora. "Orangnya pengertian. Perhatian. Penurut, dan tidak pernah ingkar janji. Satu kelemahannya, dia selalu berada di bawah bayang-bayang orang terdekatnya, ibunya,"
Janjinya Chaira pada Alif soal layangan sudah dilunasi Dini kemarin lusa.
"Kalimat terakhir bukan petunjuk yang memadai," Detektif Husin mencerna ujaran Dini tadi. "Dengan mengesampingkan yang satu itu, sifat-sifat Chaira yang diingat Alif hanya kebaikannya. Apakah Chaira seseorang yang spesial di mata Alif?"
"Entah," Dini Safitri angkat bahu. "Sekarang, menurut Detektif Husin, bagaimana kaitan petunjuk tadi terhadap kasus JKA? Ah, iya. Satu perunjuk lagi ketinggalan, Chaira itu seorang peniru!"
"Hmm," Detektif Husin mikir lebih lama. "Berdasarkan garis pola pertarungan di bawah Jembatan Kali Angke, dan di atas Menara Saidah, dalam hati, sepertinya memang ada keterkaitan,"
"Kata berita, barang bukti pisau dapur dan belati ditemukan dalam keadaan segaris," kata Dini. "Benarkah?"
Detektif Husin mengangguk sekali. "Iya sih. Hei. Tunggu, Dini. Ada kata kunci ibu dan keluarga. Di mana keluarganya Chaira ketika peristiwa JKA terjadi, itu jadi pertanyaan tersendiri,"
"Aku tidak tahu pasti," Dini angkat bahu. "Seandainya saja ada bukti fisik lain, mungkin itu sangat membantu,"
"Hei Dini, Husin! Di mana kalian?" sahut Noor tidak sabaran. "Lama sekali?"
"Pegangan," perintah Detektif Husin.
Dini tidak mengerti apa maksud detektif itu, tahu-tahu dua bahunya sudah dicengkeram erat anak berseragam SMA itu. Kemudian, sepersekian detik, badannya yang seberat 31 kilogram melayang di udara.
Bruk!
"Eh copot!" Noor kaget setengah mati.
Tahu-tahu, Dini dan Detektif Husin sudah berdiri tepat di belakangnya.
Seperti kucing bernyawa sembilan, Detektif Husin mendarat sempurna di tanah padat setelah melompat dari ketinggian 2,9 meter.
Hebat, pikir Dini.
"Ada apa?" tanya Detektif Husin, seakan-akan tadi tidak terjadi apa-apa.
"Tadi aku beres-beres lemari, terus menemukan ini," Noor menunjukkan secarik kertas dengan sejumlah nominal angka. Mata uang dalam nilai Rupiah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kota Lingkaran Hening.
FantasyKota. Tempat orang-orang senasib bersatu. Lingkaran. Peristiwa yang terulang kembali. Hening. Mengenang mereka yang telah pergi. Kota Lingkaran Hening. Rantau para penyaksi.